Bab 14

Majikan Pulau Bunga Persik

IlustrasiNarasi
Ilustrasi Bab 14Kekuatan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga tidaklah ringan. Namun Mei Chaofeng selalu tahu sebelumnya kemana arah serangannya dan mampu menghindar dengan cepat. Beberapa langkah kemudian orang aneh itu menjentikkan tiga kerikil secara berurutan. Mei Chaofeng mengikuti suara itu dan meluncurkan tiga serangan mematikan satu demi satu.

Yang dilihatnya adalah enam orang, lima pria dan satu wanita, memasuki aula. Mereka adalah Enam Orang Aneh dari Jiangnan. Mereka menjelajah ke utara dan selatan dan pada hari itu tiba di Danau Tai, di mana mereka bertemu dengan beberapa orang Jianghu di atas perahu yang menerima mereka dengan penuh perhatian.

Mereka telah jauh dari kampung halaman mereka begitu lama sehingga mereka tidak mengetahui urusan dunia seni bela diri saat ini. Mereka tidak yakin siapa orang-orang ini, jadi Zhu Cong berbasa-basi dengan mereka. Ternyata orang-orang ini adalah Pemimpin Zhang1 dan anak buahnya dari Gui Yun Zhuang.

Mereka menerima perintah dari Lu Guanying untuk menjaga danau dan melaporkan aktivitas yang tidak biasa. Mereka tidak tahu siapa keenam orang ini, karena enam orang ini memegang senjata maka mereka cenderung menganggap enam orang itu sebagai musuh majikan mereka. Oleh karena itu, Pemimpin Zhang bertindak dengan sangat hati-hati dan menerima mereka dengan ramah kemudian mengundang mereka untuk memasuki rumah sementara pada saat yang sama mengirimkan laporan ke majikan mereka.

Di lain pihak, Guo Jing sangat gembira melihat keenam gurunya. Dengan segera ia berlutut dan menyapa mereka satu per satu, “Da Shifu, Er Shifu, San Shifu, Si Shifu, Liu Shifu, dan Qi Shifu! Kalian semua di sini! Ini benar-benar luar biasa!” Ia terlalu bersemangat, tetapi karena spontanitasnya semua orang bisa melihat kepolosan dan kegembiraannya yang tulus.

Meskipun Enam Orang Aneh sangat marah karena urusan Huang Rong, tetapi kalau bicara sejujurnya mereka sungguh sangat menyayangi dia. Mereka sangat gembira mendadak bertemu dia di sini, dan semua amarah mereka menguap ke udara.

“Nak, di mana Xiao Yaonu-mu itu?” omel Han Baoju, tidak bisa menahan diri.

Tetapi Han Xiaoying yang lebih jeli segera melihat Huang Rong yang berpakaian laki-laki sedang duduk di antara orang-orang itu. Ia cepat-cepat menarik lengan jubah Han Baoju sambil berbisik, “Kita akan bicarakan hal ini nanti. Sekarang tenang dulu!”

Mula-mula Lu Xiansheng juga mengira bahwa musuhnya sudah datang, tetapi ternyata keenam orang ini sangat asing baginya. Lebih jauh lagi, Guo Jing sudah memanggil mereka semua sebagai guru. Ia sangat lega. Sambil merangkapkan tangannya untuk memberi hormat, ia menyapa, “Aku cacat, maafkan aku tidak bisa berdiri untuk menyambut Gewei.” Ia segera memerintahkan untuk menyiapkan seperangkat meja lagi untuk menyambut tamu.

Tanpa membuang waktu lagi, Guo Jing segera memperkenalkan para gurunya. Lu Xiansheng sangat senang dan berkata, “Aku sudah lama mendengar nama-nama kalian yang terkenal, dan sungguh beruntung hari ini bisa ketemu langsung.” Sikapnya sangat ramah.

Di sisi lain, Qiu Qianren tidak menunjukkan ketertarikan kepada keenam tamu itu, ia hanya tersenyum tipis dan terus mengunyah makanan dan minum araknya.

Han Baoju sangat kesal melihat sikap ini dan tidak dapat menahan diri. “Dan siapa orang ini?” tanyanya dengan nada tajam.

“Dengan senang hati aku memperkenalkan kepada kalian, Enam Guru,” kata Lu Xiansheng dengan bangga. “Dia adalah seorang senior Wulin yang sangat dihormati, Taishan2, boleh dibilang adalah ujung tombak di jaman sekarang ini .”

Enam Orang Aneh terkejut. “Dia pemilik Pulau Bunga Persik Huang Yaoshi?” tanya Han Xiaoying. “Mungkinkah dia Dewa Pengemis Sembilan Jari3 Hong Qigong?” tanya Han Baoju.

Lu Xiansheng tersenyum dan menjelaskan, “Bukan, bukan salah satu dari keduanya. Dia dikenal sebagai Telapak Besi Mengapung Di Air4, Qiu Qianbei.”

“Dia Qiu Qianren Qianbei?” seru Ke Zhen’E kaget.

Qiu Qianren tertawa terbahak-bahak dengan muka sombong.

Saat itu para pelayan sudah selesai menyiapkan meja untuk keenam tamu baru. Guo Jing ingin duduk bersama dengan para gurunya. Ia menarik lengan jubah Huang Rong untuk pindah ke situ bersamanya, tetapi Huang Rong hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia tidak ingin duduk bersama dengan Enam Orang Aneh.

Lu Xiansheng tertawa dan berkata, “Aku kira Saudara Guo tidak mengerti ilmu silat, tidak tahunya murid dari para guru terkenal. Aku sungguh buta dan tidak bisa mengenali harta terpendam di hadapanku…”

Guo Jing bangkit berdiri, “Kemampuanku biasa saja. Aku memang diajar oleh para guru ini. Aku sungguh tidak berani pamer di hadapan Lu Xiansheng. Aku minta maaf.”

Ke Zhen’E sangat senang mendengar pembicaraan itu. Ia bangga bahwa Guo Jing ternyata berkelakuan baik.

Qiu Qianren tiba-tiba berkata, “Jiangnan Qi Guai5 adalah orang-orang terkenal di Jianghu. Orang tua ini punya urusan yang sangat penting. Sangat luar biasa kalau bisa mendapat bantuan dari kalian semua.”

“Qiu Qianbei baru saja akan menceritakan rencananya waktu keenam Shifu muncul,” kata Lu Xiansheng menjelaskan. “Sekarang silakan Qiu Qianbei melanjutkan.”

Qiu Qianren mengiyakan dan berkata, “Bagi kita para petualang dunia Jianghu, tujuan akhir dari keberadaan kita adalah menjadi seorang ksatria dan membantu orang-orang yang menderita. Saat ini kita melihat dengan mata kepala sendiri pasukan Jin bergerak ke Selatan. Jika Dinasti Song kita tidak dapat membedakan yang baik dari yang buruk dan tidak mau menyerah, ketika perang pecah, aku bertanya-tanya berapa banyak orang tidak berdosa yang akan binasa? Seperti kata pepatah, ‘shun tian zhe chang, ni tian zhe wang’6. Oleh karena itu, orang tua ini akan melakukan kontak dengan orang-orang pemberani di Selatan dan mengangkat senjata bersama tentara Jin dan menyerang Dinasti Song dari kedua sisi. Ini akan membuatnya tidak berdaya dan karenanya tidak punya pilihan selain menyerah. Jika kita berhasil, kita tidak hanya akan mendapatkan kekayaan dan kehormatan, tetapi juga rasa terima kasih dari rakyat. Dengan begitu keterampilan seni bela diri kita tidak sia-sia dan kita tidak menodai dua karakter Xia Yi dengan aib.”

Mendengar hal ini, air muka Keenam Orang Aneh berubah, dan Han bersaudara sudah siap untuk membuka mulut. Untungnya Quan Jinfa — yang duduk di antara keduanya — buru-buru menarik jubah mereka dan memberi isyarat dengan pandangan matanya ke arah tuan rumah, mengingatkan bahwa mereka harus menunggu reaksi tuan rumah sebelum bertiindak.

Sejauh ini Lu Xiansheng sangat mengagumi Qiu Qianren, tetapi setelah mendengarkan pidatonya barusan, ia tidak dapat menahan keterkejutannya yang luar biasa. Ia memaksakan senyum dan berkata, “Meskipun wanbei tidak berharga dan tubuhku tidak berharga seperti rumput, aku tidak pernah berani melupakan zhong yi. Tentara Jin pergi ke selatan untuk menyerang negaraku dan mereka bermaksud mencelakai rakyat. Wanbei pasti akan bergabung dengan pahlawan Jiangnan lainnya untuk melawan penjajah sampai mati. Qianbei, apakah maksudnya mau menguji aku?”

“Saudara Lu, bagaimana kau bisa begitu picik?” tanya Qiu Qianren. “Apa gunanya membantu Song melawan Jin? Kemungkinan besar kau akan berakhir seperti Yue Wu Mu, yang mengalami kematian tragis di Feng Bo Ting.”

Mendengar ini Lu Xiansheng kaget dan sekaligus marah. Awalnya ia ingin minta bantuan Qiu Qianren untuk menghadapi Sepasang Iblis. Siapa sangka bahwa orang itu memutuskan untuk mengkhianati negaranya sendiri? Tidak ada gunanya memiliki kungfu yang tinggi jika orang tersebut punya karakter yang begitu rendah dan tidak tahu malu. Ia mengebaskan lengan bajunya dan berkata, “Wanbei menghadapi musuh yang tangguh malam ini. Wanbei sebetulnya bermaksud minta Qianbei untuk menegakkan keadilan, tetapi karena kita tidak menganut nilai-nilai yang sama, Wanbei tidak berani menerima kehadiran Qianbei yang terhormat bahkan jika darah harus tercurah dari leher Wanbei. Silakan!” Ia merangkapkan tangannya. Niatnya jelas, ia tidak ingin tamu itu tinggal lebih lama lagi.

Enam Orang Aneh dari Jiangnan, bersama dengan Guo Jing dan Huang Rong sangat senang, dan diam-diam sangat mengagumi sikap Lu Xiansheng.

Qiu Qianren tersenyum tetapi tidak mengatakan apa-apa. Saat tangan kirinya mencengkeram cawan arak, tangan kanannya bergerak ke arah bibir cawan, memutar cawan di tangannya. Tiba-tiba ia membalik tangan kanannya dan menjentikkan cawan itu. Yang mengejutkan semua orang, cawan itu terpotong dengan halus menjadi dua bagian. Bagian bawah cawan dan cincin porselen sekitar setengah inci. Menghancurkan cawan tidak sulit, tetapi memotong cawan dengan mulus adalah demonstrasi tenaga dalam yang luar biasa.

Lu Xiansheng tahu bahwa ia digertak. Ketika ia masih ragu-ragu, Si Dewa Kuda, Han Baoju, sudah melompat dari kursinya. Dengan marah ia berseru, “Bajingan tak tahu malu, ayo kita lihat siapa yang lebih unggul!”

Qiu Qianren tidak goyah. “Aku sudah lama mendengar tentang reputasi Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan. Hari ini aku ingin melihat apa semua itu benar. Kalian berenam, ayo maju!”

Lu Xiansheng tahu bahwa Han Baoju bukan tandingan Qiu Qianren. Ia senang sekali ketika mendengar Qiu Qianren menantang semuanya sekaligus. Ia buru-buru berkata, “Enam Orang Aneh dari Jiangnan selalu maju bersama, entah menghadapi satu lawan tangguh atau pasukan berkuda. Tak seorang pun ingin ketinggalan.”

Zhu Cong mengerti betul niat Lu Xiansheng. “Baik,” katanya, “mari kita lima bersaudara melawan pendekar Wulin yang terkenal ini!” Ia melambaikan tangannya dan kelima saudaranya segera meninggalkan tempat duduk mereka.

Qiu Qianren juga berdiri, mengangkat kursinya, berjalan ke tengah aula, meletakkan kursi, dan duduk dengan kaki kanan di atas kaki kirinya. Ia dengan tenang berkata, “Orang tua ini akan melawanmu sambil duduk.” Ke Zhen’E dan yang lainnya terkejut. Ia tahu bahwa kakek tua itu tidak akan berani bertindak begitu sombong jika tidak memiliki kungfu yang sangat tinggi.

Sementara enam gurunya belum bergerak, Guo Jing dengan cepat bergerak maju. Ia sudah mendengar cerita yang hebat tentang kungfu orang tua ini dan tahu bahwa gurunya bukan tandingan orang tua ini. Ia menerima kebaikan gurunya dan meskipun tahu risikonya, ia melangkah di depan gurunya dan dengan berani berkata, “Wanbei meminta beberapa pelajaran dari Qianbei.”

Qiu Qianren terkejut, lalu tertawa terbahak-bahak. “Tidak mudah bagi orang tuamu untuk membesarkanmu. Mengapa kau menyia-nyiakan hidupmu yang tidak berguna itu di tempat ini?”

Hampir serempak, Ke Zhen’E dan yang lain berseru, “Jing’er, mundur!”

Tapi Guo Jing sudah bertekad. Ia takut guru-gurunya akan menahannya, jadi tanpa berkata apa-apa ia menekuk kaki kirinya sedikit, menggerakkan telapak tangan kanannya dengan gerakan melingkar, lalu mendorongnya ke depan, dengan keras. Itu adalah jurus Kang Long You Hui dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga ajaran Hong Qigong, dilatihnya dengan keras tanpa henti hingga hari ini. Tidak bisa dibandingkan dengan ketika Hong Qigong pertama kali mengajarkannya kepadanya.

Qiu Qianren menilai kungfu Han Baoju ketika ia melompat dari kursinya. Itu tidak luar biasa, jadi wajar jika dia berpikir murid Han Baoju juga tidak istimewa. Di luar perkiraannya, serangan Guo Jing akan sangat hebat. Ia terkejut dan buru-buru melompat dari kursinya dan untuk mendengar suara retakan yang keras. Kursinya telah dihancurkan oleh telapak tangan Guo Jing.

“Bocah keparat!” omelnya dengan marah ketika mendarat kembali di lantai.

Guo Jing agak was-was, ia tidak berani maju. “Qianbei, tolong beri petunjuk,” katanya dengan sopan.

Huang Rong ingin mengganggu konsentrasi Qiu Qianren, maka ia berteriak, “Jing Gege, tidak usah bersopan-santun dengan bajingan tua ini!”

Orang tua itu murka! Selama menjelajahi Jianghu, siapa yang berani memanggilnya ‘bajingan tua’ di depan hidungnya? Ia hendak mendorong telapak tangannya untuk menyerangnya, tapi tiba-tiba teringat reputasinya sendiri. Ia mencibir dan mengangkat tangan kanannya dan meletakkan tangan kirinya di alisnya. Kemudian tepat ketika Guo Jing melesat ke samping untuk menangkis, mengarahkan tangannya untuk membuat cakar lalu menariknya kembali. Tangan di alisnya bergerak maju dalam gerakan melingkar. Tangan kanannya mengikuti, berubah dari kepalan menjadi telapak tangan.

Huang Rong berseru, “Apa sih istimewanya gerakan itu? Itu kan Angsa Liar Kesepian Minggat Dari Kelompoknya7, yang diambil dari Teknik Enam Jurus Telapak Tangan Terbuka8!”

Qiu Qianren terkejut bahwa dia mengenali gerakan itu. Itu memang Teknik Enam Jurus Telapak Tangan Terbuka, yang disusun berdasarkan Teknik Lima Elemen Lengan Terbuka9. Itu bukan gerakan yang luar biasa, tetapi ia telah menyempurnakan gerakan ini selama beberapa dekade. Kata ‘buka’ di sini sebenarnya berarti bahwa lengan kanan dan kirinya bisa dipertukarkan. Guo Jing melihat tangan kanannya bergerak cepat, sementara tangan kirinya bergerak ke kanan, lalu tangan kanannya mundur, dan menopang tangan kiri. Kedua tangan saling menopang, menambah kekuatan kedua tangan, membuat serangan ini menjadi berbahaya.

Guo Jing sudah melihat tenaganya yang luar biasa dan ia kurang pengalaman dalam pertarungan. Ia agak gugup dan tidak berani melakukan serangan balik. Ia terus melangkah mundur.

Qiu Qianren berpikir, “Anak ini bisa menghancurkan kursi karena tenaganya, tapi sebenarnya kungfunya biasa saja.” Ia segera melancarkan beberapa jurus, Chuan Zhang Shan Pi, Liao Yin Zhang, Kua Hu Deng Shan, makin lama makin kuat.

Huang Rong merasa cemas melihat Guo Jing semakin terdesak. Ia bergerak mendekat dengan tujuan untuk membantu seandainya Guo Jing dalam bahaya.

Ketika Guo Jing melihat Huang Rong mendekat dan terlihat cemas, ia jadi makin gugup. Qiu Qianren melihat hal ini, dan tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia segera menyerang dengan Ular Putih Memuntahkan Tanda, telapak tangannya mengenai dada Guo Jing dengan telak.

Huang Rong dan Keenam Orang Aneh, dan juga Lu Xiansheng dan putranya, semuanya sangat terperanjat dan menjerit ngeri. Mereka berpikir, dengan tenaga dalam Qiu Qianren yang begitu kuat, dan dengan telak mendarat di titik yang sangat vital, Guo Jing pasti akan tewas, atau setidaknya terluka parah.

Guo Jing juga terkejut, maka ia segera menyalurkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuh, dan mengangkat kedua lengannya. Tetapi anehnya ia tidak merasa terlalu sakit, yang mana membuatnya sangat heran. Huang Rong melihat tatapan kosongnya, dan mengira bahwa Guo Jing terluka dalam sangat parah, sehingga hampir pingsan. Ia segera melompat ke depan untuk memapahnya dan bertanya, “Jing Gege, kau tidak apa-apa?” Hatinya sangat tergetar, sampai-sampai air mata turun tanpa bisa dicegah dari matanya.

Jawaban Guo Jing sungguh tak terduga, “Aku tidak apa-apa, biar kucoba lagi!” Ia membusungkan dada, lalu melangkah ke arah Qiu Qianren dan berkata dengan lantang dan berani, “Kau kan Telapak Besi Mengapung Di Air, coba pukul aku lagi!”

Qiu Qianren sangat marah, ia segera melontarkan pukulan telapak tangan berikutnya di dada Guo Jing dengan sepenuh tanaganya. Tapi bukannya pingsan, Guo Jing malah tertawa terbahak-bahak dan berteriak, “Shifu! Rong’er! Kungfu bajingan tua ini biasa saja. Selama dia tidak memukulku, rahasianya aman, tapi begitu dia memukulku, rahasianya terbongkar!” Kata-katanya diikuti dengan sapuan lengan kirinya, memaksa Qiu Qianren mundur. “Sekarang kau bisa merasakan telapak tanganku!” serunya.

Qiu Qianren melihat gerakannya dan berpikir, “Kau bilang ‘telapak tangan’, tetapi ternyata kepalan, kau kira aku buta?” Ia terlalu meremehkan serangan Guo Jing dan hanya memblokir tinju dengan kedua tangan di depan dadanya. Siapa sangka Guo Jing ternyata menggunakan jurus Long Zhan Yu Ye yang merupakan jurus paling misterius dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga. Kedua lengan kiri dan kanan bisa padat atau kosong tanpa aturan khusus.

Qiu Qianren melihat lengan kiri Guo Jing bergerak sementara lengan kanannya terkulai, tiba-tiba lengan kanan mendorong ke depan dan memukul bahu kanan Qiu Qianren, diikuti dengan pukulan ke dadanya. Tubuh Qiu Qianren terbang keluar dari aula melalui pintu masuk utama seperti layang-layang putus talinya!

Saat semua orang berteriak kaget, seseorang tiba-tiba muncul di pintu masuk. Ia mencengkeram kerah baju Qiu Qianren sambil memasuki aula utama dengan langkah lebar. Ia meletakkan Qiu Qianren di lantai dan berdiri dengan tenang di tengah aula. Wajahnya dingin dan tanpa ekspresi dan rambut panjangnya tergerai di bahunya. Ia melihat ke atas. Itu tidak lain adalah Si Mayat Besi, Mei Chaofeng. Jantung mereka berdetak kencang.

Di belakangnya ada orang lain yang tidak kalah anehnya dengan Mei Chaofeng. Orang itu tinggi dan agak kurus dan mengenakan jubah hijau tua. Wajahnya pucat dan tanpa ekspresi. Selain matanya, sisa wajahnya tampak membeku seperti patung kayu. Ia berdiri diam dan kaku seperti mayat yang berdiri. Begitu semua orang melihat orang ini, hawa dingin merayap di punggung mereka. Mereka segera mengalihkan pandangan mereka dari orang ini, tidak berani melihat wajahnya lagi dengan jantung mereka berdebar lebih kencang.

Lu Xiansheng bingung. Ia tidak mengira bahwa Qiu Qianren yang terkenal di dunia persilatan akan runtuh secara tak terduga pada serangan pertama lawannya. Ia hendak tersenyum, tetapi ketika melihat kedatangan Mei Chaofeng senyumnya membeku.

Wanyan Kang jadi bersemangat ketika melihat gurunya. Ia segera melangkah maju untuk memberi hormat. Semua orang dapat melihat bahwa keduanya, guru dan murid ini, sebenarnya memiliki penampilan yang mirip dan tidak dapat menahan keheranan mereka.

Lu Xiansheng merangkapkan tangannya dan berkata, “Mei Shijie, sudah dua puluh tahun lamanya tidak bertemu, dan akhirnya kita bertemu di sini. Bagaimana kabar Chen Shige?”

Enam Orang Aneh saling bertukar pandang dengan Guo Jing. Mereka dengan jelas mendengar Lu Xiansheng memanggilnya Shijie dan merasa kecewa. Ke Zhen’E kesal. “Kita masuk jebakan hari ini,” katanya. “Mei Chaofeng sendirian sudah sulit dihadapi, sekarang dia punya Shidi!”

Huang Rong di sisi lain diam-diam menganggukkan kepalanya. “Kungfu dan pengetahuan sastra orang ini, dan tingkah laku, juga cara berbicaranya secara umum mirip dengan ayah. Aku sudah curiga dia pasti punya hubungan tertentu dengan kami. Tapi siapa sangka dia adalah murid ayah.”

Mei Chaofeng menjawab dengan dingin, “Apa yang bicara ini adik seperguruanku Lu Chengfeng?”

“Iya,” kata Lu Xiansheng. “Shijie baik-baik saja selama kita tidak bertemu?”

“Untuk apa kau bertanya?” jawab Mei Chaofeng. “Kedua mataku buta. Kau tidak melihatnya? Kakak seperguruanmu Xuanfeng sudah tewas dibunuh orang sejak lama. Itu harapanmu, kan?”

Lu Chengfeng senang dan sekaligus terkejut. Sepasang Iblis Angin Gelap telah menjelajahi Jianghu dan menjungkirbalikkannya, bagaimana mungkin Tong Shi10 dibunuh? Tapi ia juga lega karena musuhnya berkurang satu, dan terlebih lagi, yang tertinggal buta. Namun ia mengingat masa lalu mereka bersama di Pulau Bunga Persik dan merasa sedih. “Siapa yang membunuh Chen Shige?” ia menghela nafas dan bertanya. “Apa Mei Shijie sudah balas dendam?”

“Aku sudah mencari mereka kemana-mana,” kata Mei Chaofeng.

“Biar Shidi membantumu,” kata Lu Xiansheng, yang ternyata bernama Lu Chengfeng. “Setelah itu baru kita bicarakan urusan pribadi kita.”

“Hmmm!” Mei Chaofeng mendengus.

“Mei Chaofeng!” seru Han Baoju yang tak bisa menahan diri lagi. Ia menggebrak meja dan berkata, “Musuh bebuyutanmu semuanya ada di sini!”

Ia bermaksud menerjang, tetapi Quan Jinfa buru-buru menariknya. Di pihak lain, Mei Chaofeng sangat terkejut, “Kau… kau…?” ia tergagap.

Saat itu Qiu Qianren yang dari tadi terdiam karena dadanya sakit akibat pukulan Guo Jing, merasakan sakitnya mereda. Ia membuka mulutnya untuk berkata, “Kau ngomong soal balas dendam? Buat apa, gurumu sendiri tewas dan kau tidak tahu? Pendekar macam apa kau ini?”

“Kau bilang apa?” Mei Chaofeng hampir menjerit saking kagetnya. Ia meremas tangan Qiu Qianren begitu kuatnya, sampai orang itu menjerit-jerit kesakitan, “Lepaskan… lepaskan!”

Mei Chaofeng mengabaikan keluh-kesahnya. “Tadi kau bilang apa?” ulangnya.

“Pemilik Pulau Persik tewas dibunuh!” jawab Qiu Qianren.

Lu Chengfeng terperanjat, “Apa benar begitu?” tanyanya.

“Kenapa tidak benar?” balas Qiu Qianren. “Dia dikepung dan akhirnya tewas dibunuh oleh Tujuh Pendekar dari Quanzhen, murid-murid Wang Chongyang!”

Sebelum ia selesai berbicara, Mei Chaofeng dan Lu Chengfeng berteriak nyaring. Dengan suara keras Huang Rong jatuh ke belakang dari kursinya — tak sadarkan diri. Yang lain awalnya tidak percaya bahwa dengan kungfunya yang tinggi, Huang Yaoshi akan dengan mudah dibunuh oleh siapa pun. Tetapi karena itu adalah Tujuh Pendekar Quanzhen, mereka mau tidak mau mempercayainya. Mereka tahu betul kekuatan gabungan dari Ma Yu, Qiu Chuji, Wang Chuyi dan yang lainnya akan sulit dikalahkan oleh Huang Yaoshi.

Guo Jing panik, ia memeluk Huang Rong yang terlihat pucat seperti mayat, dan berteriak, “Rong’er, Rong’er…! Bangun!” Ia melihat pernapasan Huang Rong tidak teratur dan mukanya sangat pucat, ia makin panik. “Shifu, shifu…! Tolong!”

Zhu Cong segera mendekat dan menaruh tangannya di bawah hidung Huang Rong. “Jangan kuatir,” katanya. “Dia hanya kaget, dia tidak akan mati.” Lalu ia mengurut jalan darah ‘Lao Gong Xue’ Huang Rong sambil menyalurkan tenaga dalamnya.

Huang Rong pelan-pelan tersadar, ia berteriak-teriak, “Ayah, ayah! Aku mau ketemu ayahku!” ia menangis.

Lu Chengfeng terkejut, tetapi ia segera sadar. “Ternyata dia anak Shifu. Tidak heran dia tahu tentang Jiu Hua Yulu Wan.” Ia menghapus air matanya, dan berseru, “Shimei, ayo kita kejar pendeta-pendeta Quanzhen keparat itu! Mei Chaofeng… kau mau ikut apa tidak? Kalau kau tidak mau, biar aku melawanmu sampai mati hari ini! Gara-gara ulahmu Shifu menemui nasibnya sekarang!”

Lu Guanying tahu bahwa ayahnya terlalu sedih untuk bicara dengan masuk akal. Ia segera memapahnya dan menghiburnya, “Ayah, jangan sedih. Kita harus mempertimbangkan urusan ini lebih jauh.”

Lu Chengfeng mengabaikan anaknya dan berteriak, “Mei Chaofeng! Kau iblis! Kau membuatku celaka! Kau melarikan diri dengan pacarmu, aku bisa mengerti, tapi untuk apa kalian mencuri Jiu Yin Zhen Jing juga? Dalam kemarahannya Shifu menghancurkan persendian kaki kami berempat. Bukan hanya itu, Shifu juga mengusir kami dari Pulau Persik. Aku masih berharap Shifu akan berubah pikiran, dan mengasihani kami yang tidak ikut berbuat dosa sehingga harus dihukum seperti ini. Tapi sekarang Shifu sudah meninggal, harapanku hancur…”

“Aku selalu berpikir kau ini tidak punya tulang,” omel Mei Chaofeng. “Dan sampai sekarang kau tetap tidak punya tulang! Tiga-empat kali kau memimpin begitu banyak orang untuk melawan kami, suami-istri, dan memaksa kami sampai kami tak punya perlindungan, kami harus lari untuk menyelamatkan diri, dan berakhir menderita di padang rumput Mongolia! Sekarang kau tidak punya cukup keberanian untuk membalas dendam Shifu, tapi terus-terusan merengek soal perhitungan dendam lama denganku. Menurutku seharusnya kita pergi mencari tujuh keparat itu! Kalau kau tidak bisa berjalan, aku akan menggendongmu!”

Sampai saat ini Huang Rong masih meratap, “Ayah… ayah… aku ingin ketemu ayah!”

Zhu Cong menengahi, “Mari kita tanya urusan ini lebih langsung,” katanya, sambil mendekati Qiu Qianren. Ia mengebaskan debu dari baju Qiu Qianren dan berkata dengan penuh penyesalan, “Muridku masih muda dan tidak mengerti, dia sudah menyinggungmu, dia sungguh tidak menghormati orang yang lebih tua.”

Qiu Qianren marah, “Aku sudah tua, mataku tidak jelas, aku terpeleset. Ayo kita duel lagi!”

Zhu Cong menepuk bahunya dan menarik tangan kirinya dengan lembut, lalu tersenyum membujuk. “Qianbei seorang ahli, tidak perlu berkelahi dengan dia.” Segera setelah mereka tiba di meja tamu, Zhu Cong mengambil cawan arak dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menutup bibir cawan. Lalu ia memutarnya, seperti yang tadi dilakukan oleh Qiu Qianren, dan membalikkan cawan itu di atas meja. Dengan suara berdenting cawan itu jatuh ke meja, dan terbelah menjadi dua bagian. Bagian bawah cawan dan sekitar setengah inci lingkaran porselen bibir cawan. Tepat seperti yang tadi diperagakan oleh Qiu Qianren. Semua orang tercengang.

Zho Cong tersenyum dan berkata, “Ilmu Qianbei memang luar biasa, Wanbei mencurinya dari Qianbei. Tolong maafkan kelancanganku, dan terima kasih untuk petunjuknya.”

Air muka Qiu Qianren berubah. Sekarang semua orang tahu bahwa pasti ada semacam tipuan di sini, tapi tak seorang pun tahu apa yang terjadi.

“Jing’er, coba sini sebentar!” panggil Zhu Cong. “Biar kuajari satu tipuan, lain kali bisa kau pakai untuk menipu orang lain!”

Guo Jing mendekat, dan Zhu Cong menunjukkan cincin di jari tengah tangan kirinya. “Ini milik Qiu Qianbei. Aku meminjamnya dari dia beberapa menit yang lalu. Coba kau pakai.” Ia melepas cincin itu dan memberikannya kepada Guo Jing.

Qiu Qianren kaget, lalu marah-marah. Ia tidak mengerti bagaimana caranya cincin itu bisa pindah ke jari Zhu Cong. Sementara itu Guo Jing sudah memakai cincin itu. Zhu Cong menjelaskan, “Di dalam cincin ini ada sepotong berlian, benda paling keras di muka bumi ini. Taruh ujung berlian itu di bibir cawan, lalu putar cawannya dengan tangan kananmu.”

Guo Jing melakukan seperti yang disuruh Zhu Cong. Sekarang Lu Guanying dan yang lain mulai mengerti apa yang terjadi. Mereka tidak bisa menahan senyum dan bergumam sendiri di antara mereka. Guo Jing memutar cawan itu dengan tangan kanannya, dan seperti yang bisa diduga, cawan itu terbelah menjadi dua. Kalau orang mengamatinya dengan cermat, sebetulnya berlian itu meninggalkan tanda yang cukup dalam di atas porselen. Itu jelas sekali bukan karena tenaga dalam tingkat tinggi.

Huang Rong merasa terhibur, ia tersenyum di sela-sela air matanya, lalu ingatan akan ayahnya kembali, dan ia menangis lagi.

“Jangan menangis, Guniang”, Zhu Cong menghiburnya, “Qiu Qianbei ini suka menipu orang dan kata-katanya belum tentu benar.” Huang Rong bingung dan ia menatap Zhu Cong dengan tatapan bertanya.

“Kungfu ayahmu sangat hebat, mana mungkin dia bisa dibunuh orang semudah itu?” Kata Zhu Cong sambil tersenyum. “Juga Tujuh Pendekar Quanzhen adalah orang-orang terhormat dan mereka tidak punya dendam dengan ayahmu. Mengapa mereka membunuhnya tanpa alasan?”

“Mungkin itu gara-gara Qiu Chuji dan Niu Bi lainnya, Paman Guru mereka, Zhou Botong,” tebak Huang Rong.

“Ada apa dengan dia?” tanya Zhu Cong.

“Kau tidak akan mengerti,” kata Huang Rong, menangis lagi. Bahkan dengan kecerdasannya, ia tidak begitu yakin apa yang sebenarnya terjadi. Pertama-tama, itu ada hubungannya dengan ibunya dan Huang Yaoshi tidak mau terlalu banyak bicara tentang hal itu. Kedua, urusan antara ayahnya dan Zhou Botong lebih rumit daripada yang bisa dipahami oleh pikirannya yang masih kekanak-kanakan. Ia tidak ingin percaya bahwa Tujuh Pendekar Quanzhen akan menyerang ayahnya, tetapi kenyataannya adalah ia tidak pasti.

“Apa pun juga itu, menurutku omongan si tua ini agak bau,” kata Zhu Cong.

“Maksudmu dia hanya… hanya…” gumam Huang Rong, tergagap.

“Ya, dia hanya sekedar kentut!” kata Zhu Cong sambil tertawa. Di kantongnya ada begini banyak barang-barang aneh, coba tebak dia mau apa.” Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan benda-benda yang kemudian diletakkannya di atas meja. Di antaranya adalah dua batu bata, beberapa helai rumput, potongan kain untuk menyalakan api, sebilah belati untuk urusan yang sama, dan batu pemantik api. Huang Rong mengambil salah satu dari batu itu, dan ketika ia mengeraskan pegangannya ternyata batu bata itu lembek. Ia mencengkeramnya lebih kuat, dan batu itu langsung hancur menjadi bubuk. Setelah mendengar uraian Zhu Cong, kesedihannya jauh berkurang. Mukanya mulai dihiasi senyum, memamerkan kedua lesung pipitnya. “Jadi batu ini terbuat dari tepung roti, dipakainya untuk memamerkan tenaga dalamnya yang kuat sebelum ini.”

Muka Qiu Qianren berubah dari pucat menjadi merah, lalu pucat lagi. Ia sangat malu. Pikirnya kabar tentang kematian Huang Yaoshi akan mengalihkan perhatian semua orang, dan ia sendiri bisa mencuri kesempatan untuk kabur. Tak disangka akal bulusnya terbongkar oleh Zhu Cong. Ia mengebaskan jubahnya dan berbalik untuk pergi, tetapi Mei Chaofeng mengulurkan tangan ke belakang dan menangkapnya, lalu melemparkannya ke lantai.

“Kau bilang guruku tewas, kau bicara jujur atau ngawur?” bentak Mei Chaofeng. Qiu Qianren sedang merasa sangat kesakitan untuk bicara, ia hanya bisa merintih.

Huang Rong melihat bahwa rumput-rumput itu setengah terbakar, dan menyadari apa yang sebelumnya terjadi. “Er Shifu, coba kau nyalakan rumput ini, taruh di dalam jubahmu, lalu kau menarik dan menghembuskan napas dalam-dalam.”

Keenam Orang Aneh itu mula-mula punya masalah dengan Huang Rong, tapi akal bulus Qiu Qianren berhasil menyatukan mereka karena punya musuh yang sama. Zhu Cong dengan senang hati menurutinya. Sebetulnya ia menyukai otak encer dan sifat eksentrik anak itu, dan sekarang anak itu memanggilnya ‘Er Shifu’, ia jadi lebih menyukainya. Ia melakukan apa yang diminta, dan ketika melakukannya ia bahkan memejamkan matanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan serius.

Huang Rong bertepuk tangan kegirangan. “Jing Gege!” katanya sambil tertawa. “Bukankah tadi kita melihat kakek ini berlatih tenaga dalam dengan cara begini?” Ia berjalan ke samping Qiu Qianren dan berkata, “Berdiri!” Ia menariknya bangkit sambil menotok titik ‘Shen Dao’ yang terletak di bawah ruas kelima di punggungnya dengan tangan kiri, menggunakan teknik Lan Hua Fu Xue Shou11. Ia berseru dengan lantang, “Coba bilang, apa ayahku tewas? Kalau berani bilang dia tewas, aku akan membunuhmu!” Dengan sekali membalikkan tangan ia menaruh lempengan besi berbentuk kupu-kupu di dada Qiu Qianren.

Semua orang merasa geli mendengar ancamannya. Ia mendesak Qiu Qianren untuk mengatakan kebenaran, tetapi ia juga tidak mau orang itu mengatakan bahwa ayahnya tewas.

Qiu Qianren sedang merintih kesakitan dan sekarang juga mulai merasa gatal-gatal. “Rasanya dia belum mati, aku tidak tahu pasti…” katanya, gemetar.

Muka Huang Rong berseri-seri. “Bagus sekali!” katanya. “Aku akan mengampunimu.” Ia menepuk titik darah Que Pen Qiu Qianren untuk mengurangi penderitaannya.

Lu Chengfeng berpikir, “Pertanyaan Shimei hanya sepihak dan benar-benar melenceng.” Jadi ia bertanya, “Kau mengatakan Shifu dibunuh oleh Tujuh Pendekar Quanzhen, kau melihatnya dengan mata kepala sendiri, atau hanya mendengarnya dari orang lain?”

“Aku dengar dari orang lain,” jawab Qiu Qianren.

“Dari siapa?” kejar Lu Chengfeng.

Qiu Qianren ragu-ragu, tapi kemudian menjawab, “Dari Hong Qigong.”

“Kapan dia bilang begitu?” tanya Huang Rong.

“Kira-kira sebulan yang lalu,” kata Qiu Qianren.

“Di mana kalian bertemu?” tanya Huang Rong lagi.

“Di kaki Gunung Tai,” kata Qiu Qianren. “Kami bertarung dan dia kalah. Dia tak sengaja mengatakannya.”

Huang Rong kegirangan, ia melompat-lompat seperti anak kecil. Tangan kirinya menarik baju kakek itu, dan tangan kanannya menjambak sebagian jenggotnya. Ia cekikikan dan berkata, “Hong Qigong kalah dari bajingan tua ini? Yang benar saja! Mei Shijie, Lu Shige, kalian jangan percaya! Dia hanya… hanya…” sebagai anak perempuan ia merasa tidak enak meneruskan omongan itu.

Zhu Cong yang meneruskannya, “Dia hanya kentut!” lalu menutup mulutnya sambil tertawa.

Huang Rong melanjutkan, “Sebulan yang lalu, Hong Qigong sedang bersama aku dan Jing Gege! Jing Gege, coba hajar dia sekali lagi!”

Qiu Qianren sangat ketakutan, ia berbalik untuk melarikan diri, tapi Mei Chaofeng menghalangi di pintu keluar. Ia berbalik lagi, tapi kali ini Lu Guanying yang menghalangi jalannya. Ia buru-buru mendorong sekuat tenaga sampai Guanying terhuyung dan jatuh. Meskipun Qiu Qianren terkenal dengan cara menipu orang, tapi ia tetap memiliki kungfu sungguhan, kalau tidak, mana berani ia sembarangan menantang Enam Orang Aneh dan Guo Jing. Lu Guanying sudah pasti bukan tandingannya.

Huang Rong melompat untuk menghalangi jalannya. “Kau berjalan sambil membawa guci besi di kepalamu, bagaimana caramu melakukannya?” tanyanya.

“Itulah kehebatanku, julukanku kan ‘Telapak Besi Mengapung Di Air’, itu memang Mengapung Di Air,” kata Qiu Qianren.

“Kau masih mau membual?” kata Huang Rong sambil tersenyum. “Mau terus-terang apa tidak?”

“Aku sudah tua. Kungfuku tidak lagi sebagus dulu,” kata Qiu Qianren. “Tapi ilmu meringankan tubuhku sudah dilatih hingga mencapai tingkat sempurna!”

“Bagus sekali,” kata Huang Rong. “Di halaman depan ada wadah ikan mas besar, kenapa kau tidak memamerkan ilmu itu — Mengambang Di Atas Air — sebentar saja, biar kami semua bisa mengaguminya. Keluar dari aula ini, belok kiri, di bawah pohon Gui Hua yang harum.”

“Bagaimana bisa latihan di dalam wadah ikan…?” gumam Qiu Qianren. Ia belum menyelesaikan kalimatnya ketika sebuah bayangan terang berkelebat di hadapannya, dan tanpa sadar kakinya sudah ditangkap, ia tergantung jungkir-balik dengan kepala di bawah.

“Ajalmu sudah di depan mata, masih juga membual!” teriak Mei Chaofeng. Cambuk Naga Peraknya12 meliuk-liuk di udara dan mengantarkan Qiu Qianren ke wadah ikan mas, sesuai dengan petunjuk Huang Rong. Wadah itu terbuat dari porselen, ukurannya sangat besar, mirip pot raksasa.

Huang Rong bergegas ke wadah ikan sambil melambaikan potongan baja berbentuk kupu-kupu dengan sikap mengancam. “Aku tidak akan membiarkanmu keluar dari situ, kecuali kau jelaskan bagaimana kau ‘Mengambang di Air’!”

Qiu Qianren menjejakkan kaki ke dasar wadah, berusaha melompat keluar dan melarikan diri, tetapi lempengan baja Huang Rong menusuk bahunya. Ia tercebur kembali ke wadah sampai basah kuyup. Ia meringis kesakitan dan berkata, “Di dalam guci itu ada lempengan besi tipis yang direkatkan ke situ, di atasnya aku menuangkan air kira-kira sedalam tiga inci. Aku menyembunyikan galah di sungai itu, kira-kira lima sampai enam inci di bawah permukaan air, jadi tidak kelihatan.”

Huang Rong tertawa, lalu berjalan kembali ke dalam ruangan, tidak lagi mempedulikan Qiu Qianren, yang segera melompat keluar dari wadah ikan dan bergegas melarikan diri tanpa menoleh ke belakang.

Mei Chaofeng dan Lu Chengfeng tersenyum malu. Mereka sudah bertengkar dan menangis tanpa alasan. Guru mereka ternyata tidak tewas. Sekarang setelah semuanya jelas, mereka saling merasa tidak enak. Mei Chaofeng ragu-ragu sejenak, lalu berdehem dan berkata, “Lu Chengfeng, bebaskan muridku. Demi guru kita, aku tidak akan mengingat lagi segala perbedaan kita di masa lalu. Kalau soal kami, suami-istri, sampai lari ke Mongolia, yah… aku terima hal itu sebagai nasib.”

Lu Chengfeng menghela napas panjang. “Suaminya meninggal,” pikirnya. “Matanya buta, ia hidup sendirian dan merana. Kedua kakiku cacat, tapi aku punya istri dan anak. Aku punya keluarga dan juga punya pekerjaan. Sebetulnya keadaanku seratus kali lipat lebih baik. Kami berdua sudah puluhan tahun lebih tua dibanding dulu. Kenapa aku masih juga menyimpan dendam?” Karena itu ia berkata, “Silakan kau bawa muridmu pergi. Mei Shijie, Shidi ingin pergi ke Pulau Persik untuk mengunjungi guru kita yang baik, kamu mau ikut tidak?”

“Kau berani ke situ?” tanya Mei Chaofeng dengan suara gemetar.

“Mengunjungi Pulau Persik tanpa seijin guru adalah sebuah pelanggaran mengingat kita semua sudah diusir. Tetapi setelah mendengar omong kosong Qiu Qianren, hatiku gelisah. Aku ingin memastikan Shifu sungguh-sungguh tidak apa-apa. Kalau tidak pergi, aku akan merasa dihantui ketidakpastian sepanjang hidupku.”

Sebelum Mei Chaofeng bisa menjawab, Huang Rong sudah berkata, “Ayo kita sama-sama pergi, aku akan memohon maaf untuk kalian di hadapannya.”

Mei Chaofeng terdiam beberapa saat. Dua titik air mata menetes di pipinya. “Aku tak punya muka ketemu Shifu,” katanya. “Shifu begitu baik berbelas kasihan kepada anak terlantar seperti aku. Dia mengangkatku menjadi murid dan membesarkan aku, tapi hanya karena ambisi liar aku mengkhianati dia…” Tiba-tiba ia mengangkat kepala dan berteriak, “Aku hanya ingin membalas dendam suamiku. Setelah itu aku tahu apa yang harus kulakukan. Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan… ayo kita bereskan urusan kita hari ini. Lu Shidi, Shimei, kalian berdua minggir! Jangan berusaha ikut campur. Tak peduli siapa yang hidup atau mati, aku tidak ingin kalian membela pihak mana pun. Mengerti?”

Ke Zhen’E melangkah lebar ke tengah ruangan, tongkat besinya menghantam lantai batu bata dengan keras. Lalu ia bicara dengan lantang dengan suaranya yang kasar, “Mei Chaofeng, kau tidak bisa melihatku dan aku juga tidak bisa melihatmu. Malam itu ketika kita bertarung di bukit, suamimu tewas secara mengenaskan, tapi saudara kelima kami juga tewas di tangan kalian. Kau tidak tahu?”

“Oh, jadi sekarang kalian tinggal berenam?” tanya Mei Chaofeng.

“Kami berjanji kepada pendeta Ma Yu untuk tidak lagi bermusuhan denganmu, tapi ternyata justru engkaulah yang datang mencari kami. Bagus! Meskipun dunia ini luas, tapi kita selalu ketemu. Kelihatannya Surga tidak mengijinkan kami berenam hidup bersama denganmu di dunia ini. Ayo!” kata Ke Zhen’E dengan dingin.

Mei Chaofeng mendengus. “Kalian berenam boleh maju bersama.” katanya dengan nada sedingin es.

Zho Cong dan keempat orang lainnya berdiri di dekatnya dengan senjata di tangan, waspada terhadap serangan kilat Mei Chaofeng.

Tiba-tiba Guo Jing melangkah maju. “Biar muridmu yang melawannya dulu,” karanya.

Lu Chengfeng dalam situasi sulit. Ia mendengar tantangan Mei Chaofeng dan Keenam Orang Aneh itu menerimanya. Ia tak tahu bagaimana harus menengahi. Ia benci sekali merasa tidak punya otoritas maupun pengaruh apa-apa terhadap mereka. Tetapi mendengar ucapan Guo Jing, mendadak sebuah gagasan melintas di benaknya. “Kedua pihak tolong tahan dulu. Tolong dengarkan kata-kata adikmu ini. Meskipun Mei Shijie dan Enam Orang Aneh dari Jiangnan punya permusuhan yang dalam, tetapi kedua pihak sudah menderita hehilangan yang sangat menyedihkan. Menurut pendapatku tidak perlu lagi ada pertumpahan darah. Biarlah pertarungan hari ini hanya untuk menentukan siapa yang kalah dan menang. Jangan lagi memperdalam permusuhan. Meskipun Enam Orang Aneh selalu menghadapi musuh bersama, tetapi tetaplah masih enam lawan satu, yang menurutku tidak adil. Mengapa Mei Shijie tidak mengajarkan beberapa jurus kepada adik Guo?”

Mei Chaofeng mendengus dan berkata. “Bagaimana aku bisa melawan anak muda yang tak dikenal?”

“Suamimu tewas di tanganku, apa hubungannya dengan guru-guruku?” kata Guo Jing.

Mei Chaofeng murka. Ia melompat dan berteriak, “Betul sekali! Aku akan membunuhmu dulu, bajingan kecil!” Dengan mendengarkan ia tahu posisi lawan. Ia mengulurkan tangannya ke arah batok kepala Guo Jing.

Guo Jing melompat untuk menghindari serangannya. “Mei Qianbei,” serunya. “Aku masih kecil dan tidak mengerti waktu itu, dan tidak sengaja membunuh suamimu. Tapi orang harus bertanggungjawab atas tindakannya sendiri. Kalau hari ini kau ingin membunuhku, aku tidak akan lari. Tapi apakah Qianbei masih akan terus mengejar guru-guruku setelah itu?” Ia sadar bahwa ia bukan tandingan Mei Chaofeng dan siap mati di tangannya, tapi ia sudah bertekad untuk melindungi semua gurunya dengan segala cara yang bisa dilakukannya.

“Kau sungguh tidak akan lari?” tanya Mei Chaofeng.

“Tidak!” jawab Guo Jing.

“Bagus!” kata Mei Chaofeng. ‘Aku akan menghapus semua hutang Enam Orang Aneh! Anak baik, ayo ikut aku!”

Tiba-tiba Huang Rong berseru, “Mei Shijie, dia laki-laki sejati. Sebaliknya, kau akan jadi bahan tertawaan semua pendekar di Jianghu!”

“Bagaimana bisa begitu?” tanya Mei Chaofeng marah.

“Dia pewaris tunggal ilmu Jiangnan Qi Guai,” jelas Huang Rong. “Kungfu Enam Orang Aneh dari Jiangnan yang sekarang tidak bisa dibandingkan dengan kungfu mereka yang dulu. Akan sangat mudah kalau mereka ingin mencabut nyawamu. Tapi mereka memaafkanmu. Tak hanya itu, mereka bahkan memberimu muka. Justru kaulah yang tidak bisa membedakan mana yang baik, dan kau masih membanggakan diri?”

“Apa aku minta maaf kepada mereka? Bah!” Mei Chaofeng sangat marah. “Enam Orang Aneh, kungfu kalian maju pesat ya? Mau menjajal aku?”

“Buat apa mereka melawanmu? Bahkan murid mereka pun belum tentu kalah melawanmu!” kata Huang Rong.

Mei Chaofeng begitu marahnya sampai nyaris menjerit. “Kalau aku tidak bisa membunuhnya dalam tiga jurus, aku akan bunuh diri di sini sekarang juga!” Ia sudah pernah melawan Guo Jing di istana Zhao, dan mengira ia tahu persis sejauh mana tingkat kungfunya. Yang tidak diketahuinya adalah Guo Jing selama beberapa bulan ini sudah digembleng oleh Si Dewa Pengemis Sembilan Jari, Hong Qigong. Kungfunya yang sekarang sama sekali tidak bisa disamakan dengan yang ditemui Mei Chaofeng saat itu.

“Bagus!” kata Huang Rong. “Biar semua orang jadi saksi. Tiga jurus terlalu singkat. Biar kita jadikan sepuluh jurus.”

“Aku akan melawan Mei Qianbei lima belas jurus,” kata Guo Jing. Ia hanya menguasai lima belas dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga, jadi ia merasa setidaknya ia bisa bertahan lima belas jurus.

“Mintalah kepada Lu Shige dan tamu yang datang menemanimu untuk jadi saksi,” tambah Huang Rong.

“Siapa yang datang menemaniku?” tanya Mei Chaofeng heran. “Aku datang ke rumah ini sendirian… siapa yang datang bersamaku?”

“Lalu siapa itu yang di belakangmu?” tanya Huang Rong.

Mei Chaofeng mengirimkan serangan mendadak ke belakangnya. Tak seorang pun melihat orang itu bergerak, tetapi serangan Mei Chaofeng menghantam angin. Orang itu bergerak seperti hantu, dan yang menakjubkan adalah gerakannya sama sekali tanpa suara.

Setelah tiba di Jiangnan, Mei Chaofeng selalu merasa ada orang mengikutinya, tetapi bagaimana pun caranya menyerang atau bicara, ia tak pernah mendengar suara apa pun juga. Ia merasa sepertinya ia sudah hilang ingatan, atau itu hantu yang sedang menakut-nakutinya. Lalu ia mendengar suara seruling yang mengusir ular, ia jadi yakin bahwa ada seorang berilmu tinggi sedang membuntutinya. Ia sudah berusaha untuk menyatakan rasa terima kasihnya ke udara, tetapi tidak terdengar suara apa pun juga. Ia menunggu di balik pepohonan, tapi tidak yakin apakah orang itu sudah pergi. Sekarang ia mendengar Huang Rong bicara, ia tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya.

“Siapa kau?” tanyanya, gemetar. “Apa yang kau inginkan dariku?”

Orang itu tidak menjawab, dan tak seorang pun tahu apakah ia mendengar pertanyaan itu. Mei Chaofeng mendadak menerjang ke depan, orang itu kelihatannya tidak bergerak, tetapi sekali lagi Mei Chaofeng menghantam angin. Semua orang terkesiap. Mereka belum pernah melihat orang yang kungfunya tak terukur seperti itu.

Lu Chengfeng memberanikan diri bertanya, “Tamu yang terhormat ini datang dari jauh, aku bahkan belum sempat menyambut kedatanganmu. Bagaimana kalau kita duduk dan minum bersama?”

Orang itu berpaling, kelihatannya seperti sedang melayang di udara ketika ia berjalan keluar.

Mei Chaofeng mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya, “Apakah Qianbei ini orang yang meniup seruling untuk membantuku? Mei Chaofeng sungguh sangat berterima kasih.”

Semua orang tak bisa menahan kekaguman mereka. Sebagai orang buta, Mei Chaofeng punya pendengaran yang sangat tajam, tetapi ia tidak bisa mendengar bahwa orang itu meninggalkan ruangan.

“Mei Shijie, orang itu sudah pergi,” kata Huang Rong.

Mei Chaofeng terkejut, “Betulkah? Aku… kenapa aku tidak mendengarnya?”

“Cepat kejar dia, jangan membanggakan diri di sini,” kata Huang Rong.

Mei Chaofeng tercengang. Wajahnya sedih, tapi ada semburat kemarahan. Tiba-tiba ia berteriak, “Bocah Guo, terimalah!” Ia mengangkat kedua tangan dengan sepuluh jari terentang, memancarkan aura hijau kebiruan yang menyeramkan di bawah cahaya lilin, tapi ia tidak menyerang.

“Aku di sini,” kata Guo Jing.

Saat mendengar kata ‘aku’, tangan kanan Mei Chaofeng bergerak, diikuti oleh kelima jari tangan kirinya, menyambar muka Guo Jing.

Guo Jing melihat kecepatan geraknya, ia memiringkan tubuhnya ke samping sedikit dan mengarahkan telapak tangan kirinya ke arahnya. Mei Chaofeng mendengar suara telapak tangan dan hendak menghindar, tapi ia tidak cukup cepat untuk menghindari gerakan indah Delapan Belas Jurus Penakluk Naga dan bahunya terpukul. Ia terguncang dan terpaksa mundur tiga langkah. Tapi kungfunya tidak lemah. Sambil melangkah mundur ia mengirim kukunya untuk melakukan serangan balik. Guo Jing terkejut dan pergelangan tangan kanannya tercekal oleh Mei Chaofeng pada tiga titik akupunktur Nei Guan, Wai Guan, dan Hui Zong. Guo Jing ingat peringatan guru-gurunya bahwa Cakar Tengkorak Putih Sembilan Bulan Mei Chaofeng sangat mematikan, karenanya ia selalu waspada. Tapi sekarang ia tidak bisa berkutik dicekal oleh jari-jari maut itu. “Celaka!” teriaknya. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Pada saat kritis itu ia berhasil menekuk dua jarinya, dan dengan tangan membentuk setengah telapak tangan ia memukul Mei Chaofeng. Itu adalah Naga Terpendam Tidak Berguna13… Seharusnya diikuti oleh hook kirinya – jurus brilian yang sulit untuk dilawan, tapi karena pergelangan tangan kirinya berada dalam cekalan musuh, ia hanya bisa meluncurkan setengah jurus. Meskipun begitu, Delapan Belas Jurus Penakluk Naga memang luar biasa, bahkan setengah jurus pun tidak bisa diremehkan.

Mei Chaofeng mendengar hembusan angin kuat yang dihasilkan oleh gerakan setengah telapak-setengah tinju ini. Ia tidak berani menangkis tetapi mencoba menghindarinya. Tetap saja bahunya terpukul sangat keras dan ia terpaksa melepaskan Guo Jing.

Ketika Guo Jing berjuang untuk membebaskan diri, ia menarik tangannya dengan keras, jadi ketika tangannya tiba-tiba bebas, kedua orang itu terlempar ke belakang dan masing-masing menabrak pilar. Atap berguncang dan batu bata, batu, dan debu jatuh ke aula. Orang-orang rumah menjerit dan berlari untuk menyelamatkan diri.

Enam Orang Aneh dari Jiangnan saling memandang dengan takjub tetapi juga terkejut. “Dari mana Jing’er belajar kungfu ini?” tanya mereka dalam hati. Han Baoju memandang Huang Rong dengan curiga, pikirnya gadis cilik itulah yang mengajar Guo Jing dan diam-diam merasa kagum, “Kungfu Pulau Bunga Persik sungguh luar biasa.”

Saat ini Guo Jing dan Mei Chaofeng terlibat dalam pertarungan sengit. Telapak tangan, tinju, dan cakar saling beradu. Mei Chaofeng sangat marah dan ia bertarung dengan penuh semangat. Guo Jing tenang tapi gesit. Keduanya mengerahkan segenap kekuatan mereka, aula dipenuhi suara pukulan mereka.

Tiba-tiba Mei Chaofeng melompat tinggi, serangannya sepertinya datang dari segala penjuru, satu demi satu, terus berubah. Guo Jing tahu serangan ini ganas dan ia akan kalah jika ia lengah dalam pertahanan. Ia ingat pelajaran dari Hong Qigong tentang bagaimana menangani Telapak Pedang Dewa Bunga Persik14 milik Huang Rong. Tidak peduli seberapa banyak perubahan yang dilakukan lawannya, ia terus menggunakan lima belas gerakan dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga, dan berusaha melakukan setiap gerakan dengan secermat mungkin.

Dengan mengulangi lima belas jurus tersebut, ia mampu bertahan hingga empat sampai lima puluh jurus, tanpa memberikan ruang sejengkal pun bagi Mei Chaofeng untuk berkembang.

Huang Rong menatap Jing Gege-nya dengan senyum di wajahnya yang cantik. Enam Orang Aneh berdiri diam dengan takjub, kadang-kadang mendecakkan lidah memuji Guo jing. Lu Chengfeng dan putranya hanya bisa menonton dengan cemas.

“Kungfu Mei Shijie sudah maju pesat,” pikir Lu Chengfeng. “Jika aku harus melawannya, aku pasti akan kehilangan nyawaku hanya dalam sepuluh jurus… Adik Guo yang masih bocah ini, bagaimana dia bisa menguasai kungfu yang begitu mendalam di usianya yang begitu muda? Aku benar-benar buta.. Untungnya aku tidak ceroboh atau sembarangan, tetapi memperlakukannya dengan sopan dan hormat.”

Wanyan Kang juga kesal. “Aku harus melawan orang ini, dengan kungfunya yang seperti ini. Bagaimana aku bisa menang?”

“Mei Shijie, kau telah bertarung lebih dari delapan puluh jurus. Kenapa tidak mengaku kalah?” Huang Rong berseru keras-keras. Sebenarnya mereka baru bertarung sekitar enam puluh jurus, tapi ia melebih-lebihkan dengan menambahkan dua puluh jurus lagi.

Mei Chaofeng makin marah. “Aku sudah latihan keras selama puluhan tahun tetapi tidak dapat mengatasi anak ini?” pikirnya. Ia mengabaikan ucapan Huang Rong dan meningkatkan kecepatan serangannya. Sebenarnya kungfunya jauh lebih baik daripada Guo Jing, tetapi pertama ia sudah di bawah angin karena buta, dan kedua ia tidak dapat berpikir jernih karena hatinya dipenuhi amarah dalam usahanya membalas dendam untuk suaminya. Kemarahan adalah tabu besar dalam pertarungan antara dua ahli seni bela diri. Ketiga, Guo Jing memiliki keuntungan dari tenaga seorang anak muda, ditambah lagi ia telah menguasai sebagian besar Delapan Belas Jurus Penakluk Naga. Oleh karena itu pertarungan antara keduanya sangat sengit dan berimbang.

Setelah sekitar seratus jurus, Mei Chaofeng mulai mengenali dan menjadi terbiasa dengan lima belas jurus andalan Guo Jing. Ia tahu garis pertahanan Guo Jing sangat tangguh, ia bisa merasakan angin dari jarak lebih dari sepuluh kaki. Tapi ia juga tahu bahwa melakukan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga itu membutuhkan banyak energi, dan tenaga dalamnya lebih kuat daripada Guo Jing. Oleh karena itu Mei Chaofeng mengubah taktiknya dan berusaha menguras tenaga Guo Jing. Ia menggunakan Jiu Yin Baigu Zhua dan Telapak Penghancur Sukma secara bergantian.

Huang Rong tahu jika pertarungan ini diperpanjang lagi, Guo Jing akan menderita kekalahan. “Mei Shijie, ini lebih dari seratus jurus dan dengan cepat akan mencapai jurus ke dua ratus. Kau masih tidak mau mengaku kalah?” serunya. Tapi Mei Chaofeng menutup telinga dan meningkatkan intensitas serangannya.

Tiba-tiba Huang Rong mendapat ide, ia melompat ke pilar terdekat dan berseru, “Jing Gege, lihat aku!” Guo Jing mengirimkan dua jurus berturut-turut, Manfaat Mengarungi Sungai Besar dan Pelan-pelan Maju Ke Tanah Kering, dan berhasil mendorong Mei Chaofeng ke belakang cukup jauh sehingga ia bisa mengalihkan pandangannya ke Huang Rong. Ia melihatnya berlari di sekitar pilar dan membuat isyarat tangan, tetapi ia tidak mengerti apa maksudnya. Maka Huang Rong berteriak lagi, “Bertarung di sini!”

Guo Jing akhirnya mengerti, ia berbalik dan melompat ke arah pilar terdekat. Mei Chaofeng mengikuti dengan lima jarinya untuk menangkapnya, tetapi cakarnya akhirnya menembus pilar. Karena buta, ia menggunakan suara untuk mengetahui posisi lawannya, tetapi pilar itu tetap di tempatnya dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Guo Jing bersembunyi di balik salah satunya, karena itu ia tidak tahu.

Segera setelah Guo Jing mengatasi keterkejutannya, ia segera melepaskan pukulan telapak tangan yang ditangkis oleh Mei Chaofeng. Kedua tangan bertabrakan dan keduanya terdorong mundur beberapa langkah sementara jari-jari Mei Chaofeng terlepas dari pilar. Mei Chaofeng sangat marah dan tidak menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Sebelum Guo Jing sempat menenangkan diri, ia mengirim serangan lain ke arahnya.

Guo Jing berhasil menghindarinya, tetapi pakaiannya robek dan lengannya tergores oleh kuku Mei Chaofeng. Untungnya ia tidak terluka parah, tapi Mei Chaofeng membuatnya ngeri. Guo Jing dengan cepat melakukan serangan balik dengan meluncurkan tiga jurus berturut-turut yang dikombinasikan dengan main petak-umpet di balik pilar. Mei Chaofeng berteriak dengan marah ketika sekali lagi jarinya menembus pilar.

Sebenarnya Guo Jing tidak ingin mengambil keuntungan dari kebutaannya, jadi ia berteriak dengan lantang, “Mei Qianbei, kungfuku jauh lebih rendah dari kungfumu, tolong tunjukkan belas kasihan!”

Semua orang bisa melihat bahwa Guo Jing berada di atas angin meskipun dengan bantuan pilar. Mereka tahu ia sengaja memberi muka kepada Mei Chaofeng dengan memintanya untuk berhenti. Lu Chengfeng juga berpikir bahwa ini saat yang tepat untuk menghentikan pertarungan.

Tapi Mei Chaofeng dengan dingin berkata, “Kalau hari ini kita sedang menguji kungfu dan waktu aku tidak bisa mengalahkanmu dalam tiga jurus, aku seharusnya mengaku kalah. Tapi ini bukan urusan kungfu. Aku mau membalas dendam untuk suamiku. Aku sudah kalah darimu, tapi aku masih ingin membunuhmu!” Segera setelah ia selesai berbicara, kedua lengannya meluncurkan serangan beruntun, tiga kali dengan tangan kanannya dan tiga lagi dengan tangan kirinya. Setiap serangan mengenai pilar dengan tepat. Akhirnya kedua tangannya membentur tiang secara bersamaan. Dengan suara keras tiang itu patah dan atapnya roboh.

Orang-orang di aula itu semuanya adalah ahli silat, meskipun terkejut mereka masih bisa melompat keluar untuk melarikan diri. Lu Guanying meraih ayahnya dan bergegas keluar tepat sebelum separuh aula dipenuhi puing-puing. Sayangnya perwira Jin itu tidak dapat melarikan diri dan kakinya terjepit di bawah balok. Ia berteriak minta tolong. Wanyan Kang bergegas menyelamatkannya. Ia mengangkat balok itu, menariknya, meraih tangannya dan membawanya keluar dari aula. Begitu mereka berbalik, mereka tiba-tiba merasa mati rasa, entah siapa orang yang telah menotok titik akupuntur mereka.

Mei Chaofeng selalu memusatkan perhatiannya pada Guo Jing. Begitu mendengar Guo Jing bergerak, ia mengikuti. Sekarang di bawah awan tebal, bagian luar sudah gelap. Begitu semua orang bisa menenangkan dirinya sendiri, mereka bisa melihat pertarungan Guo Jing dan Mei Chaofeng menjadi lebih sengit dari sebelumnya. Mereka bertarung dalam cahaya redup, kedua belah pihak bertukar pukulan dengan cepat, menciptakan hembusan angin dimana-mana. Dibandingkan dengan pertarungan di dalam aula, pertarungan ini jauh lebih seru.

Kegelapan itu sungguh kerugian bagi Guo Jing, ia mulai jatuh di bawah angin menghadapi serangan gencar Mei Chaofeng. Kaki kiri Mei Chaofeng melakukan gerakan menyapu, diikuti kaki kanannya yang menendang ke arah kakinya. Kalau kena, kakinya pasti akan patah. Tapi tendangan ini adalah gerakan tipuan. Mei Chaofeng tiba-tiba menahan kakinya setengah jalan dan lengan kirinya memegang kaki Guo Jing. Lu Guanying melihat dari pinggir. “Hati-Hati!” ia menjerit. Ia kalah dari Wanyan Kang dengan jurus yang sama persis.

Dalam situasi berbahaya ini Guo Jing berusaha keras untuk mengatasi rasa takutnya dan menggunakan tangan kirinya untuk menangkis tangan Mei Chaofeng. Ia cukup cepat, tetapi kekuatannya memudar. Begitu tangan mereka bertabrakan, Mei Chaofeng memahami situasinya. Ia segera membalikkan tangannya dan menggunakan tiga jari, jari tengah, manis, dan kelingking untuk menggaruk punggung tangan Guo Jing. Guo Jing menyadari bahaya yang dihadapinya saat ia mendorong telapak tangan kanannya ke arah Mei Chaofeng. Itu serangan yang sengit, jika Mei Chaofeng tidak mundur, keduanya akan terluka. Mei Chaofeng menghindari serangan itu dengan melompat ke samping dan kemudian tertawa sinis.

Guo Jing merasakan tangan kirinya mati rasa dan gatal, lalu rasanya seperti terbakar. Menundukkan kepalanya, ia melihat tiga bekas goresan di punggung tangan kirinya. Goresan itu hanya mengeluarkan sedikit darah tetapi darah perlahan berubah menjadi hitam. Ia tiba-tiba teringat saat mendaki bukit itu di padang rumput Mongolia dan melihat sembilan tengkorak yang ditinggalkan Mei Chaofeng. Pendeta Ma Yu telah memberitahu bahwa kuku Mei Chaofeng mengandung racun yang mematikan, dan ia segera tahu bahwa hidupnya dalam bahaya besar.

“Rong’er, aku kena racun!” serunya. Tanpa menunggu jawaban Huang Rong ia langsung melompat ke depan dan melepaskan pukulan kedua telapak tangannya ke arah Mei Chaofeng. Niatnya adalah untuk menangkapnya dan memaksanya menyerahkan penawar racun. Itu satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup.

Mei Chaofeng mengenali serangannya yang berbahaya, dan melompat mundur untuk menghindar. Huang Rong dan yang lainnya sangat terkejut mendengar teriakan Guo Jing. Hampir bersamaan Ke Zhen’E dengan tongkat besinya diikuti oleh Huang Rong dan Lima Orang Aneh lainnya melompat ke depan dan mengepung Mei Chaofeng.

“Mei Shijie,” seru Huang Rong. “Kau sudah kalah, kenapa masih terus ngotot! Cepat berikan penawarnya!”

Mei Chaofeng merasa serangan Guo Jing sangat cepat dan berbahaya, ia tidak berani mengambil resiko kehilangan konsentrasinya dengan menjawab Huang Rong. Dalam hati ia senang. “Semakin banyak tenaga yang kau keluarkan, semakin cepat racun itu bereaksi. Kalau pun aku harus mati sekarang dan di sini, setidaknya aku sudah membalas dendam suamiku!”

Guo Jing merasa pandangannya kabur, kepalanya pening dan seluruh tubuhnya terasa lemah. Ketika ia berangsur-angsur tidak mampu lagi mengendalikan tangan kirinya, ia memutuskan untuk berhenti melawan. Racunnya sudah mulai bekerja, kalau saja sebelumnya ia tidak minum darah ular kemungkinan besar ia sekarang sudah mati.

Huang Rong melihatnya linglung dan berseru, “Jing Gege, mundur!” Sambil mengeluarkan jarum kupu-kupu baja, ia melompat ke arah Mei Chaofeng.

Guo Jing mendengar panggilannya dan semangatnya bangkit. Ia mengirimkan telapak tangan kirinya menggunakan jurus ke sebelas dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga, Bangkit Mendadak, hanya saja, lengannya bergerak lebih lambat dari seharusnya.

Huang Rong, Han Baoju, Nan Xiren dan Quan Jinfa bergerak serempak untuk menyerang Mei Chaofeng, tetapi melihat telapak tangan Guo Jing mengenai bahu Mei Chaofeng dengan telak. Ia jatuh bahkan tanpa mencoba menangkis serangan itu. Mei Chaofeng mengandalkan telinganya untuk menemukan gerakan lawannya dan serangan Guo Jing sangat lambat sehingga tidak menimbulkan suara. Itulah alasannya ia terpukul telak.

Huang Rong terkejut, tetapi Han Baoju, Nan Xiren, dan Quan Jinfa secara serempak melemparkan diri ke tubuh Mei Chaofeng untuk menangkapnya. Tapi ia berjuang dan mampu mengirim Han Baoju dan Quan Jinfa terbang mundur, sementara pada saat yang sama menyerang ke belakang untuk mencekal lengan Nan Xiren. Nan Xiren melihat serangan ini datang dan menyingkir.

Mei Chaofeng memanfaatkan situasi kacau ini untuk melompat, tetapi telapak tangan Guo Jing tiba-tiba mendarat di punggungnya dan ia jatuh sekali lagi. Telapak tangan Guo Jing cepat dan tak bersuara, tapi lemah. Meskipun terpukul di tempat vital, ia tidak terluka.

Setelah menyerang dua kali Guo Jing kehabisan tenaga, ia terhuyung dan jatuh tepat di sebelah Mei Chaofeng. Huang Rong segera melemparkan diri ke arahnya untuk melindunginya.

Mei Chaofeng mendengar seseorang jatuh di sampingnya dan tanpa membuang waktu sedetik pun ia mengirim lima jari untuk menangkap, tetapi yang mengejutkan, ia merasa tangannya sakit seperti tertusuk benda tajam. Ia sadar bahwa ia telah memukul duri pada Perisai Landak Huang Rong. Dengan tergesa-gesa ia menggunakan gerakan Melompat Berdiri Seperti Ikan Mas untuk melarikan diri.

Tiba-tiba seseorang berteriak, “Tangkap!” dan sesuatu terlempar ke arahnya. Mei Chaofeng tidak tahu apa yang dilemparkan jadi ia hanya mengangkat tangan kanannya untuk menangkis. Benda itu jatuh hingga hancur berkeping-keping. Ternyata itu sebuah kursi.

Kursi itu diikuti benda lain, lebih besar dari yang pertama. Kali ini Si Mayat Besi mengulurkan tangan kirinya untuk meraihnya. Itu ternyata meja, lebar dan licin, sehingga ia tidak bisa menangkapnya dengan baik. Yang melemparkan semua ini adalah Zhu Cong. Ia segera melemparkan beberapa kaki meja ke arahnya sebagai susulan. Mei Chaofeng mengangkat kakinya dan menendang semuanya. Zhu Cong menghindar, tetapi pada saat yang sama mengulurkan tangan kanannya dan tiba-tiba Mei Chaofeng merasakan tiga benda terlepas dari kerahnya. Semuanya dingin dan licin, dan terus menggeliat di dalam pakaiannya. Ia ketakutan, “Apa ini? Sihir atau senjata rahasia?” Dengan tergesa-gesa ia meraba-raba pakaiannya dan menangkap tiga ekor ikan mas.

Ia lega, tapi tiba-tiba ia terpaku. Botol porselennya yang berisi penawar racun menghilang, bersama dengan belati dan gulungan Jiu Yin Zhen Jing yang membungkus belati itu.

Ketiga ikan mas tersebut berasal dari wadah ikan yang hancur saat atap runtuh. Zhu Cong tahu Mei Chaofeng berhati-hati dan tidak mudah ditipu, tidak seperti Peng Lianhu atau Qiu Qianren, jadi ia menggunakan ikan mas untuk mengalihkan perhatiannya sambil pada saat yang sama mennggunakan kecepatan tangannya untuk mencopet isi saku Mei Chaofeng. Ia mengeluarkan botol porselen itu, menarik sumbatnya dan membawanya kepada Ke Zhen’E untuk dicium sambil berbisik pelan, “Bagaimana?”

Ke Zhen’E seorang ahli dalam menggunakan racun. Segera setelah mencium baunya, ia berkata, “Untuk diminum, dan juga ditaburkan ke lukanya. Ini memang obat penawarnya.”

Mei Chaofeng mendengar percakapan mereka dan segera menyadari apa yang terjadi. Dengan marah ia melompat ke arah mereka. Ke Zhen’E mengayunkan tongkat besinya untuk memblokirnya, dibantu oleh Cambuk Naga Emas milik Han Baoju, Timbangan milik Quan Jinfa, dan Pikulan Baja Murni milik Nan Xiren. Mei Chaofeng segera mengambil Cambuk Naga Perak dari pinggangnya, tetapi tiba-tiba mendengar hembusan angin dari pedang yang datang ke arahnya. Han Xiaoying menyerang dengan Ilmu Pedang Nona Yue. Ia terpaksa menangkis serangan ini terlebih dahulu.

Sementara itu Zhu Cong memberikan penawar itu kepada Huang Rong. “Suruh dia menelan sebagian, lalu taburkan di lukanya,” katanya. Kemudian ia memasukkan belati yang diambil dari Mei Chaofeng ke dalam saku Guo Jing. “Belati ini milikmu,” katanya. Bergabung dengan saudara-saudaranya, ia mengangkat kipas besinya untuk menyerang Mei Chaofeng. Mereka berenam telah berlatih keras selama sepuluh tahun terakhir ini kungfu mereka telah maju secara signifikan. Oleh karena itu, pertempuran ini jauh lebih sengit daripada pertempuran di bukit tandus Mongolia itu.

Lu Chengfeng dan putranya takjub menyaksikan pertempuran sengit ini. “Kungfu Mei Chaofeng tidak diragukan lagi cepat, ganas, dan kejam, tetapi Enam Orang Aneh dari Jiangnan ini benar-benar sesuai dengan nama mereka,” pikir mereka. ”Gewei, tolong hentikan! Tolong dengarkan aku!” teriak Lu Chengfeng keras-keras. Tapi kedua belah pihak sedang bertarung dengan sengit, tak seorang pun punya waktu untuk mendengarkannya.

Tidak lama setelah minum penawar racunnya, kesadaran Guo Jing berangsur-angsur pulih. Racun itu menyerang dengan cepat, tetapi penawarnya juga menetralkannya dengan cepat. Lukanya masih sakit, tapi ia bisa menggerakkan lengan kirinya. Setelah meletakkan belati itu, ia segera melompat dan bergabung kembali dalam pertempuran. Belajar dari kesalahan sebelumnya, ia mulai perlahan dan ketika telapak tangannya hampir menyentuh tubuh Mei Chaofeng, ia menambahkan lebih banyak tenaga. Jurus yang dipakainya adalah Guncangan Ratusan Li. Mei Chaofeng sibuk menangkis penyerangnya dan tidak bisa mendengar datangnya telapak tangan Guo Jing. Ia tiba-tiba terpukul dan langsung jatuh tepat pada saat cambuk Han Baoju dan tiang pikulan Nan Xiren menimpanya.

Guo Jing membungkuk dan menangkis kedua senjata itu, “San Shifu, Si Shifu! Tolong tunjukkan belas kasihan!” teriaknya. Kedua Orang Aneh itu menurutinya, diikuti saudara-saudara mereka lainnya.

Mei Chaofeng berdiri dan bersiap untuk bertarung lagi. Sadar bahwa kungfu Guo Jing sangat hebat dan ia tidak bisa melihat, ia mengambil Cambuk Naga Perak dan memasang kuda-kuda. Guo Jing tidak bergerak, “Kami tidak akan melawanmu lagi. Kau bebas pergi!” teriaknya.

Mei Chaofeng menyimpan cambuknya dan berkata, “Kembalikan kitabku.” Zhu Cong bingung. “Aku tidak mengambil kitabmu,” katanya. “Kau tahu Tujuh Orang Aneh tidak pernah berbohong.” Ia tidak menyadari bahwa kulit yang membungkus belati itu adalah Jiu Yin Zhen Jing.

Mei Chaofeng tahu bahwa meskipun Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan punya permusuhan yang mendalam terhadapnya, mereka selalu bersungguh-sungguh dengan apa yang mereka katakan dan tidak pernah menipu siapa pun. Ia pikir kitab itu pasti jatuh tercecer saat ia berkelahi melawan Guo Jing beberapa saat yang lalu. Jadi ia membungkuk dan meraba-raba di tanah mencarinya. Tapi tentunya usaha itu sia-sia.

Pemandangan seorang wanita buta yang meraba-raba tanah sungguh menyayat hati. Lu Chengfeng segera memberi tahu putranya, “Guanying, bantu Mei Shibo untuk mencari.” Tetapi di dalam hatinya ia berpikir bahwa kitab itu adalah milik gurunya, oleh karena itu, kitab itu harus dikembalikan kepada gurunya. Ia pura-pura batuk untuk memberi isyarat kepada putranya dan Lu Guanying mengerti. Ia mengangguk. Guo Jing juga melihat-lihat, tapi tentu saja ia tidak akan menemukannya, padahal kitab yang dicari ada di dalam sakunya bersama belatinya.

“Mei Shijie, kitabmu tidak ada disini,” kata Lu Chengfeng. “Mungkin tercecer dalam perjalananmu menuju ke sini.”

Mei Chaofeng tidak menjawab, ia masih terus meraba-raba. Tiba-tiba mata semua orang kabur ketika pria berjubah hijau itu muncul kembali di samping Mei Chaofeng. Gerakannya begitu cepat sehingga tidak ada yang melihat apa pun saat tubuh Mei Chaofeng terangkat dari tanah dan sesaat kemudian mereka berdua lenyap, menghilang di antara pepohonan di luar aula. Kungfu Mei Chaofeng sangat tinggi, namun pria itu menangkapnya tanpa usaha apapun. Mereka saling pandang dengan heran. Kungfu orang ini sungguh tidak bisa dipercaya.

Aula itu sunyi, hanya suara ombak danau yang menyapu pantai di kejauhan bisa terdengar. Beberapa saat kemudian Ke Zhen’E memecahkan keheningan. “Muridku yang masih muda berkelahi dengan wanita jahat itu dan merusak rumahmu. Aku merasa sangat tidak enak.”

“Wah, aku tidak berani mengeluh,” jawab Lu Chengfeng. “Enam Orang Aneh dan Pendekar Guo sudi hadir di tempat kami hari ini merupakan suatu kehormatan bagi kami semua. Tidak perlu disebutkan lagi bahwa kalian telah membantu keluargaku lolos dari bencana. Pendekar Ke bilang begitu, bukankah itu akan membuat kita jadi seperti orang asing?”

“Aku mengundang para pendekar semua untuk beristirahat di aula,” kata Lu Guanying. “Kakak Guo, kau masih sakit?”

“Aku tidak apa-apa,” jawab Guo Jing. Saat itu orang berjubah hijau kembali bersama Mei Chaofeng. Mereka berdiri di depan aula. Mei Chaofeng meletakkan tangan di pinggangnya dan berteriak, “Bocah Guo! Kau menggunakan kungfu Hong Qigong, Delapan Belas Jurus Penakluk Naga untuk melawanku. Aku buta dan tidak bisa melihat gerakanmu. Mei Chaofeng tidak peduli urusan hidup atau mati, menang atau kalah, tetapi jika masalah ini tersebar di dunia Jianghu, bukankah reputasi guruku di Pulau Bunga Persik akan hancur? Ayo kita mulai lagi!”

“Aku bukan tandinganmu,” kata Guo Jing mengaku. “Aku mengambil keuntungan dari kebutaanmu untuk menyelamatkan nyawaku. Sebelum ini aku sudah mengaku kalah.”

“Delapan Belas Jurus Penakluk Naga terdiri dari delapan belas jurus,” lanjut Mei Chaofeng. “Kenapa kau hanya memakai sebagian?”

“Karena aku tidak pintar…” jawab Guo Jing. Huang Rong memberi isyarat supaya ia tidak membocorkan rahasianya sendiri. Tapi Guo Jing melanjutkan, ”… karena itu Hong Lao Qianbei hanya mengajarkan lima belas jurus.”

“Bagus sekali!” kata Mei Chaofeng. ‘Kau hanya tahu lima belas jurus, tapi sudah mengalahkan aku. Masa Si Tua Hong Qigong sehebat itu? Tidak! Aku tidak bisa terima ini! Ayo kita mulai lagi!”

Semua orang merasa heran, tampaknya Mei Chaofeng kembali bukan untuk membalas dendam, tapi untuk memperdebatkan reputasi Huang Yaoshi dan Hong Qigong.

Guo Jing tetap tenang. “Nona Huang Rong jauh lebih muda dari aku, tapi aku bukan tandingannya, bagaimana aku bisa menandingimu?” katanya. “Aku selalu mengagumi kungfu para pendekar Pulau persik.”

“Mei Shijie,” sela Huang Rong. “Kau ini ngomong apa sih? Siapa di dunia ini yang bisa menandingi kungfu ayah?”

“Aku tetap harus melawannya lagi!” Mei Chaofeng bersikeras. Tanpa menunggu jawaban Guo Jing, ia merentangkan cakarnya ke arah Guo Jing. Guo Jing tidak bisa menunggu lagi, ia buru-buru berkelit. “Kalau begitu,” katanya. “aku mohon supaya Qianbei memberiku pelajaran.” Lalu ia melancarkan serangan balasan yang dahsyat.

Mei Chaofeng menangkis dengan membalikkan telapak tangannya. “Pakai jurusmu yang lambat dan tenang seperti sebelumnya, kau bukan tandinganku kalau memakai jurus seperti ini.”

Guo Jing melompat mundur beberapa langkah dan berkata, “Mata guruku yang pertama, Ke Da Shifu, tidak sempurna. Aku benci sekali kalau ada orang mengejeknya dengan gerakan yang tanpa suara dan lamban. Bagaimana aku bisa menggunakan gerakan lamban untuk melawanmu? Saya terluka oleh racunmu dan pada saat kritis itu aku secara tidak sengaja menggunakan gerakan lamban. Kalau kita bertarung dengan adil dan jujur, terus terang aku bukan tandinganmu.”

Mei Chaofeng bisa mendengar ketulusan dalam suaranya, hatinya tergerak oleh haru. “Anak ini baik hati,” pikirnya. Tapi ia berteriak, “Aku menyuruhmu menggunakan jurus lambat. Aku punya cara untuk melawannya, mengapa kau terus mengoceh seperti nenek-nenek?”

Guo Jing menatap pria aneh berjubah hijau itu. “Mungkinkah dia mengajarinya cara mengatasi gerakan lambat tadi?” pikirnya. Tetapi karena Mei Chaofeng bersikeras, ia tidak punya pilihan kecuali menurutinya. “Baiklah,” katanya. “Aku akan melawanmu lima belas jurus lagi.” Ia berpikir bahwa dengan menggunakan lima belas dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga ia mungkin tidak akan menang, tapi setidaknya ia bisa membela diri.

Guo Jing melompat untuk mendekatinya, lalu melanjutkan dengan berjingkat ke depan, perlahan mengirimkan telapak tangannya untuk menyerang. Tapi sebelum telapak tangannya mengenai sasaran, ia mendengar suara pelan dan Mei Chaofeng memutar pergelangan tangannya untuk mencekal tangannya. Sepertinya matanya tidak buta sama sekali. Guo Jing terkejut, ia segera menarik telapak tangan kirinya dan menggeser tubuhnya ke kiri untuk meluncurkan Mengarungi Sungai Besar secara perlahan.

Tangannya baru bergerak beberapa inci ketika lagi-lagi ia mendengar suara pelan, dan Mei Chaofeng sekali lagi berhasil memblokir serangannya. Guo Jing agak terlambat menarik kembali tangannya, dan kuku Mei Chaofeng lewat sangat dekat dengan mukanya. Ia buru-buru melompat mundur dan berpikir, “Bagaimana ia bisa tahu kemana arah seranganku selanjutnya?”

Serangan ketiganya adalah jurusnya yang paling dahsyat, Naga Angkuh Punya Penyesalan, tetapi sekali lagi, menyusul suara pelan, kuku Mei Chaofeng yang seperti baja itu bergerak untuk mencekal pergelangan tangannya. Guo Jing tahu rahasianya pasti ada pada suara pelan itu, jadi sambil melancarkan serangan keempatnya ia mencuri pandang ke arah orang aneh itu. Kali ini ia bisa melihat orang itu menyentil sesuatu ke udara dengan jarinya, dan benda itu menimbulkan suara pelan.

“Ah, ternyata benar-benar dia!” pikir Guo Jing mengerti. “Tapi bagaimana dia bisa tahu kemana langkahku selanjutnya? Hm… ini seperti saat Huang Rong melawan Si Tua Liang Ziweng itu, Hong Qigong bisa membaca serangannya sebelum dilakukan. Sekarang orang ini memakai cara yang sama untuk mengalahkanku. Baiklah, aku akan berjuang untuk lima belas jurus penuh, dan setelah itu aku akan mengaku kalah.”

Meskipun semua gerakan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga tidak berubah, dan Guo Jing belum mempelajari seluruh rangkaiannya, serangannya tidak ringan. Namun Mei Chaofeng selalu tahu sebelumnya ke mana serangannya akan pergi dan kadang-kadang dia akan bergerak di depan Guo Jing, sehingga bukannya bertahan, dia malah menyerang dengan agresif.

Beberapa jurus kemudian orang aneh itu menyentil tiga kerikil berturut -turut. Mei Chaofeng mengikuti suara itu dan meluncurkan tiga serangan berturut-turut. Guo Jing terpaksa mengelak, dan nyaris tidak berhasil menangkis dua serangan terakhir.

Pertarungan semakin sengit dan angin yang dihasilkan oleh tangan mereka semakin kuat. Secara berkala suara pelan dari kerikil terdengar. Huang Rong mengerti situasinya tidak menguntungkan. Ia diam-diam memilih beberapa puing dari lantai dan menyentilnya. Adakalanya hanya ditujukan untuk mencoba membingungkan Mei Chaofeng, tapi kadang-kadang ditujukan untuk menjatuhkan kerikil pria aneh itu. Tapi secara tak terduga, kerikil pria itu tidak bisa dirobohkan oleh puing-puing yang dilemparkan Huang Rong. Sebaliknya, puing -puing Huang Rong yang jatuh, sementara kerikilnya terus terbang. Petunjuknya kepada Mei Chaofeng tidak terhalang.

Lu Chengfeng, putranya, bersama dengan enam orang aneh sangat kagum. “Tenaga jari orang ini luar biasa. Bagaimana dia bisa menyalurkan tenaga ke kerikil seperti itu? Bahkan panah tidak akan menimbulkan suara sekuat itu. Jika kerikil ini mengenai seseorang, tulang orang itu akan hancur!” pikir mereka.

Saat itu Huang Rong sudah berhenti mengganggu. Ia berdiri dan menatap kosong ke arah orang aneh itu. Sementara itu Guo Jing mulai kalah. Serangan Mei Chaofeng menjadi lebih cepat dan dahsyat.

Tiba-tiba dua desingan keras terdengar ketika dua kerikil terbang dari tangan orang aneh itu. Yang pertama lebih lambat dari yang terakhir. Yang terakhir menabrak yang pertama dan dua kerikil pecah berkeping-keping dan terbang ke segala arah. Mei Chaofeng mengambil kesempatan itu untuk menerkam Guo Jing. Ia tersandung ketika mencoba menghindari serangan itu. Mengingat nasihat Nan Xiren, ‘Jika kau tidak bisa menang, larilah!’15 Dia berbalik dan lari.

Di luar dugaan siapa pun, Huang Rong berseru, ”Die!” Ia memburu maju ke arah orang aneh itu dan menjatuhkan diri ke pelukannya sambil menangis keras. “Die, mukamu… Mukamu kenapa?” Tak seorang pun menduga akan ada kejadian semacam ini, dan orang aneh itu hanya berdiri diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Guo Jing berbalik dan melihat Mei Chaofeng berdiri sangat dekat dengannya. Ia sedang mencoba mendengarkan suara kerikil. Guo Jing melihat peluang yang sangat bagus dan mengarahkan telapak tangan kanannya perlahan ke bahu Mei Chaofeng dengan hanya menggunakan sekitar sepuluh persen dari kekuatannya. Tapi begitu telapak tangannya mengenai sasaran, telapak tangan kirinya menyusul dengan kekuatan penuh. Mei Chaofeng terpukul telak dan jatuh, tidak bisa berdiri kembali.

Lu Chengfeng mendengar Huang Rong menyebut orang aneh itu ayahnya. Seketika ia dipenuhi dengan sukacita dan kesedihan pada saat yang sama. Ia lupa kakinya timpang dan melompat ke arah pria itu, tetapi jatuh telungkup di lantai.

Lengan kiri pria aneh itu berada di pelukan Huang Rong, ia mengangkat tangan kanannya untuk perlahan-lahan melepas topeng tipis dari wajahnya. Ia mengenakan topeng kulit asli. Tidak heran wajahnya tanpa emosi seperti mayat. Penampilannya yang sebenarnya bersih dan tampan, dengan ekpresi agak sendu. Namun ia dikelilingi aura yang penuh martabat, orang jadi punya kesan seolah-olah ia seorang dewa.

Air mata Huang Rong belum kering, ia berteriak kegirangan. Ia mengambil topeng itu dari tangan ayahnya dan meletakkannya di wajahnya sendiri sambil melompat-lompat dan memeluk leher pria itu, cekikikan terus menerus. Pria itu memang pemilik Pulau Bunga Persik, Huang Yaoshi.

“Ayah, kenapa datang ke sini?” tanyanya sambil tersenyum lebar. “Orang tua Qiu itu mengatakan hal-hal buruk tentang ayah. Mengapa ayah tidak memberinya pelajaran?”

“Kenapa ke sini?” tanya Huang Yaoshi dengan nada tajam. “Aku mencarimu!” Huang Rong sangat gembira. Ia bertepuk tangan dan berseru, “Ayah! Kau mencariku? Luar biasa… itu luar biasa!”

“Apanya yang luar biasa?” kata Huang Yaoshi kesal. “Kau kira luar biasa mencari anak perempuan tidak berguna seperti kau?”

Huang Rong merasa tidak enak. Ia tahu setelah kehilangan setengah bagian dari Jiu Yin Zhen Jing yang dicuri oleh kedua muridnya, Chen Xuanfeng dan Mei Chaofeng, ayahnya bertekad untuk menguasai ilmu itu dengan kemampuannya sendiri. Ia pernah berkata bahwa Jiu Yin Zhen Jing itu ditulis oleh manusia. Kalau seorang manusia bisa menulisnya, kenapa dia sendiri tidak bisa menulisnya sekali lagi. Ia lalu bersumpah untuk tidak meninggalkan Pulau Persik sebelum menguasai ilmu itu. Tapi kemudian anaknya yang bengal melarikan diri, jadi ia terpaksa melanggar sumpahnya sendiri dan pergi mencarinya.

“Ayah, aku berjanji untuk menjadi anak yang baik, dan mendengarkan kata-katamu mulai sekarang sampai aku mati,” kata Huang Rong.

Huang Yaoshi sangat gembira ketika menemukan anaknya dalam keadaan baik-baik saja, dan mendengar ucapannya barusan suasana hatinya langsung cerah. “Bantu kakakmu bangun,” katanya.

Huang Rong segera menurut. Lu Guanying ikut berlutut di hadapan Huang Yaoshi bersama ayahnya. Huang Yaoshi menghela napas dalam-dalam dan berkata, “Chengfeng, kau murid yang baik. Aku salah sudah kehilangan kendali dan terburu-buru, dan salah menuduhmu.”

Lu Chengfeng menangis. “Shifu, kau baik-baik saja?” tanyanya. Huang Yaoshi menjawab, “Untungnya aku belum mati saking kesalnya.” Huang Rong menatap ayahnya dengan pandangan nakal. “Ayah, maksudmu bukan gara-gara aku, kan?” Huang Yaoshi mendengus dan berkata, “Kau salah satunya.”

Huang Rong menjulurkan lidahnya dan mengalihkan perhatian ayahnya. “Ayah, mari kuperkenalkan. Ini Enam Orang Aneh dari Jiangnan, guru-guru Jing Gege.”

Huang Yaoshi bahkan tidak melihat mereka. “Aku tidak mau ketemu orang luar,” katanya dengan nada dingin. Enam Orang Aneh sangat kesal melihat sikapnya yang arogan, tapi karena mereka tahu orang ini punya ilmu tingkat dewa, maka mereka tetap bersikap damai.

“Apa ada barang lain yang ingin kau bawa pulang?” tanya Huang Yaoshi kepada putrinya. “Ambil semuanya, kita langsung pulang.”

“Tidak ada,” jawab Huang Rong sambil tersenyum. “Tapi ada yang ingin kukembalikan kepada Lu Shige.” Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan Pil Sembilan Embun Bunga Batu Giok, lalu memberikannya kepada Lu Chengfeng. “Lu Shige, pil-pil ini sungguh tidak mudah dibuat. Kami sudah punya dua pil darimu, itu sudah cukup.”

Lu Chengfeng melambaikan tangannya dan berkata kepada Huang Yaoshi, “Hari ini di zi bisa ketemu Shifu, aku sudah sangat bahagia. Aku ingin menghadiahkan ini untukmu. Aku masih berharap kamu mau menginap beberapa hari lagi di rumahku yang sederhana. Aku akan…”

“Dia anakmu?” sela Huang Yaoshi sambil menunjuk Lu Guanying.

“Betul,” jawab muridnya.

Lu Guanying tidak menunggu perintah ayahnya, ia langsung berlutut dan memberi salam, “Cucu murid memberi hormat kepada Kakek Guru.”

“Ya, ya,” kata Huang Yaoshi. Tanpa membungkukkan tubuhnya ia mengulurkan tangan, seolah hendak membantu Lu Guanying bangkit berdiri. Tapi secara tak terduga tangan kanannya memukul bahu Lu Guanying.

Lu Chengfeng terperanjat. “Shifu! Dia anakku satu-satunya…” Pukulan Huang Yaoshi tidak ringan, Lu Guanying terpental tujuh sampai delapan langkah ke belakang, dan jatuh tertelungkup di lantai.

“Kau sungguh-sungguh murid yang baik,” kata Huang Yaoshi kepada Lu Chengfeng. “Kau tidak menurunkan kungfumu kepadanya. Apa dia murid Perguruan Xian Xia?”

Lu Chengfeng merasa lega setelah tahu gurunya hanya menguji ilmu bela diri putranya. “Di zi tidak berani melanggar aturan perguruan kita. Di zi tidak berani mengajarkan kungfu kita kepada orang lain tanpa seijin Shifu. Anak ini memang murid dari Biksu Agung Kumu16 dari Xian Xia Pai.”

Huang Yaoshi mencibir, “Kumu berani menyebut dirinya ‘Guru Besar’17 dengan kungfunya? Kungfumu seratus kali lipat lebih baik dari dia. Mulai besok kau akan mengajari putramu. Perguruan Xian Xia bahkan tidak layak memegang lilin untuk kita.”

Lu Chengfeng sangat gembira dan buru-buru memberi tahu putranya, “Cepat! Ungkapkan rasa terima kasihmu kepada Kakek Guru!” Lu Guanying segera bersujud lagi ke Huang Yaoshi. Huang Yaoshi mengangkat kepalanya, sama sekali mengabaikan Guanying.

Lu Chengfeng pernah belajar kungfu di Pulau Bunga Persik, meskipun kedua kakinya lumpuh, ia tidak kehilangan kungfu apa pun yang berkaitan dengan tubuh bagian atasnya. Ia sangat menyadari keunggulan sekolahnya sendiri. Ia telah melihat dengan matanya sendiri betapa kerasnya Lu Guanying berlatih, namun prestasinya terbatas. Ini membuatnya kesal, tetapi karena ia tidak berani melanggar peraturan perguruannya, ia harus menahan diri. Agar tidak mengecewakan anaknya, ia berpura-pura tidak tahu ilmu silat sama sekali. Sekarang setelah gurunya memberinya ijin, ia tahu kungfu putranya akan meningkat pesat. Mana mungkin ia tidak bahagia? Ia ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya, tapi ia tersedak oleh haru.

Huang Yaoshi melihat ini dan ia hanya berkata, “Ambil ini!” Ia melambaikan tangan kanannya dan dua lembar kertas dengan lembut terbang ke arah Chengfeng. Jarak di antara mereka sebenarnya lebih dari sepuluh kaki, tetapi kertas-kertas itu terbang dengan lembut seolah-olah dikirim langsung kepada Lu Chengfeng. Demonstrasi tenaga dalam ini bahkan lebih mengesankan daripada menyentil kerikil, karena kertasnya tipis dan lebih sulit untuk dilempar. Semua orang tak dapat menahan kekaguman mereka.

Huang Rong sangat gembira, ia segera mendekati Guo Jing. “Jing Gege,” katanya. “Apa pendapatmu tentang kungfu ayahku?”

“Kungfu ayahmu sangat hebat,” kata Guo Jing. “Rong’er, setelah sampai di rumah kau harus rajin berlatih, jangan buang waktu lagi untuk main-main.”

“Kau ikut kami, kan?” tanya Huang Rong.

“Aku harus mengikuti guru-guruku,” jawa Guo Jing. “Aku akan mencarimu lagi lain kali.”

Huang Rong sangat cemas. “Tidak! Aku tidak ingin meninggalkanmu.” Guo Jing tersenyum lebar. Ia juga tidak ingin berpisah dengan Huang Rong, tetapi ia tahu mereka tidak punya banyak pilihan dan juga sedih.

Lu Chengfeng mengambil kertas-kertas itu dan memeriksanya. Ia melihat kertas-kertas itu penuh dengan tulisan. Lu Guanying mengambil obor dari aula. Ia mendekati ayahnya dan memegang obor untuk membantu ayahnya membaca. Lu Chengfeng dapat melihat kertas-kertas itu penuh dengan karakter dan simbol. Itu adalah instruksi untuk latihan kungfu dengan tulisan tangan Huang Yaoshi sendiri. Ia tidak melihat tulisan tangan gurunya selama dua puluh tahun, namun ia masih mengenalinya. Tulisan tangan Sang Guru tinggi dan lurus, seanggun yang diingatnya. Di sebelah kanan adalah judul, Xuan Feng Sao Ye Tui Fa, enam karakter. Lu Chengfeng tahu bahwa teknik tendangan itu dan Luo Ying Shen Jian Zhang adalah kungfu ciptaan gurunya yang cerdik. Tak satu pun dari enam murid gurunya pernah mempelajari teknik tendangan ini. Ia membayangkan betapa senangnya jika ia mempelajari teknik ini. Tapi tetap saja, karena belas kasihan gurunya, ia masih bisa mengajarkan teknik ini kepada putranya. Ia merasa sangat berterima kasih. Ia memasukkan kertas-kertas itu ke dalam sakunya dan membungkuk untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.

“Serangkaian teknik tendangan ini sama sekali berbeda dari yang sudah kau ketahui,” kata Huang Yaoshi. “Teknik luar tetap ada, tetapi tenaga yang dipakai untuk melakukannya harus dibangun dari dalam. Jika kau rajin berlatih dan bermeditasi setiap hari, dan jika kemajuanmu bagus, kau akan dapat berjalan tanpa tongkat dalam waktu lima atau enam tahun.”

Hati Lu Chengfeng dipenuhi segala macam perasaan campur-aduk tanpa bisa diuraikan.

“Cacatmu memang permanen,” tambah Huang Yaoshi. “Kau tidak akan bisa bertarung dengan mengandalkan teknik tendangan, tetapi kalau kau rajin berlatih, maka kau tidak akan kesulitan berjalan seperti orang normal. Oh…” Ia sebenarnya menyesal karena marah ia telah menghukum berat empat muridnya yang tidak bersalah. Dalam beberapa tahun terakhir ia memeras otaknya untuk menciptakan teknik baru, Tendangan Angin Puyuh Menyapu Dedaunan itu, dengan cara melatih tenaga dalam yang lebih baik. Rencananya adalah menemukan keempat muridnya dan memberikan teknik baru ini agar mereka bisa berjalan kembali. Ia terlalu sombong, bahkan ketika hatinya penuh penyesalan, mulutnya tidak mau mengakuinya. Oleh karena itu meskipun teknik tendangan ini sepenuhnya merupakan ciptaan barunya, ia masih menggunakan nama lama yang tidak relevan, berpura-pura ia tidak melakukan kesalahan. Setelah beberapa saat ia melanjutkan, “Cari tiga saudaramu yang lain dan ajari mereka teknik baru ini.”

“Ya,” jawab Lu Chengfeng. Kemudian ia menambahkan, “Di Zi tidak tahu keberadaan Qu Shige dan Feng Shidi, tetapi Wu Shidi telah meninggal beberapa tahun yang lalu.”

Huang Yaoshi merasa jantungnya seolah tertikan belati, matanya berkaca-kaca. Kemudian tatapan tajamnya beralih ke Mei Chaofeng. Untungnya dia buta dan tidak bisa melihatnya, tetapi orang lain di sekitarnya bergidik ketika melihat tatapan Huang Yaoshi.

“Chaofeng,” katanya dengan nada sedingin es. “Kau sangat jahat, tetapi kau juga sangat menderita. Ketika Si Tua Qiu itu bilang aku sudah mati, kau meneteskan air mata dan bahkan ingin membalas dendam untukku. Karena air mata itu aku akan membiarkanmu hidup beberapa tahun lagi.”

Seperempat detik pun Mei Chaofeng tak pernah berharap bahwa gurunya akan memaafkannya dengan begitu mudah. Ia begitu gembira, dan buru-buru bersujud, kowtow berkali-kali. “Sudah, sudah,” kata Huang Yaoshi. Ia lalu mengulurkan tangannya ke punggung Mei Chaofeng dan mengetuk lembut tiga kali.

Mei Chaofeng tiba-tiba merasakan sakit yang menusuk, dan secara bertahap rasa sakit itu meningkat, ia hampir pingsan. Dengan suara gemetar ia memohon, “Shifu, muridmu layak mati sepuluh ribu kali. Di Zi minta belas kasihan Shifu untuk membunuh di zi secepatnya, tapi tolong selamatkan di zi dari Jarum Penembus Tulang.” Ia sudah lama mendengar dari suaminya bahwa begitu Jarun Penembus Tulang guru mereka memasuki tubuh seseorang, itu akan menempel pada tulang dan perlahan mengeluarkan racun. Enam kali sehari mengikuti peredaran darah, racun itu akan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa, tetapi tidak langsung membunuh. Bisa memakan waktu satu atau dua tahun bagi orang itu untuk mati perlahan karena rasa sakit. Seorang ahli silat yang tangguh akan menyalurkan tenaga dalamnya untuk melawan rasa sakit, tetapi semakin ia melakukannya semakin besar rasa sakitnya. Orang normal hanya akan mengertakkan gigi saat kesakitan. Menggunakan tenaga dalam untuk menekan rasa sakit akan seperti meminum racun untuk memuaskan dahaga, karena serangan berikutnya akan lebih hebat dari yang sebelumnya. Sejauh yang mereka ketahui, tidak ada penawar untuk racun ini.

Mei Chaofeng putus asa. Ia baru melangkah memasuki neraka hidup, mengapa ia harus hidup lebih lama lagi? Dengan panik ia melecut-lecutkan cambuknya sekuat tenaga, mencoba mengambil nyawanya sendiri. Huang Yaoshi dengan cepat mengulurkan tangannya dan merebut cambuk itu. “Mengapa kau begitu ingin mati? Tidak semudah itu!” katanya dingin.

Mei Chaofeng tidak mudah menyerah. “Shifu pasti ingin menyiksaku, itu sebabnya dia tidak membiarkanku mati,” pikirnya. Tidak dapat menahan kesedihannya, ia menoleh ke arah Guo Jing dan tersenyum sedih, “Aku harus berterima kasih kepadamu karena telah membunuh suamiku. Setidaknya bangsat itu mati dengan mudah tanpa tersiksa.”

Huang Yaoshi mengabaikan ucapannya dan berkata, “Jarum Penembus Tulang akan bekerja setelah satu tahun. Aku memberimu tiga tugas yang harus dilakukan dalam satu tahun ini. Setelah kau menyelesaikan tugas, datang dan temui aku di Pulau Bunga Persik. Aku punya cara untuk menyingkirkan racun itu.”

Harapan Mei Chaofeng bangkit kembali. “Muridmu akan melewati api dan air untuk menyelesaikan apa pun yang Shifu inginkan.” Tapi Huang Yaoshi dengan dingin menjawab, “Kau belum mendengar apa yang ingin kukatakan, tapi kau mematuhinya secepat itu?” Mei Chaofeng tidak berani menjawab, ia hanya bersujud dalam diam.

“Pertama, kau sudah kehilangan Jiu Yin Zhen Jing,” lanjut Huang Yaoshi. “Kau harus menemukannya dan mengembalikannya kepadaku. Jika orang lain melihatnya, kau harus membunuh orang itu. Jika ada seratus orang yang melihatnya, bunuh seratus orang itu. Jika kau hanya membunuh sembilan puluh sembilan, jangan pernah berpikir untuk datang menemuiku.”

Semua yang mendengarkan bergidik tanpa sadar. Enam Orang Aneh dari Jiangnan berpikir, “Huang Yaoshi dikenal sebagai Si Sesat Timur, karakternya sangat jahat.”

Mereka mendengarnya melanjutkan, “Qu Lingfeng, Lu Chengfeng, Wu Mianfeng dan Feng Mofeng, keempat saudara seperguruanmu sudah menanggung penderitaan dan kesulitan gara-gara engkau. Kau harus menemukan saudaramu Lingfeng dan Mofeng, dan mencari tahu apakah Mianfeng punya keluarga. Kau harus membawa mereka semua ke Gui Yun Zhuang dan biarkan adikmu Chengfeng merawat mereka. Ini tugas keduamu.”

Mei Chaofeng menganggukkan kepalanya berkali-kali. Lu Chengfeng berpikir, “Aku bisa menangani masalah yang ini.” Tetapi karena ia tahu betul perangai gurunya, ia tidak berani mengatakan apa-apa.

Huang Yaoshi mengangkat kepalanya, memandang langit berbintang di atas dan perlahan berkata, “Kamu mencuri Jiu Yin Zhen Jing. Aku tidak mengajarimu dan aku juga tidak menyuruhmu melatihnya. Kau tahu apa yang harus dilakukan.” Ia berhenti sejenak lalu berkata, “Ini yang ketiga.”

Mei Chaofeng terdiam sesaat, ia tidak sepenuhnya memahami maksud gurunya. Setelah merenungkannya dalam hati ia tiba-tiba mengerti. Dengan suara gemetar ia berkata, “Setelah di zi menyelesaikan dua tugas pertama, di zi tahu bagaimana menyingkirkan Jiu Yin Baigu Zhua dan Cui Xin Zhang yang sudah di zi pelajari.”

Guo Jing tidak mengerti, ia menarik lengan baju Huang Rong dan memberi isyarat dengan matanya, meminta penjelasan. Wajah Huang Rong sedih, ia mengangkat tangan kanannya dan memperagakan gerakan memotong lengan kirinya. Guo Jing akhirnya mengerti, “Oh, dia akan memotong lengannya sendiri.” Pikirannya terus mengembara, “Mei Chaofeng ini benar-benar jahat, tapi dia bertobat. Kenapa hukumannya begitu berat? Aku harus bicara dengan Rong’er, mungkin kita bisa meminta ayahnya untuk menunjukkan belas kasihan.”

Sementara dia masih berpikir, Huang Yaoshi memanggilnya untuk datang dan bertanya, “Namamu Guo Jing?” Guo Jing melangkah maju dan memberi hormat. “Wanbei Guo Jing siap melayani Huang Qianbei.”

“Kau yang membunuh muridku Chen Xuanfeng? Kungfumu pasti luar biasa, ya?” kata Huang Yaoshi.

Guo Jing memahami sindirannya, hatinya menjadi dingin. “Aku saat itu masih sangat muda dan bodoh. Chen Qianbei menangkapku. Aku takut dan panik. Aku tidak sengaja melukainya.”

Huang Yaoshi mendengus dan dengan dingin berkata, “Chen Xuanfeng memang muridku yang memberontak. Tapi itu untuk menghukumnya itu urusan kami. Bagaimana seorang murid dari Pulau Bunga Persik bisa dihukum oleh orang luar?” Guo Jing tercengang.

Huang Rong buru-buru menyelamatkannya. “Ayah, dia baru berusia enam tahun, dia tahu apa soal ini?” Huang Yaoshi tidak menyukai apa yang didengarnya. Ia melanjutkan, “Si Tua Hong itu biasanya tidak menerima murid dan dia sangat bangga dengan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga. Tapi dia mengajarimu lima belas gerakan, jadi kau pasti punya sesuatu yang baik. Kalau tidak kau pasti membujuknya untuk mengajarimu. Kau sudah mengalahkan muridku dengan kungfunya. Lain kali kalau dia melihatku, aku yakin dia akan membual tanpa henti.”

“Ayah, soal membujuk itu memang benar,” kata Huang Rong sambil tersenyum. “Tapi itu bukan dia, itu aku. Dia hanya anak yang jujur. Kata-katamu terlalu kasar, kau membuatnya takut.”

Setelah kehilangan istrinya, Huang Yaoshi sangat menyayangi putrinya. Ia bahkan bersikap terlalu lunak kepadanya sehingga anak itu menjadi manja. Hari itu ia memarahi anaknya, dan anak itu langsung kabur dari rumah. Ia berpikir bahwa menjadi anak manja dan setelah berkeliaran di Jianghu untuk sementara waktu, Huang Rong akan menjadi melarat dan dalam kondisi yang buruk. Siapa sangka dia tidak kurus dan pucat, tapi selembut dan secantik biasanya? Kemudian ia melihat kasih sayangnya terhadap Guo Jing dan betapa dia selalu berusaha melindungi Guo Jing. Diam-diam ia cemburu karena putrinya tidak pernah menunjukkan kasih sayang yang sama kepadanya. Kecemburuannya berubah menjadi kemarahan. Ia mengabaikan putrinya dan berkata kepada Guo Jing, “Dengan mengajarimu, Pengemis tua jelas tidak menghormati aku. Dia membiarkanmu mengalahkan Mei Chaofeng. Dia pikir murid-muridku hanya sekelompok orang yang bukan siapa-siapa…”

Huang Rong mengerti bahwa ayahnya kesal karena Mei Chaofeng dikalahkan oleh Delapan Belas Jurus Penakluk Naga. Ia buru-buru berkata, “Siapa bilang murid Pulau Bunga Persik bukan siapa-siapa? Dia beruntung karena mata Mei Shijie buta, apa istimewanya itu? Kalau mereka bertarung dengan adil dan jujur, dia pasti sudah kalahkan sejak lama. Biarkan putrimu membuktikannya.” Ia melompat keluar dan memanggil Guo Jing, “Ayo! Aku akan menggunakan kungfu yang diajarkan ayahku untuk melawan kungfu Hong Qigong.”

Ia tahu bahwa saat ini baik Guo Jing dan dia sendiri sudah maju pesat. Mereka kurang lebih seimbang. Dia pikir selama mereka bisa bertarung dengan seimbang sekitar seratus gerakan, ayahnya akan puas. Guo Jing mengerti niatnya, selain itu Huang Yaoshi tidak mengatakan apa-apa, jadi ia setuju dan berkata, “Kau selalu lebih unggul dariku. Baiklah, aku akan membiarkanmu mengalahkan aku beberapa kali lagi.” Dan dia segera berjalan ke arah Huang Rong.

“Hati-Hati!” seru Huang Rong. Tangannya menyapu secara horizontal diiringi hembusan angin, itu adalah jurus Hujan Mengirim Angin Ribut dari Ilmu Pedang Dewa Bunga Persik[^taohua-shen-jian-zhang]. Guo Jing segera membalas menggunakan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga. Tapi ia sangat menyayangi Huang Rong sehingga tidak menggunakan tenaga sepenuhnya. Sayangnya Delapan Belas Jurus Penakluk Naga sangat bergantung pada tenaga dalam yang kuat. Dalam urusan kungfu tangan kosong, ilmu itu tidak bisa dibandingkan dengan gerakan indah Ilmu Pedang Dewa Pulau Persik. Setelah beberapa jurus ia terpukul beberapa kali oleh kepalan tangan Huang Rong. Sebaliknya Huang Rong tahu bahwa Guo Jing kuat dan ulet, jadi untuk menenangkan ayahnya, ia menggunakan kekuatan penuhnya. “Kau tidak mau mengaku kalah?” serunya dengan keras. Mulutnya mengucapkan kata-kata itu, tetapi pukulannya tidak berhenti.

Huang Yaoshi mencibir, “Permainan akrobat macam apa yang kalian tunjukkan?” Tidak ada yang melihatnya bergerak, tetapi tiba-tiba ia berada di dekat keduanya, merentangkan kedua tangannya untuk mencekal dan melemparkan mereka. Meski gerakannya serupa, ia hanya melemparkan putrinya ke samping, sementara tangan kanannya melemparkan Guo Jing dengan sepenuh tenaga. Niatnya jelas ingin membanting Guo Jing dengan keras. Tetapi meskipun Guo Jing tidak mampu menahan lemparan tersebut, ia mampu membalikkan badannya di udara. Ketika mendarat, ia tidak jatuh tetapi berdiri kokoh di atas tanah. Wajahnya pucat dan ia tampak seperti ingin muntah.

Bukannya memuji, kemarahan Huang Yaoshi malah meluap. “Aku tidak punya murid untuk melawanmu. Ayo! Biar aku yang menguji kungfumu!”

Guo Jing buru-buru membungkuk dan berkata, “Kalau pun aku punya keberanian setinggi langit, tetap tidak akan berani melawan Qianbei.”

Huang Yaoshi mendengus, “Melawanku?” katanya dengan dingin. “Kau bukan tandinganku, Nak! Aku akan berdiri di sini sementara kau menyerangku dengan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga-mu, kalau aku sampai bergerak atau mengangkat tangan untuk menangkismu, maka kau menang.”

“Wanbei tetap tidak berani,” kata Guo Jing.

“Aku tidak peduli kau berani atau tidak. Kau harus melawanku!” kata Huang Yaoshi.

Guo Jing tak tahu harus berbuat apa. “Aku tidak punya pilihan. Sebaiknya aku memukulnya beberapa kali, tapi rasanya dia akan meminjam tenagaku sendiri untuk menjatuhkan aku. Jadi kenapa kalau aku harus jatuh beberapa kali lagi?” pikirnya.

Huang Yaoshi melihat dia ragu-ragu, tapi mukanya menunjukkan bahwa ia mau mencoba. Jadi ia mendesak, “Ayo cepat! Kalau kau tidak menyerang, maka aku akan memukulmu!”

“Karena Qianbei memerintahkan, maka Wanbei tidak berani membantah,” jawab Guo Jing. Ia membungkukkan tubuhnya dan memutar tangannya, melancarkan jurus Kang Long You Hui. Ia takut akan melukai Huang Yaoshi. Dan juga kuatir jika ia menggunakan sepenuh tenaganya, serangan balik akan menjadi lebih maut. Oleh karena itu ia hanya menggunakan enam puluh persen dari tenaganya. Telapak tangannya mengenai dada Huang Yaoshi, tetapi yang mengejutkan adalah telapak tangannya meluncur seolah-olah dada itu peti yang dilumuri minyak. “Kenapa, kau bahkan tidak ingin memukulku,” ejek Huang Yaoshi. “Apa menurutmu aku tidak bisa menahan tenaga luar biasa dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga? Itu sebabnya ya?”

“Wanbei tidak berani,” jawab Guo Jing. Lalu ia melancarkan jurus keduanya, Melompat Keluar Dari Jurang18. Kali ini ia tidak menahan diri. Menghembuskan napas, telapak tangan kirinya menerjang ke arah tenggorokan Huang Yaoshi, telapak tangan kanannya dengan cepat bergerak ke kiri depan, langsung ke perut bagian bawah Huang Yaoshi.

“Sekarang kau baru bertarung,” kata Huang Yaoshi. Hong Qigong menyuruh Guo Jing melatih jurus ini di pohon pinus. Pohon itu harus diam, maka Guo Jing seharusnya memukulnya dengan gerakan tiba-tiba. Baru kemudian ia berhasil mematahkan pohon itu. Ia telah melatih jurus ini ribuan kali. Tapi begitu telapak tangannya menyentuh pakaian Huang Yaoshi, ia merasakan perut Huang Yaoshi menyusut dan telapak tangannya tersedot. Ia merasa sakit karena pergelangan tangannya terkilir. Ia segera melompat mundur beberapa meter. Tangannya terkulai lemas.

Enam Orang Aneh dari Jiangnan melihat bahwa tubuh Huang Yaoshi tidak bergerak, dan juga tidak menggerakkan tangan sama sekali untuk menangkis, tetapi ia mampu membuat pergelangan tangan Guo Jing terkilir. Mereka takjub, tetapi juga cemas.

“Kau juga harus menerima pukulanku!” Huang Yaoshi tiba-tiba berteriak, “Aku ingin menunjukkan mana yang lebih unggul, Delapan Belas Jurus Penakluk Naga Pengemis Tua atau kungfu Pulau Bunga Persik-ku.” Sebelum ia selesai berbicara, hembusan angin telah bertiup ke arah Guo Jing. Guo Jing menahan rasa sakitnya dan melompat untuk menghindari serangan itu. Tanpa diduga Huang Yaoshi tidak melanjutkan telapak tangannya tetapi malah menyapu kakinya. Guo Jing terjatuh.

Huang Rong terkejut. “Ayah, jangan!” teriaknya, dan dengan cepat melompat ke depan dan membungkuk untuk melindunginya.

Huang Yaoshi tidak berhenti. Ia hanya mengubah kepalannya menjadi telapak tangan terbuka. Ia mencengkeram rompi putrinya dan mengangkatnya, sementara tangan kirinya langsung mengarah ke Guo Jing.

Enam Orang Aneh dari Jiangnan menyadari bahwa jika Guo Jing terkena, ia pasti akan mati atau setidaknya menderita cedera yang sangat berat. Mereka bergerak sekaligus. Quan Jinfa adalah yang pertama. Ia memukul lengan kiri Huang Yaoshi dengan tuas timbangan bajanya. Huang Yaoshi dengan tenang menurunkan putrinya ke pinggir arena, melambaikan kedua tangan dengan santai dan tuas timbangan baja itu berubah arah, menghantam pedang panjang di tangan Han Xiaoying. Tuas timbangan dan pedang itu patah menjadi empat bagian.

“Shifu…!” Lu Chengfeng berseru. Ia ingin meminta gurunya berhenti, tetapi karena kenal betul temperamen gurunya, ia tidak berani melanjutkan.

Huang Rong menangis. “Ayah, kalau kau membunuhnya,” teriaknya. “Kau tidak akan pernah melihatku lagi!” Tanpa basa-basi lagi ia berlari menuju Danau Tai dan melompat ke dalam air.

Huang Yaoshi terkejut, lalu marah. Ia tahu putrinya sangat bagus dalam air. Ia biasa berenang dan menyelam di Laut Timur[^dong-hai], bermain dengan ikan dan kura-kura. Terkadang ia pergi berenang sepanjang hari. Tapi kali ini ia tidak yakin kapan bisa melihatnya lagi. Jadi ia berlari ke arah danau untuk mencoba menangkapnya, tetapi ia terlambat. Huang Rong sudah menghilang di air yang gelap. Huang Yaoshi menatap kosong dari tepi danau.

Setelah beberapa lama ia menoleh dan melihat Zhu Cong sedang membetulkan pergelangan tangan Guo Jing yang terkilir. Kemarahannya meluap dan ia ingin melampiaskan rasa frustrasinya kepada orang-orang ini. “Kalian berenam! Cepat bunuh diri untuk menghemat tenagaku!” katanya dengan dingin.

Ke Zhen’E mengayunkan tongkat besinya di depan dada dan dengan bangga berkata, “Pria sejati tidak takut mati. Kau pikir kami takut menderita?” Zhu Cong juga berkata, “Enam Orang Aneh dari Jiangnan sudah kembali ke kampung halaman. Kalau tulang kita bisa dikuburkan di sini, di tepi Danau Tai, apa lagi yang kita inginkan?” Mereka berenam menghunus senjata atau bersiap dengan tangan kosong dan pasang kuda-kuda.

Guo Jing berpikir keras. “Keenam guruku tidak punya dendam dengan orang ini. Mereka akan menyerahkan hidup mereka dengan sia-sia. Bagaimana aku bisa membiarkan mereka dalam bahaya?” katanya dalam hati. Ia dengan cepat melompat ke depan. “Chen Xuanfeng mati di tanganku! Itu tidak ada hubungannya dengan guru-guruku! Aku akan membayar nyawanya dengan nyawaku!” Tapi kemudian pikiran lain melintas di benaknya, “Da Shifu, San Shifu dan Qi Shifu pemarah. Kalau melihatku mati, mereka pasti akan bertarung sampai mati. Aku harus mengulur waktu. Aku harus menghadapinya sendirian.” Dengan berani ia memposisikan diri di antara Huang Yaoshi dan Enam Orang Aneh.

“Satu-satunya penyesalanku adalah kematian ayahku belum terbalas. Aku mohon kepada Qianbei untuk memberiku waktu sebulan. Setelah tiga puluh hari aku secara sukarela akan datang ke Pulau Bunga Persik untuk menyerahkan hidupku,” katanya tanpa rasa takut.

Kemarahan Huang Yaoshi sudah reda sekarang. Ditambah lagi ia memikirkan keselamatan putrinya. Ia kehilangan selera untuk bertarung. Jadi ia melambaikan tangannya dengan santai dan berjalan pergi.

Semua orang terkejut, ucapan sederhana Guo Jing membuatnya pergi begitu saja? Mereka curiga bahwa ia sedang mempermainkan mereka. Jadi mereka tetap membuka mata dengan waspada penuh. Tapi setelah menunggu beberapa saat, Huang Yaoshi masih belum kembali.

Setelah beberapa saat Lu Chengfeng mendapatkan kembali ketenangannya dan mengundang semua orang untuk kembali ke aula untuk beristirahat.

Mei Chaofeng tiba-tiba tertawa, mengebaskan lengan bajunya, lalu berbalik dan melompat keluar. Tak lama kemudian ia menghilang dalam kegelapan.

“Mei Shijie!” seru Lu Chengfeng. “Bawa muridmu!”

Tapi kegelapan menelan suaranya. Mei Chaofeng sudah pergi jauh.


Gui Yun Zhuang (traditional: 歸雲莊 simplified: 归云庄)
Rumah Awan, atau 'Cloud Manor' dalam terjemahan bahasa Inggris, atau yang lebih tepat adalah Cloud Assembly Manor. Tempat ini adalah gedung utama di mana Lu Chengfeng dan keluarganya tinggal di Danau Tai.
Ge Wei (各位)
Istilah ini punya arti sama dengan Nimen (你们), yaitu "kalian", tetapi umumnya dipakai dalam forum yang lebih formal, dan gaya bahasanya memang lebih formal dan sopan. Istilah lain yang juga formal dengan makna sama adalah Da Jia (大家, arti literal per karakter adalah "Rumah Besar"). Secara umum Ge Wei sendiri berarti "Semua Orang". Bisa juga dipakai untuk menggantikan makna 'Saudara-saudara sekalian' dalam sebuah pidato.
Wu Lin (武林)
Makna literal karakter Wu (武) adalah 'ilmu perang' atau boleh dibilang 'ilmu bela diri', atau 'ilmu silat'. Sedangkan Lin (林) adalah 'hutan'. Dengan demikian istilah ini bisa diartikan 'Rimba Persilatan', atau yang lebih populer bagi kita adalah 'Dunia Persilatan'.
Xia Yi (侠义)
Arti literalnya adalah "Ksatria". Dalam sistem kemasyarakatan Tiongkok di abad pertengahan, nilai yang dijunjung tinggi dari sisi moral, religius, dan juga kode etik dalam setiap tindakan adalah kedua karakter ini.
Zhong Yi (忠义)
Loyalitas, atau kesetiaan.
Yue Wu Mu (岳武穆)
Panggilan ini ditujukan kepada Jendral Yue Fei (岳飛), 24 Maret 1103 - 28 Januari 1142. Nama "Wu Mu" itu sendiri adalah anugerah dari Kaisar Xiaozong pada tahun 1162, dua puluh tahun setelah ia meninggal, setelah dihukum mati oleh Kaisar Gaozong. Insiden ini diceritakan sekilas dalam Bab 1.
Feng Bo Ting (風波亭)
Arti literalnya adalah "Paviliun Angin Ribut" atau "Badai", sepertinya ini mengacu ke sebuah penjara. Dari artikel Wikipedia yang berkaitan dengan Yue Fei, terdapat bagian yang menceritakan bahwa Yue Fei tewas dengan cara digantung, terjadi di dalam penjara (Pavilion of Winds and Waves dalam hal ini adalah metafora dari penjara). Tetapi cerita tersebut tampaknya adalah sebuah legenda. Yang pasti, ia memang meninggal di dalam penjara.
Shi Jie (师姐)
Kakak seperguruan perempuan.
Shi Ge (师哥)
Kakak seperguruan laki-laki.
Jiu Hua Yulu Wan (九花玉露丸)
Arti literal per karakter dari istilah ini adalah sbb:
  • Jiu (九) = Sembilan
  • Hua (花) = Bunga
  • Yu (玉) = Batu Giok
  • Lu (露) = Embun
  • Wan (丸) = Pil
Mengingat ada uraian bahwa pil tersebut dibuat dengan mengumpulkan embun dari 9 bunga, maka cukup masuk akal kalau kita terjemahkan menjadi 'Pil Embun Sembilan Bunga Batu Giok'.
Titik Akupuntur Que Pen (缺盆)
Titik akupuntur yang terletak di perbatasan antara leher dan dada atas. Perhatikan ST12 pada gambar berikut.
Que Pen Acupoint
Tai Shan (泰山)
Sebuah pegunungan di sebelah utara kota Tai'An, propinsi Shandong, yang secara tradisionil dipercaya sebagai sumber berbagai keajaiban. Pegunungan ini menjadi sumber inspirasi berbagai cerita rakyat yang berbau mitos, salah satu yang paling terkenal adalah cerita yang ditulis pada era Dinasti Ming, Feng Shen Yan Yi (Investiture of The Gods).
Murid-murid Huang Yaoshi
Berdasarkan Senioritas
  1. Chen Xuanfeng (陳玄風), suami Mei Chaofeng yang berjuluk Tong Shi (銅屍), Si Mayat Tembaga.
  2. Mei Chaofeng (梅超風), yang berjuluk Tie Shi (鐵屍), Si Mayat Besi. Ia dan Chen Xuanfeng dikenal sebagai Hei Feng Shuang Sha (黑風雙煞). Nama aslinya adalah Mei Ruohua (梅若華). Huang Yaoshi mengganti namanya untuk disesuaikan dengan ciri khas nama semua muridnya yang diakhiri dengan "Feng" (Angin).
  3. Qu Lingfeng (曲靈風), yang mula-mula dikenal oleh Guo Xiaotian dan Yang Tiexin sebagai tetangga mereka yang cacat dan bernama Qu San (曲三). San (三) di sini dipinjam dari urutannya yang ketiga sebagai murid Huang Yaoshi.
  4. Lu Chengfeng (陸乘風), pemilik Rumah Awan yang dijadikan markas para bajak Danau Tai. Seorang sastrawan yang dikenal Guo Jing dan Huang Rong sebagai Lu Xiansheng, ayah dari Lu Guanying.
  5. Wu Mianfeng (武眠風), meninggal karena sakit, tidak tampil dalam cerita ini.
  6. Feng Mofeng (馮默風), murid keenam yang tidak tampil dalam cerita ini, tetapi tampil di buku kedua, Pendekar Rajawali Sakti.
  7. Shagu (傻姑), putri tunggal Qu Lingfeng yang mengalami kelainan mental.
Huang Rong tentulah yang paling muda di antara mereka semua, secara otomatis mereka memanggilnya Shimei, kecuali Shagu. Bagi Shagu, Huang Rong juga seorang Bibi Guru karena satu peringkat dengan ayahnya, meskipun usia Huang Rong lebih muda.
Niu Bi (牛鼻)
Arti literal kedua karakter di atas adalah "Hidung Sapi/Kerbau". Karakter kedua Bi (鼻) di atas barangkali kurang tepat, meskipun kalau dibaca dari terjemahan bahasa Inggris, "Ox-nosed", berarti memang itu. Dalam upaya untuk menemukan apa tepatnya makna istilah ini, saya menemukan sejumlah referensi yang memakai karakter Bi (逼), dan bukan 鼻. Ini jadi sangat membingungkan dan tak terpecahkan sampai sekarang, karena artikel tersebut juga menyebutkan bahwa istilah Bi (鼻) tersebut bukanlah istilah yang pantas/layak diucapkan di depan umum atau di forum yang berbau formal dan sopan, meskipun tidak mengatakan bahwa maknanya jorok atau sebuah makian berbau sex. Artikel itu hanya menyinggung bahwa jika seorang perempuan yang bukan berasal dari mainland pernah menyebutkannya di salah satu media sosial karena kurang mengerti, maka lain kali setelah ia tahu, ia tidak akan pernah lagi memakai istilah itu. Entah yang mana yang benar, tetapi dalam konteks ini keduanya bisa saja benar, karena Huang Rong dan beberapa orang lain, termasuk guru Guo Jing, Zhang Ahsheng, memakainya untuk mengolok-olok Qiu Chuji. Intinya istilah tersebut memang bukan kata-kata yang baik, dan dipakai sebagai cemoohan.
Gui Hua (桂花)
Pohon Osmanthus, yang bunganya dicampur dengan teh hitam atau Green Tea bisa dibuat menjadi teh Gui Hua (Gui Hua Cha, 桂花茶), yang dianggap berkhasiat untuk tubuh.
Titik Akupuntur Wai Guan (外关)
Wai Guan kurang lebih berarti "Pintu Luar", titik ini terletak di pergelangan tangan sebelah luar, sekitar tiga jari dari perbatasan telapak tangan.
Wai Guan Acupoint
Titik Akupuntur Nei Guan (内关)
Nei Guan kurang lebih berarti "Pintu Dalam", titik ini terletak di pergelangan tangan sebelah dalam, sekitar tiga jari dari perbatasan telapak tangan.
Nei Guan Acupoint
Hui Zong (会宗)
Nama Hui Zong ini sendiri bisa diartikan "Pertemuan Aliran", barangkali menjelaskan makna titik ini yang seolah-olah menjadi penghubung beberapa titik akupuntur lain. Perhatikan bahwa letaknya tepat di sebelah Wai Guan Ini bisa membuat orang yang kurang ahli keliru.
Hui Zong Acupoint
Cui Xin Zhang (摧心掌)
Ilmu yang didapat dari mempelajari Jiu Yin Zhen Jing dengan cara yang agak sesat, dipraktekkan oleh Chen Xuanfeng, dan diajarkannya kepada Mei Chaofeng juga. Secara literal ketiga karakter tersebut bermakna sbb:
  • Cui (摧) = Menghancurkan/Mematahkan
  • Xin (心) = Hati/Perasaan
  • Zhang (掌) = Telapak
Dengan demikian secara keseluruhan masih masuk akal kalau kita terjemahkan menjadi 'Telapak Penghancur Sukma'.
Hong Jian Yu Lu (鴻漸于陸)
Ini sebenarnya adalah sebuah kutipan dari literatur kuno, era Dinasti Zhou, yang dikenal sebagai Zhouyi, atau Perubahan Zhou. Sama seperti Li She Da Chuan.
            鴻漸于陸,	Hong jian yu lu,
            夫征不復,	fu zheng bu fu,
            婦孕不育。	fu yun bu yu.
        
Kira-kira bisa diterjemahkan menjadi ungkapan berikut:
        Pelan-pelan maju ke tanah kering.
        Seorang suami pergi tidak kembali, 
        dan seorang istri yang hamil tetapi tidak mau menyusui anaknya.
        
Li She Da Chuan (利涉大川)
Sama seperti di atas, ungkapan ini juga adalah bagian dari literatur jaman Dinasti Zhou, yaitu salah satu kutipan mengenai karakter Li (利). Karakter tersebut adalah karakter gabungan, yaitu dari He (禾), yang berarti biji-bijian atau Grain/Cereal, dan Dao (刂 dalam perkembangan menjadi 刀), yang artinya Pisau. Dengan demikian kelihatannya Li mula-mula punya makna 'Tajam'. Tetapi dengan segera makna ini bergeser menjadi Keuntungan, atau Menguntungkan, Benefit/Favorable. Akhirnya di dalam literatur-literatur, Li lebih sering punya makna ini, meskipun ada filsuf yang kurang menyukainya, karena ada semacam nada merendahkan dalam makna 'Keuntungan' atau Profit. Di dalam Zhouyi, karakter Li banyak dipakai untuk memberikan semacam nasihat kepada pembaca, dan salah satu kutipan yang sering dipakai adalah "Li She Da Chuan", yang kira-kira bisa diartikan 'Sangat berguna mengarungi sungai besar'. 'Beneficial to ford a great river'. Kalau kita pakai untuk menggambarkan sebuah gerakan ilmu bela diri, kelihatannya memang lebih baik disingkat menjadi 'Keuntungan Mengarungi Sungai Besar', atau bahkan 'Mengarungi Sungai besar'.
Jiangnan Qi Guai (江南七怪)
Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan
Tu Ru Qi Lai (突如其来)
Bangkit Mendadak
Ruan Wei Jia (软猬甲)
Perisai Duri Landak
Li Yu Da Ting (鲤鱼打挺)
Nama ini dikutip dari sebuah gerakan yang sudah umum dalam ilmu bela diri, yang disebut Li Yu Da Ting Zhi Li (鲤鱼打挺直立). Artinya kira-kira adalah 'Melompat Berdiri Tegak Seperti Ikan Mas'. Di dunia modern gerakan ini juga banyak dipakai dalam tarian seperti breakdance, senam, dan tentu saja dalam film laga atau drama silat yang memakai ilmu bela diri.
Li Yu Da Ting Zhi Li
Jin Long Bian (金龙鞭)
Cambuk kuda, senjata milik Han Baoju yang berjuluk Dewa Kuda.
Cheng Gan (秤杆)
Neraca atau alat timbangan, yang sampai sekarang masih banyak dipakai di toko-toko obat tradisional di kawasan Glodok dan sekitarnya. Ini adalah senjata khas Quan Jinfa, yang adalah seorang pedagang.
Chun Gang Bian Dan (纯钢扁担)
Bian Dan (扁担) adalah tongkat atau tiang pikulan. Karakter Gang (钢) adalah "Baja". Secara keseluruhan Gang Bian Dan adalah pikulan yang terbuat dari baja. Chun (纯) berarti "murni", maksudnya adalah "Baja Murni". Ini adalah senjata yang dipakai oleh Nan Xiren, yang sangat berat.
Zhen Jing Bai Li (震惊百里)
Salah satu jurus dalam 18 Jurus Penakluk Naga milik Hong Qigong.
Shi Bo (師伯)
Panggilan untuk saudara seperguruan dari guru (Shifu) seseorang, yang lebih tinggi peringkatnya dibandingkan sang guru itu sendiri. Panggilan ini sama untuk laki-laki dan perempuan.
Kang Long You Hui (康龙有悔)
Empat karakter itu punya arti literal masing-masing:
  1. Kang (康) yang paling umum dipakai untuk istilah 'Sehat', seperti dalam Jian Kang (健康), tetapi juga bisa berarti 'Damai' atau 'Peaceful', makna inilah yang dipakai dalam konteks tersebut. Seekor Naga yang merasa dirinya tinggi akan bersikap sombong, tetapi karena menyesalinya maka ia akan merasa damai.
  2. Long (龙) berarti Naga
  3. You (有) adalah kata sambung, di sini bisa berarti 'ada' atau 'punya'.
  4. Hui (悔) berarti 'Menyesal', seperti dalam Houhui 后悔.
Sebenarnya kalimat ini adalah kutipan yang diambil dari Yijing Hexagram, yaitu bagian yang membahas mengenai 6 Naga, pada baris keenam, yang menceritakan 'Naga Sombong' (Kang Long). Demi mempertahankan estetika, saya menerjemahkan semuanya menjadi Naga Angkuh Punya Penyesalan.
Xian Xia Pai (仙霞派)
Xian Xia Pai adalah salah satu cabang dari Shaolin, yang terletak di wilayah perbukitan Xian Xia. Salah satu anggota perguruan ini adalah Biksu Kumu, Kepala Biara Fahua di Lin'an, yang adalah paman dari Duan Tiande, perwira Song Selatan yang mengepung rumah Guo Xiaotian dan Yang Tiexin, dan berakhir dengan insiden berdarah yang membawa anak-anak mereka berdua sampai di kondisi seperti saat ini, dalam jilid ini. Selain itu masih ada Biksu Jiaomu yang tewas dalam insiden itu. Lu Guanying adalah murid langsung dari Biksu Kumu, dan secara tidak langsung ia mewarisi ilmu silat Shaolin.
Die (爹)
Ayah dalam bahasa mandarin. Orang kuno lebih cenderung memakai istilah ini, dan bukan "Papa". Istilah ini diucapkan "Tie", dan bukan dengan "D". Kita akan cenderung membayangkan istilah bahasa Inggris "Die", yang berarti "Mati", tetapi cara pengucapannya sama sekali lain.
Luo Ying Shen Jian Zhang (落英神剑掌)
Salah satu kungfu ciptaan Huang Yaoshi, yang adalah kungfu tangan kosong, tetapi memakai telapak tangan seperti menggunakan pedang. Barangkali sebaiknya diterjemahkan menjadi Ilmu Pedang Dewa Pendekar Gugur. Karakter gabungan Shen Jian (神剑) bisa diartikan "Pedang Dewa" (bukan Dewa Pedang). Karakter Zhang (掌) adalah "Telapak", atau jurus tangan kosong dalam konteks ini. Karakter pertama Luo (落) artinya "Jatuh", atau barangkali lebih luwes kita tulis "Gugur". Sedangkan Ying (英) berarti "Pahlawan" atau "Pendekar" dalam konteks ini. Karakter Ying berdiri sendiri sebagai kata benda memang bisa bermakna Berani/Brave, Pahlawan/Hero, atau "Orang yang luar biasa/istimewa", atau bahkan Bunga/Flower. Konon, nama "Pedang Dewa" itu dipakai adalah karena "Pedang" tersebut tidak kelihatan, karena memang tidak ada, dan jurus ini memang adalah jurus tangan kosong. Tangan itulah yang berfungsi sebagai pedang, dan bergerak seperti pedang. Sama sekali tidak jelas mengapa harus ada istilah "Luo Ying" di sini, dan sebenarnya kedua karakter itu sulit sekali diterjemahkan. Untuk sementara saya tidak mencantumkan istilah "Luo Ying" ini, dan hanya memakai "Ilmu Pedang Dewa" yang terasa lebih masuk akal.
Xuan Feng Sao Ye Tui Fa (旋風掃葉腿法)
Ini adalah sebuah teknik tendangan ciptaan Huang Yaoshi. Rangkaian 6 karakter ini dengan cukup mudah bisa kita terjemahkan menjadi "Teknik Tendangan Angin Puyuh Menyapu Dedaunan". Uraian per karakter adalah sbb:
  1. Xuan (旋) = Pusaran/Putaran/Lingkaran
  2. Feng (風) = Angin
  3. Sao (掃) = Menyapu
  4. Ye (葉) = Daun
  5. Tui (腿) = Kaki
  6. Fa (法) = Teknik
Yu Ji Feng Kuang (雨寄风狂)
Hujan Mengirim Angin Ribut

Footnotes

  1. Istilah ini diterjemahkan menjadi “Manajer” di salah satu bab, tetapi masih belum ditemukan istilah aslinya sebagai bahan pembanding. Bagian ini masih tentative.

  2. Gunung Tai, lambang dari puncak tertinggi. Nama ini seringkali digunakan sebagai metafora untuk menyanjung seseorang yang dianggap punya kepandaian atau keahlian tinggi.

  3. Julukan Hong Qigong (九指神丐, Jiu Zhi Shen Gai), yang memang dikenal karena hanya memiliki sembilan jari. Artinya adalah Dewa Pengemis Sembilan Jari.

  4. Julukan Qiu Qianren, Tie Zhang Shui Shang Piao (鐵掌水上飄), yang artinya Telapak Besi Mengapung Di Atas Air.

  5. Jiangnan Qi Guai (江南七怪), atau Tujuh Orang Aneh Dari Jiangnan, julukan para guru Guo Jing. Perlu dicatat bahwa Jiangnan sendiri adalah nama sebuah wilayah yang mengacu ke sisi Selatan dari Sungai Yangtze, yang selalu menjadi patokan perbatasan Utara dan Selatan, karena itu mereka juga dikenal sebagai Tujuh Orang Aneh dari Selatan.

  6. Mengikuti kehendak Surga berarti kemakmuran, menentang kehendak Surga berarti maut.

  7. Gu Yan Chu Qun (孤雁出群), artinya Angsa Liar Kesepian Keluar Dari Kawanan. Istilah ini adalah pelesetan yang dikarang Huang Rong, menirukan gaya Hong Qigong, untuk mengejek Qiu Qianren.

  8. Saya belum menemukan apa tepatnya makna istilah ini, karakter asli yang dipakai pun belum ditemukan selengkapnya. Bi Liu Zhang (臂六掌) sendiri memang berarti “Lengan Enam Telapak” atau “Arm Six Palm”. Meminjam terjemahan literal yang spekulatif dari istilah tersebut, kita bisa menyelipkan “He”, menjadi 臂六合掌, yang menjadi “Arm Six-Joint Palm”, masih cukup masuk akal. Tetapi missing simbol grave untuk membaca jadi agak sulit menemukan “Tong” yang sesuai untuk diartikan “Open”. Bagian ini masih tentative. Kemungkinan akan dihapus, dan memakai apa yang ada.

  9. Sama seperti di atas, tetapi ini berkaitan dengan lima elemen.

  10. Tong Shi (铜尸) adalah julukan Chen Xuanfeng, yang berarti ‘Mayat Tembaga’.

  11. Lan Hua Fu Xue Shou (兰花拂穴手) adalah ilmu totokan khas keluarga Huang Rong yang diajarkan ayahnya. Arti literal dari nama tersebut adalah, Lanhua = Anggrek, Fu = Mengocok, Xue = Titik/Jalan darah, Shou = Tangan. Semuanya bisa diartikan “Ilmu Totokan Anggrek”

  12. Cambuk Naga Perak, Du Long Yin Bian (独龙银鞭), yang dipakai sebagai senjata oleh Mei Chaofeng. Bisa disingkat menjadi Cambuk Perak. Karakter “Du” (独) di atas adalah hasil pencarian saya sendiri, kemungkinan salah. Artinya adalah “Tunggal” atau “Single/Alone/Independent”. Ini yang paling masuk akal dibandingkan “Du” lainnya.

  13. Istilah Qian Long Wu Yong (潜龙勿用) barangkali bisa kita terjemahkan menjadi ‘Naga Terpendam Tidak Berguna’. Karena Qian Long adalah Naga Terpendam, sedangkan Wu Yong di situ berarti ‘Jangan Digunakan’.

  14. Tao Hua Shen Jian Zhang (桃花神剑掌), ilmu silat khas Pulau Persik yang diajarkan Huang Yaoshi. Ilmu ini menggunakan tangan kosong, tetapi seolah-olah tangan tersebut bertindak sebagai pedang. Kemungkinan besar ini adalah jurus yang sama dengan Luo Ying Shen Jian Zhang.

  15. Da bu gou, pao! (打不够 , 跑 !) Kata-kata ini adalah istilah gabungan yang tidak bisa diterjemahkan begitu saja secara literal. Da (打) artinya adalah berkelahi/fight, sedangkan Bu (不) adalah kata sifat yang berfungsi sebagai kata sambung negatif, yang berarti “Tidak”. Gou (够) berarti “Cukup”. Sedangkan karakter terakhir adalah karakter independen, Pao, yang berarti “Lari”. Rangkaian karakter “Da bu gou” itu maknanya kira-kira adalah “Perlawanan tidak cukup”, yang berarti kita tidak cukup kuat untuk menang dalam sebuah pertarungan. Singkatnya bisa diartikan ‘Kalau kalah, lari!‘.

  16. Biksu Agung Kumu (Kumu Da Shi, 枯木大師) adalah Kepala Biara Fahua di Lin’an. Ia juga adalah anggota dari Perguruan Silat Xian Xia, yang adalah salah satu cabang Shaolin.

  17. Da Shi (大師) secara literal berarti ‘Guru Besar’. Panggilan ini umumnya disandang oleh guru terbaik di antara guru-guru yang ada di suatu tempat. Ini juga termasuk Biksu. Seorang Kepala Biksu atau Kepala Biara umumnya akan dipanggil Da Shi. Bahkan biksu biasa akan cenderung dipanggil Dashi oleh orang awam yang ingin menunjukkan rasa hormatnya.

  18. Nama jurus ini dikutip dari Yijing Hexagram, yaitu bagian yang membahas 6 Naga, pada baris keempat, yang berbunyi Huo Yue Zai Yuan. Kutipan tersebut bisa diterjemahkan menjadi ‘Sang Naga sedang mempertimbangkan untuk melompat keluar dari dalam jurang’. Dalam bahasa aslinya Huo Yue Zai Yuan, karakter pertama Huo bisa 或 atau 惑. Diikuti oleh 躍在淵. Karakter Huo (惑) artinya adalah ‘bingung’, atau bahkan bisa jadi ‘malu’. Sedangkan Huo (或) adalah kata keterangan, yang dalam hal ini bisa berarti mungkin/bisa jadi/barangkali, dan bahkan bisa menjadi kata sambung yang berarti ‘atau’. Karakter kedua Yue (躍) punya makna ‘melompat’. Kalau kita mencoba mengartikan karakter selanjutnya secara literal, maka akan terlihat seolah tidak bermakna. Sedangkan kalau ketiga karakter terakhir digabungkan, makna yang muncul adalah ‘melompat ke kedalaman’, yang berarti melompat ke dalam jurang. Untuk benar-benar memahami kedalaman maknanya, orang harus mempelajari literatur Dinasti Zhou. Untuk memakainya sebagai nama jurus dalam konteks cerita silat, sebaiknya diterjemahkan menjadi ‘Melompat Dari Jurang’.