Bab 8

Sekitar tahun 1343, keluarga Chaghan Temur di Shenqiu, Henan, merayakan kelahiran seorang bayi perempuan dari seorang selirnya. Bayi itu diberi nama Minmin Temur.

Chaghan adalah seorang keturunan suku Naiman dari Xinjiang, ia lulus ujian negara tingkat propinsi dengan nilai gemilang dan mendapat gelar Juren1. Meskipun seorang keturunan Mongol, tetapi Chaghan tidak punya latar belakang militer, dan bukan keturunan seorang pejabat. Ia adalah warga biasa di Shenqiu.

Chaghan saat itu hanya memiliki seorang anak angkat, putra dari seorang saudara perempuannya dengan seorang pria dari suku Bayad Mongol. Ketika saudara iparnya yang adalah seorang militer meninggal, Chaghan lalu mengangkat Koke Temur, nama anak itu, menjadi anaknya. Koke Temur punya nama lain dalam bahasa Han, yaitu Wang Baobao.

Keluarga Chaghan sangat mengagumi kebudayaan suku Han. Karena di jaman itu Dinasti Yuan banyak merekrut para ahli dari suku Han, hal ini sama sekali tidak aneh. Kebiasaan hidup sehari-hari di keluarga Chaghan boleh dikatakan sama seperti keluarga suku Han pada umumnya. Mereka makan makanan yang biasa dimakan suku Han, memakai pakaian ala suku Han, berbicara dengan bahasa Han, dan juga menulis dalam bahasa Han.

Tentu saja secara alamiah mereka juga menguasai bahasa suku mereka sendiri, dan mereka juga menyukai hidangan-hidangan khas Mongolia.

Kira-kira setahun setelah kelahiran Minmin, bencana besar terjadi di wilayah ibukota dan sekitarnya. Sunga Kuning meluap dan menimbulkan banjir besar di tahun 1344. Akibat kejadian itu, Khanbaliq, atau Dadou, ibukota Dinasti Yuan mengalami krisis besar. Kelaparan, pengangguran, dan kejahatan merajalela di mana-mana. Hal ini juga terjadi di wilayah-wilayah tetangga yang berdekatan dengan ibukota. Pemerintah berusaha mengatasi hal ini dengan membuka sebuah proyek besar untuk mengeruk Sungai Kuning guna mencegah bencana yang sama terulang lagi.

Tetapi proyek tersebut menimbulkan efek samping yang tak terduga. Biaya untuk melaksanakannya sangat besar, dan membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak. Sebagai akibatnya pemerintah menaikkan pajak, dan ini menimbulkan reaksi keras di kalangan rakyat.

Chaghan tidak pernah menyukai sopan santun orang-orang di lingkungan istana. Setelah menjadi Juren, ia mulai mengumpulkan banyak pengikut dari kalangan pesilat. Timbulnya keresahan rakyat akibat bencana alam ini banyak dibicarakan orang, dan ia sama sekali tidak puas dengan kesimpulan yang diambil oleh para pejabat kekaisaran.

Ia sering mengomel di tengah acara makan keluarganya sambil memaki beberapa pejabat yang dinilainya sebagai penjilat besar, dan Minmin kecil yang baru berusia sekitar empat tahun akan bertanya, “Pa, bagaimana orang bisa menembak kentut kuda2?”

Semua orang akan tertawa terbahak-bahak mendengar keluguan pertanyaan itu, lalu ibunya akan menatapnya dengan pandangan tegas untuk menegur, dan menyuruhnya jangan bicara sembarangan. Tapi Chaghan mengangkatnya, dan meletakkannya di pangkuannya sambil berkata, “Coba kau pikir, itu bisa dilakukan atau tidak?”

Minmin seperti biasa akan meletakkan telunjuk di pelipisnya sambil berpikir, lalu menjawab, “Aku tidak bisa. Papa bisa?”

“Nah, Papa juga tidak bisa,” sahut Chaghan. “Berarti itu apa?”

“Orang itu bohong!” jawab Minmin dengan yakin.

“Kira-kira begitu,” kata Chaghan.

Bing Huo Dao, 1346 — Bersiap Pulang Ke Zhongyuan

Krisis yang terjadi di Khanbaliq tentu saja tidak berpengaruh pada keluarga Zhang Cuishan dan Yin Soso yang hidup bersama dengan Xie Xun dan putra tunggal mereka, Zhang Wuji, di Bing Huo Dao.

Ketika sedang berkumpul bersama keluarga Zhang Cuishan, Xie Xun sering menceritakan pengalamannya di Jianghu dan memberikan banyak nasihat kepada anak angkatnya. Zhang Cuishan dan Yin Soso sambil mengenang beberapa peristiwa lama sesekali mengoreksi cerita Xie Xun untuk melindungi putra mereka dari pengaruh buruk akibat cerita itu.

Saat itu Zhang Wuji belum genap berusia sepuluh tahun, tetapi ia sudah banyak memahami masalah benar dan salah dari ajaran ketiga orang dewasa itu. Xie Xun menceritakan bahwa suatu hari ia melihat Song Yuanqiao lewat dan berniat membunuhnya, tapi kemudian membatalkannya.

Zhang Cuishan diam-diam merasa lega dan tidak berkomentar.

“Aku masih ingat malam itu seolah-olah baru kemarin terjadi. Aku duduk di kamar, di penginapan sambil memikirkan tentang Qi Shangquan3 beberapa kali. Wu Di, kau belum pernah melihat Qi Shangquan, apa kau mau melihatnya?”

Sebelum Zhang Cuishan sempat menjawab, Yin Soso buru-buru menyela, “Aku yakin itu pasti pukulan dahsyat, tenaganya tidak bisa dilawan. Dage, tadi kau belum menceritakan kenapa kau tidak jadi membunuh Song Daxia?”

Xie Xun terkekeh, lalu berkata, “Kau takut kalau kuperagakan, aku akan mencelakai suamimu, kan? Jangan kuatir, kalau aku tidak bisa mengirim dan menghentikan tenaga pukulan itu sesukaku, lalu Qi Shangquan macam apa itu?” Sambil bicara ia berdiri, lalu mendekati sebuah pohon besar. Dengan diiringi auman singa yang seperti halilintar, ia memukul batang pohon besar itu tepat di tengahnya.

Dengan kekuatannya Xie Xun pasti setidaknya sanggup membuat sebuah lubang besar di batang pohon itu, kalau bukan mematahkannya. Tak disangka ketika ia menarik tangannya kembali, pohon itu sama sekali tidak berubah, masih tetap berdiri kokoh tanpa kerusakan apa-apa. Bahkan ranting terkecil pun tidak ada yang jatuh. Yin Soso merasa kasihan melihat Xie Xun, ia berpikir, “Setelah hidup di pulau ini sembilan tahun kelihatannya kekuatan Dage sudah merosot jauh sekali, tapi itu memang tidak mengherankan. Kelihatannya dia sudah tidak pernah latihan kungfu.” Tapi karena kuatir Xie Xun akan sedih, ia masih menyoraki demonstrasi itu.

“Wu Mei,” kata Xie Xun. “Tepuk tanganmu itu kedengarannya tidak tulus. Kau pikir kemampuanku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi, kan?”

Yin Soso berkata, “Di pulau ini hanya ada kita berempat. Apa gunanya kungfu?”

Xie Xun bertanya, “Wu Di, kau bisa melihat kelebihan dari pukulanku itu?”

“Kau melakukan pukulan ini menggunakan tenaga besar. Tapi tak selembar daun pun bergetar terkena imbasnya. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu. Bahkan Wuji sanggup memukul pohon ini san menggoyahkan daun-daunnya.”

Wuji bersorak, “Ya! Aku bisa!” Ia cepat-cepat berlari ke arah pohon itu dan memukulnya. Dedaunan pun bergerak, membuat bayangannya jadi bergetar di bawah sinar bulan..

Ketika melihat kekuatan pukulan anak mereka, Zhang Cuishan dan Yin Soso sangat gembira. Keduanya memandang Xie Xun sambil menanti jawaban.

Xie Xun berkata, “Tiga hari lagi semua daun di pohon ini akan berubah jadi kuning dan kering. Setengah bulan lagi pohonnya akan mengring dan mati. Pukulanku merusak semua urat-uratnya.”

Zhang Cuishan dan Yin Soso ragu-ragu, tapi mereka tahu kata-kata Xie Xun biasanya benar, dan kalau sudah berjanji ia selalu menepatinya. Kata-katanya selalu bisa dipegang. Kali ini ia juga pasti benar.

Saat itu Xie Xun mengambil Golok Pembunuh Naga dan menghunusnya, lalu dengan sekali tebas ia membelah batang pohon itu menjadi dua. Diiringi suara keras pohon itu roboh. Xie Xun menyimpan goloknya kembali, lalu berkata, “Sekarang kalian bisa melihat kekuatan Qi Shangquan-ku?”

Zhang Cuishan sekeluarga bergegas mendekati pohon yang tumbang itu dan mengamati bagian dalamnya. Mereka segera melihat urat-urat pohon yang berfungsi sebagai pembuluh untuk mengalirkan air sebagian besar telah rusak. Ada yang bengkok, ada yang patah, ada yang hanya setengah rusak, bahkan ada yang pecah. Ini pertanda bahwa pukulan Xie Xun itu mengandung tenaga yang berlainan secara serempak. Zhang Cuishan dan Yin Soso sangat terkesan.

Zhang Cuishan berkata, “Dage, ini pertunjukan yang luar biasa.”

Xie Xun tak bisa menahan kebanggaannya, ia menjawab, “Pukulan ini mengandung tujuh4 tenaga dalam yang berlainan. Ada yang keras dan ada yang lunak, ada yang mengandung kelembutan di dalam kekerasan, dan ada yang mengandung kekerasan di dalam kelembutan, ada yang menyapu miring, ada yang menghantam secara vertikal, ada yang membuat layu. Lawan bisa saja menangkis yang pertama, tapi tidak yang kedua. Kalau yang kedua berhasil ditangkis, lalu yang ketiga bagaimana? Nama Qi Shangquan itu datangnya dari sini, karena orang bisa merusak lawan dengan tujuh cara berlainan. Wu Di, kau masih ingat waktu kau mengadu telapak tangan denganku di atas kapal? Kalau aku memakai Qi Shangquan, kau akan langsung kalah.”

Zhang Cuishan berkata, “Kau benar.”

Wuji ingin bertanya kenapa ayahnya mengadu telapak tangan dengan Xie Xun, tetapi Yin Soso buru-buru menggelengkan kepala memberinya isyarat supaya jangan bertanya lagi. Tapi Wuji tidak bisa menahan diri, “Yifu, kau bisa mengajariku Qi Shangquan ini?”

Xie Xun menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak!”

Wuji sangat kecewa, dan ingin memohon lagi. Tapi Yin Soso berkata sambil tersenyum, “Wuji, jangan bodoh. Kungfu macam ini terlalu sulit untukmu. Kecuali kalau kau punya tenaga dalam yang luar biasa, bagaimana kau bisa mempelajarinya?”

Wuji berkata, “Kalau begitu aku harus punya tenaga dalam yang luar biasa dulu, baru kemudian aku belajar.”

Xie Xun menggelengkan kepalanya, ia berkata, “Sebetulnya tidak perlu repot-repot mempelajari Qi Shangquan ini! Semua orang punya dua macam Qi5, yin dan yang, ditambah dengan bagian utama Emas-Kayu-Air-Api-Tanah. Jantungmu adalah bagian dari api, paru-paru adalah emas, ginjal adalah air, limpa adalah tanah, dan hati adalah bagian kayu. Tujuh luka kepada satu orang, atau luka tujuh orang. Sayangnya, setiap kali kita melatih ilmu ini, kita akan melukai diri kita sendiri. Tujuh luka yang dimaksud di sini artinya adalah mula-mula tujuh luka ke tubuh kita sendiri, baru kemudian tujuh luka ke lawan. Kalau aku tidak melukai urat-uratku pada saat melatih ilmu ini, maka aku tidak akan mengalami masalah kegilaan.”

Sekarang Zhang Cuishan dan Yin Soso baru mengerti kenapa Xie Xun — meskipun orang yang cerdas dan kuat — kadang-kadang bertingkah seperti orang gila.

Xie Xun melanjutkan, “Seandainya saja waktu itu tenaga dalamku sudah sampai di tingkat milik Kong Jian Dashi atau Zhang Zhenren dari Wudang, aku tidak akan sampai melukai diriku seperti ini. Sayangnya aku terlalu ingin membalas dendam saat masih muda. Aku mencuri kitab dari Kong Tong Pai. Setelah mendapatkan kitab itu, aku langsung mulai berlatih secara terburu-buru. Pada saat aku menyadari akibatnya, sudah terlambat. Seharusnya aku sejak awal menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kenapa Kong Tong Pai punya kitab yang secanggih ini, tapi mereka tidak juga bisa menguasai dunia persilatan? Tambahan lagi, aku sadar bahwa suara pukulan itu sangat dahsyat dan renyah, itu sangat berguna. Wu Mei, kau tahu kenapa aku bilang berguna?”

Yin Soso berpikir sejenak, lalu berkata, “Karena suaranya hampir sama dengan kungfu gurumu?”

Xie Xun berkata, “Kau benar. Julukan guruku adalah ‘Si Tangan Petir’6. Pukulan telapak tangannya mengandung angin dan sengatan petir, kekuatannya sulit dibayangkan. Begitu aku ketemu dia, dan memakai Qi Shangquan ini, pasti dia akan mengira ini adalah kungfu yang diajarkannya. Waktu dia menyadari kekeliruannya, akan sudah terlambat. Wu Di, jangan salahkan aku kalau aku jahat. Meskipun guruku kelihatannya biasa, tapi dia sebenarnya orang paling jahat yang bisa kau temukan di dunia ini. Kalau tidak menipunya, bagaimana aku bisa membalasnya?” Ia menghela nafas. “Aku sudah pernah memceritakan sebagian cerita itu, kan? Tapi aku masih belum menceritakan tentang Biksu Kong Jian. Malam itu aku mengingat-ingat semuanya tentang Qi Shangquan sampai tiga kali, lalu aku melompati tembok untuk mengejar Song Yuanqiao.”

“Sebelum aku mendarat di tanah, seseorang tiba-tiba menepuk bahuku dari belakang,” lanjut Xie Xun. “Aku sangat kaget, karena aku tidak menyangka ada orang sanggup melakukan hal ini tanpa setahuku. Wuji, coba pikir. Kalau dia menyerangku sekuat tenaga, dia pasti akan bisa melukai aku dengan serius. Aku mau menangkap tangannya, tapi ternyata aku tidak menemukan apa-apa. Lalu aku berpaling dan memukulnya, tapi aku hanya memukul angin. Jadi aku kembali berbalik. Saat itu bahuku lagi-lagi sitepuk dari belakang. Secara bersamaan seseorang berkata, ‘Lautan duka itu tak berujung, berpalinglah ke tepi pantai.‘”

Wuji merasa cerita itu lucu, jadi ia tertawa, lalu berkata, “Yifu, orang itu ingin main petak umpet ya?”

Zhang Cuishan dan Yin Soso tahu bahwa orang itu pasti Kong Jian Dashi.

Xie Xun continued, “At that moment, I was scared stiff. It was obvious that he could kill me any time he wants to. He spoke ‘the sea of misery is endless, turn around towards the shore’ in a time to blink an eye. Yet he spoke it in a very coherent manner, so I heard every single world clearly, in addition to his merciful, compassionate tone. But at that time, I only felt anger. So I turned around quickly, only to see a white-robed monk standing about thirteen meters from me. As I turned, he was at most two or three feet away from me. Who’d have thought that after that tap, he immediately flew backward thirteen meters. I’ve never dreamed of speed and agility like that.

“At that moment I thought of only one thing, ‘He must be a ghost, someone I killed who’s haunting me now!’ For surely no living person could have this level of lightness kung fu. Once I figured that he was a ghost, I became braver, yelled, “Look, I don’t care if you’re a phantom or a ghost. Your old man I am afraid of neither the Heaven nor the Underworld. So do you think a ghost can scare me?’ That white-robed monk put his palms together, said, ‘Mr. Xie, my name is Kong Jian.’ When I heard the words ‘Kong Jian’, I recalled the saying ‘Shaolin’s Divine Reverends, Jian-Wen-Zhi-Sheng’. As the first among the four divine reverends, no wonder his kung fu is so formidable.”

Zhang CuiShan remembered that this Reverend Kong Jian later died in his big brother’s hands, and could help but feel uneasy.

Xie Xun continued, “So I asked, ‘Are you Shaolin’s Divine Reverend Kong Jian?’ That white-robed monk answered, ‘I don’t deserve the title Divine Reverend. However, I am Shaolin’s Kong Jian.’ I said, ‘We have never met before. Why do you toy with me so?’ Kong Jian said, ‘I do not dare toy with Mr. Xie. Mr, Xie, may I ask where are you going?’ I said, ‘Where I go is none of your business.’ Kong Jian said, ‘If I guessed correctly, you are trying to kill Wu Dang’s Hero Song YuanQiao tonight, right?’

Ambil bagian ini dari Bab 6 di PDF

Footnotes

  1. Ju Ren (舉人) adalah gelar yang diberikan kepada mereka yang lulus ujian negara di tingkat Xiangshi (鄉試), yaitu ujian di tingkat propinsi yang diadakan setiap tiga tahun. Untuk lulus dari ujian ini orang harus terlebih dahulu lulus ujian untuk mendapatkan gelar Shengyuan (Ke Ju, 科举), dan dengan demikian memiliki jabatan sebagai seorang birokrat. Ujian negara ini semuanya sempat dibekukan di awal Dinasti Yuan oleh Kubilai Khan. Baru pada tahun 1315 ujian negara diselenggarakan lagi dengan sistem seleksi baru. Baca lebih lanjut…

  2. Istilah ‘Kentut Kuda’ yang dipakai Chaghan adalah Pai Ma Pi (拍马屁), yang sebenarnya ungkapan untuk sikap ‘menjilat’. Secara literal ketiga karakter tersebut berarti ‘Menembak atau menepuk kentut kuda’. Minmin kecil mengartikan istilah tersebut secara literal.

  3. Qi Shang Quan (七伤拳) adalah ilmu andalan Kongtong Pai. Xie Xun mencuri kitab yang berisi ilmu itu dan melatihnya sendiri. Ilmu ini sangat berbahaya karena orang harus melukai diri sendiri sebelum melakukan serangan maut. Arti literal tiga karakter itu adalah ‘Pukulan Tujuh Luka’.

  4. Qi (七) dalam nama Qi Shangquan artinya ‘tujuh’.

  5. Qi (气) bisa diartikan secara sederhana sebagai ‘tenaga dalam’. Dalam peristilahan ilmu bela diri Tiongkok, Qi adalah tenaga vital yang terdapat dalam diri semua makhluk hidup.

  6. Julukan Cheng Kun (成昆) adalah Hun Yuan Pi Li Shou (混元霹靂手). Di sini kita sederhanakan menjadi ‘Si Tangan Petir’. Karakter Hun Yuan (混元) itu adalah sebuah istilah yang menggambarkan mengenai keadaan jagat raya sebelum Tuhan menciptakan segala sesuatu, yang dianggap sebagai ‘Primordial Chaos’. Istilah ini sangat sulit disesuaikan dengan ‘Tangan Petir’ yang mengikutinya tanpa membuatnya menjadi kelihatan jelek dan terlalu panjang untuk disebutkan. Istilah semacam ‘Si Tangan Petir dari Jaman Awal’ sungguh tidak enak untuk disebut maupun dibaca.