Bab 28

Puncak Gunung Telapak Besi

IlustrasiNarasi
Ilustrasi Bab 28Jian Zhanglao buru-buru mundur untuk menghindari pukulan, tetapi Huang Rong tidak mau kehilangan momentum dan terus mengincar titik akupunturnya dengan gencar. Ia mulai berlari, tapi semakin cepat ia berlari, semakin cepat pula tongkat itu mengejarnya. Ia harus terus melompat kesana-kemari sampai keringat menetes di janggut putihnya.

Saat ini Lu Youjiao sedang berdebat dengan ketiga penatua lainnya. Ia berkata, “Kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, kita harus menanyai mereka lebih jelas untuk menentukan menentukan nasib ketua kita.” Penatua ketiga cabang Baju Bersih berkata, “Kita sudah memilih ketua kita, mana mungkin kita mengubahnya seenak perut kita? Aturan yang ditetapkan saat pendirian Kai Pang menyatakan bahwa kita tidak boleh melanggar perintah ketua kita.” Keempat penatua berdebat sengit. Jari-jari Lu Youjiao patah, dan ia menggigit giginya untuk menahan sakit, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Penatua ketiga cabang Baju Bersih membuat isyarat tangan dan berjalan ke arah Yang Kang. Peng Zhanglao berkata dengan lantang, “Kita hanya percaya kepada Yang Bangzhu. Bocah perempuan jahat ini ikut membantu menyebabkan tewasnya Hong Bangzhu, dan dengan licik ia lolos dari maut, tapi masih berani omong kosong di sini. Jangan pedulikan dia. Saudaraku, ayo siksa dia sampai mengaku!” Guo Jing melompat dan berteriak, “Siapa berani menyentuhnya?” Tidak ada yang berani mendekat ketika melihat sosoknya yang mengesankan. Qiu Qianren dan para pengikutnya melihat dari kejauhan di dekat pagar, menikmati konflik internal mereka. Huang Rong berkata dengan tegas, “Hong Bangzhu sekarang berada di Istana, di Lin’an, sedang menikmati masakan koki kekaisaran dan tidak bisa hadir. Karena itulah dia mengutusku untuk mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin. Kalau sudah selesai menikmati makanannya, ia pasti akan kembali.” Semua anggota Kai Pang tahu tentang hobi makan Hong Qigong, dan merasa ucapannya banyak benarnya, tetapi mereka masih sulit percaya bahwa anak perempuan kecil ini bisa menjadi ketua baru mereka.”

Huang Rong melanjutkan, “Bajingan dari Dinasti Jin ini bekerja sama dengan Aliran Telapak Besi untuk menyakitiku dan mencuri Tongkat Penggebuk Anjing milik Ketua, tapi kalian tidak berusaha menyelidiki kebenarannya? Keempat penatua kita sangat berpengalaman dan berpengetahuan luas, tapi bagaimana bisa gagal melihat penipuan yang begitu sederhana?” Ketika mendengarnya, para anggota Kai Pang memandangi keempat penatua mereka dengan ragu.

Pada saat itu, Yang Kang hanya bisa bersikeras dengan pendiriannya dan berkata, “Kau bilang Ketua Hong masih hidup, jadi kenapa dia bisa menunjukmu menjadi ketua? Bagaimana caramu membuktikan ucapanmu itu?” Huang Rong melambaikan tongkat bambu dan berkata, “Ini Tongkat Penggebuk Anjing milik ketua, masa ini bukan bukti?” Yang Kang tertawa keras-keras, “Haha, ini tadinya milikku, dan kau mengambilnya di depan semua orang beberapa saat yang lalu. Bukti macam apa itu?” Huang Rong tersenyum, “Kalau Hong Bangzhu memang memberikannya kepadamu, mengapa ia tidak mengajarkan teknik Tongkat Penggebuk Anjing juga? Dan kalau memang dia mengajarkannya, masa aku bisa merebutnya dari tanganmu?” Sewaktu Yang Kang mendengar ia menyebutkan istilah ‘Tongkat Penggebuk Anjing’ berkali-kali, ia merasa Huang Rong membuat kesalahan sendiri, dan ia berteriak, “Ini lambang kekuasaan tertinggi kelompok kita, ‘Tongkat Penggebuk Anjing’ apa maksudmu? Beraninya kau menghina harta karun kelompok ini!” Ia mengira ucapannya akan menyenangkan para anggota Kai Pang, tapi ia sama sekali tidak tahu bahwa tongkat itu memang sebenarnya disebut ‘TongKat Penggebuk Anjing’. Kedua pengemis yang menemaninya selama perjalanan ke situ sangat menghormati Tongkat Penggebuk Anjing, dan mereka tidak berani menyebutkan namanya di sepanjang perjalanan. Yang Kang dengan jelas menunjukkan ketidaktahuannya akan nama tongkat itu, dan semua anggota Kai Pang memelototinya dengan tidak senang. Yang Kang merasa bahwa ia telah mengatakan sesuatu yang salah, tetapi tidak bisa menebak fakta bahwa tongkat bambu yang menjadi benda pusaka Kai Pang itu memang sebenarnya punya nama yang tidak enak disebut. Huang Rong tersenyum, “Harta karun? Ambillah kalau kau memang suka. Ia mengulurkan tongkat itu.”

Yang Kang sangat senang, dan ingin mengambilnya, tetapi ia takut kepada Guo Jing. Penatua Peng berkata, “Kami akan melindungimu, Bangzhu. Ambil dulu.” Yang Kang melompat bersamaan dengan Penatua Jian dan Penatua Liang. Lu Youjiao melihat Huang Rong sendirian, dan melompat juga. Ia berpikir, “Meskipun jariku patah, aku masih punya kaki. Namaku ‘Lu Punya Kaki’ bukannya tidak ada artinya.”

Huang Rong dengan mantap menyerahkan tongkat bambu itu kepada Yang Kang. Ia waspada dan memastikan semua titik vitalnya terlindung dengan baik sebelum mengambilnya. Huang Rong melepaskan tongkat itu sambil tertawa. “Kau sudah memegangnya erat-erat?” Yang Kang berkata dengan nada tajam, “Untuk apa?” Huang Rong mendadak meletakkan tangan kirinya di atas tongkat dan mengangkat kakinya. Ia melemparkan tongkat itu ke bawah sambil berkata, “Kalau kau sudah memegangnya dengan benar, aku akan merebutnya lagi.” Jian Zhanglao melambaikan lengan bajunya dan mengambil tongkat itu. Langkah ini bersih dan cepat, para pengemis di sekitarnya bersorak. Jian Zhanglao lalu mengembalikannya kepada Yang Kang. Ia mencengkeramnya dan berpikir, “Kecuali kau memotong tanganku, kau tidak bakalan bisa merebutnya lagi.”

Huang Rong tertawa, “Waktu Ketua Hong memberikan tongkat ini kepadamu, apa dia tidak mengajarimu untuk memegangnya dengan benar, supaya tidak mudah direbut orang lain?” Kerumunan pengemis itu tertawa ketika Jian Zhanglao dan Liang Zhanglao bergerak ke depan Yang Kang. Kaki Jian Zhanglao melayang untuk menerjangnya, tetapi Huang Rong melompat kesana-kemari dengan menggunakan teknik ajaran Hong Qigong, Xiao Yaoyou. Ia bergerak seperti burung walet, membuat Jian Zhanglao menangkap angin meskipun ia sudah hampir berhasil menangkapnya. Ia agak gentar ketika mendengar suara sambaran tongkat bambu itu ke arah kaki mereka. Kedua penatua itu melompat menjauh untuk menghindari sambaran tongkat. Huang Rong tertawa, “Maafkan aku, tapi nama jurus ini adalah ‘Menggebuk Dua Ekor Anjing’!” Lengan jubah putihnya berkibar-kibar ketika ia berdiri di ujung mimbar, tongkat bambu hijau cerah itu bersinar terang di tangannya. Kali ini ia bergerak lebih cepat lagi dan tak seorang pun melihat jurus apa yang digunakannya. Guo Jing bersorak, “Sekarang siapa yang sungguh-sungguh diajar oleh Hong Bangzhu? Masa belum jelas?” para pengemis yang berkerumun di sekeliling mimbar elihatnya merebut tongkat itu tiga kali, dan setiap kali lebih cepat dari sebelumnya, dan mereka mulai berdebat di antara mereka sendiri. Lu Youjiao berkata dengan lantang dan jelas, “Saudara-saudara, jurus-jurus nona ini sudah jelas adalah kungfu ajaran Ketua Hong.” Ketiga penatua saling pandang. Mereka sudah mengenal Hong Qigong selama bertahun-tahun, dan mereka tahu pasti bahwa itu memang kungfunya. Jian Zhanglao berkata, “Karena dia murid Hong Bangzhu, sudah sewajarnya dia bisa beberapa jurus kungfunya.” Ku Youjiao berkata, “Kita juga tahu bahwa Tongkat Penggebuk Anjing hanya diajarkan kepada para ketua Kai Pang.” penatua Jian tertawa keras-keras dan berkata, “Bocah tengik ini belajar beberapa ilmu untuk merampas senjata, dan meskipun dia cukup bagus, masa itu bisa membuktikan bahwa ilmu itu memang Tongkat Penggebuk Anjing?”

Lu Youjiao juga punya keraguan ini dan berkata, “Baiklah, Nona, tolong tunjukkan Ilmu Tongkat Penggebuk Anjing kepada semua orang di sini, dan kalau itu memang asli, semua pengemis di sini akan yakin.” Jian Zhanglao berkata, “Kita semua sudah mendengar tentang ilmu itu, tapi tak seorang pun dari kita sungguh-sungguh pernah melihatnya diperagakan. Bagaimana kita bisa tahu itu asli atau tidak?” Lu Youjiao bertanya, “Apa usulmu?” Jian Zhanglao bertepuk tangan dan berkata, “Kalau nona ini bisa mengalahkan jurus Telapak Babiku dengan Tongkat Penggebuk Anjing, aku akan mengakuinya sebagai ketua. kalau aku masih ragu, biarlah tubuhku terpotong berkeping-keping oleh pisau dan anak panah.” Lu Youjiao protes, “Kei, kau ini jagoan Kai Pang berpengalaman di Jianghu selama dua puluh tahun sampai sekarang ini. Berapa umur nona ini? Dia baru belajar jurus ini, mana mungkin dia bisa menandingi pengalamanmu puluhan tahun di dunia persilatan?” Ketika mereka berdebat, Liang Zhanglao mulai tidak sabar dan melompat ke arah Huang Rong sambil berteriak, “Kebenaran tentang Tongkal Penggebuk Anjing pasti akan terbongkar sekarang! Awas!” Goloknya membacok tiga kali di udara, hawa dingin membungkus golok itu. Bacokan itu sangat cepat dan dahsyat, namun begitu semuanya menghindari tubuhnya dengan akurasi seorang ahli. Huang Rong menggantungkan tongkat bambu itu di ikat pinggangnya, dan tanpa menggerakkan kakinya, ia menghindari semua bacokan itu. Ia tertawa, “Untuk melawanmu, untuk apa aku menggunakan Tongkat Penggebuk Anjing?” Tangan kirinya memukul, sementara tangan kanannya berusaha merebut goloknya dengan paksa.

Penatua Liang adalah pribadi yang sangat dikenal, jadi ia marah ketika seorang anak perempuan yang masih begitu muda dan tak berpengalaman tidak menanggapinya dengan serius. Ia segera membacok bahunya menggunakan jurus istimewanya. Penatua Jian tidak lagi merasa bermusuhan dengan Huang Rong dan sebaliknya ia berpikir bahwa ada sesuatu yang lebih lebih oenting dari apa yang mereka lihat, maka ketika melihat keberingasan Penatua Liang, ia memperingatkan, “Liang Zhanglao, jangan pakai cara berbahaya!” Huang Rong tertawa. “Tidak apa-apa!” katanya. Gerakannya berubah mendadak, memukul dan menendang, mendorong dan menonjok, berubah-ubah sebanyak lebih dari sepuluh kungfu yang berbeda secara berturut-turut.

Pandangan para pengemis di sekitar mimbar melekat ke jalannya pertarungan itu. Seorang pengemis kurus delapan kantong berseru, “Ah! Telapak Bunga Teratai!” Si pengemis gendut berseru, “Eh, dia bisa Tinju Palu Perunggu!” Sebelum ia menyelesaikan kalimarnya, Huang Rong sudah berganti jurus lagi, dan para ahli itu berseru, “Ah, itu kungfu Memukul Langit milik Ketua!” “Hei, dia menggunakan teknik Menendang Kelambu Besi!” “Gerakan ini adalah Persendian Tangan Mengalahkan Musuh!”

Hong Qigong sebenarnya orang malas yang tidak suka menerima murid. Hanya ketika seorang anggota Kai Pang punya prestasi penting ia akan mengajarkan satu-dua jurus sebagai hadiah. Bahkan ketika salah seorang dari mereka melakukan tugas tanpa mempedulikan nyawa mereka sendiri, Hong Qigong hanya akan mengajarkan salah satu jurus dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga — Sang Naga Mengibaskan Ekor. Hong Qigong juga punya kebiasaan lain, di mana ia tidak akan mengajarkan jurus yang sama kepada lebih dari satu orang, jadi apapun juga yang dipelajari para anggota Kai Pang, mereka tidak akan berbagi dasar kungfu yang sama. Adalah karena kecerdasan Huang Rong dan masakannya yang fantastis, yang sangat menyenangkan hati Hong Qigong, maka ia mengajarkan lusinan jurus yang berbeda. Tapi karena ia suka bermain-main, maka ia hanya belajar beberapa jurus dari setiap ilmu yang hebat itu. Lebih jauh lagi, Hong Qigong juga malas melatihnya dengan baik, maka Huang Rong hanya bisa memamerkan kemampuannya tanpa pemahaman yang mendalam. Meskipun begitu, tujuannya memang hanya untuk memamerkan kebolehannya yang diajarkan sendiri oleh Hong Qigong, dan para pengemis itu berseru kagum ketika mereka melihat bahwa kungfu itu memang sesuai dengan apa yang mereka sendiri ketahui. Ilmu golok Penatua Liang sebenarnya jauh lebih baik dari kungfu Huang Rong, adalah karena seringnya ia mengganti gaya pertarungan, maka orang itu untuk sejenak lamanya bimbang, hal ini sudah cukup untuk mencegahnya menyerang dan memaksanya lebih banyak bertahan.

Ketika golok berkelebat, Huang Rong mendadak menarik telapak tangannya ke sisi tubuhnya dan tertawa, “Kau mengaku kalah?” Penatua Liang belum menggunakan seluruh jurusnya, mengapa ia harus mengaku kalah? Goloknya berputar keluar dari dadanya. Huang Rong tidak menghindari serangan itu, membuat para pengemis menjerit kaget ketika golok itu terbang ke arahnya. Jian Zhanglao dan Lu Youjiao berteriak supaya ia menghentikan serangannya. Penatua Liang juga tahu ada sesuatu yang salah dan buru-buru mencoba menarik goloknya ke atas, tetapi tidak bisa menariknya tepat waktu dan golok itu mengenai bahu kirinya. Ia diam-diam mengeluh, “Aduh, jangan!” Tenaga di balik serangan itu tidak ringan dan ia merasa bahwa ia sudah melukai Huang Rong. Tiba-tiba lengannya mati rasa dan golok itu jatuh dengan suara berdenting. Ia tidak tahu bahwa Huang Rong mengenakan Rompi Kulit Landak dan bahwa ia telah mengambil kesempatan ketika lawannya ragu-ragu untuk mengetuk titik akupunturnya menggunakan Tangan Pemetik Bunga milik keluarganya. Ia menginjak golok itu sambil berkata, “Bagaimana?” Penatua Liang sangat yakin bahwa ia telah melukainya dengan serangan itu, maka ia sangat terkejut dengan perubahan situasi ini dan ia menjauh tanpa bisa mengatakan apa-apa. Yang Kang berkata, “Dia anak Huang Yaoshi, jadi tidak aneh kalau memakai Rompi Kulit Landak.” Penatua Jian mengerutkan alisnya dengan ragu. Huang Rong tertawa, “Kau tidak percaya?” Lu Youjiao mengamati bahwa meskipun ilmu silatnya bagus, tapi ia masih kalah jauh dari Liang Zhanglao. Kalau bukan karena tipuannya, ia paling banyak hanya bisa mengharapkan hasil imbang. Penatua Jian jauh lebih baik ketimbang Penatua Liang, dan Huang Rong bukan tandingannya, tetapi ia masih cekikikan seenaknya. Lu Youjiao kuatir, tetapi rasa sakit di jarinya yang patah mencegahnya bicara sementara ia berkeringat deras. Penatua Jian mengangkat kepalanya dan berkata, “Nona, ijinkan aku melawanmu!” Guo Jing melihat sosoknya yang tegap dan langkahnya yang mantap, dan juga tahu bahwa Huang Rong bukan tandingannya, maka ia memungut bungkusan kulit sapi dan menerjang ke depan. Ia mendorong dan melilitkannya ke tongkat perunggu Penatua Jian, yang sebelumnya ditancapkan Qiu Qianren ke dalam sebuah batu, sambil berteriak, “Naik!” Tongkat itu bergetar dan tersentak ke atas. Tongkat itu menghadap ke arah Penatua Jian, tetapi Guo Jing melangkah ke tengah keduanya dan memukulnya dari samping. Pukulan itu adalah salah satu dari Delapan Belas Jurus Penakluk Naga, dan tenaganya sangat mencengangkan. Akibatnya tongkat itu berbalik arah secara mendadak. Guo Jing menangkap tongkat itu dan menggunakannya untuk memperagakan jurus Awan Tanpa Hujan, sementara tangan kanannya melakukan jurus Sindiran Meyakinkan. Ia menggunakan dua macam ilmu silat secara serempak, dan tongkat itu berdiri dengan mantap. Lalu ia menggunakan jurus Jian Long Zai Tian untuk memukul bagian tengah tongkat. Ia berseru, “Awas!” dan tongkat itu terbang ke arah Penatua Jian.

Tongkat itu meluncur seperti salju dan Penatua Jian tahu jika ia mencoba meraihnya untuk memotong lajunya, maka tangannya akan terkilir, maka ia melompat ke samping untuk menghindar. Ia takut tongkat itu akan mengenai para pengemis di sekitarnya, karenanya ia berteriak, “Minggir!” Tetapi Huang Rong mengulurkan tongkat bambu untuk menepuk bagian tengah tongkat perunggu itu dan dengan lembut menekannya ke bawah. Ini contoh yang baik untuk mengatakan ‘empat liang menggerakkan seribu jin’1. Meskipun gerakan itu lembut, tetapi gerakan itu adalah salah satu gerakan cerdik dari Tongkat Penggebuk Anjing yang disebut Ya Bian Gou Bei, yang menggunakan tenaga secara efisien. Ia menekan tongkat itu ke bawah sambil berkata, “Kau memakai tongkat ini, aku memakai tongkat bambu. Mari kita bermain-main sebentar.”

Penatua Jian tercengang dan melupakan niatnya untuk berdebat. Ia membungkuk untuk mengambil tongkat itu dan memegangnya dengan kepala tertunduk, lalu membungkuk dan berkata, “Nona, tolong ringankan hukuman.” Tindakan ini seharusnya menjadi tanda penghormatan dari seorang yang lebih muda kepada yang lebih tua atau lebih ahli, dengan maksud untuk minta petunjuk atau berharap untuk belajar dari orang tua atau guru itu.

Huang Rong mengulurkan tongkat bambunya dan menggunakan jurus Menjungkir balikkan Anjing, dan melemparkan kepala tongkat ke atas. Ia tertawa, “Harap jangan terlalu sopan. Aku mungkin tidak sekuat Zhanglao.” Tongkat perunggu itu telah menjadi senjata andalan Penatua Jian selama beberapa dekade, namun begitu ia tidak bisa memegangnya dengan mantap dan tongkat itu mengetuk dahinya ketika ia buru-buru menarik senjatanya. Ia terkejut dan buru-buru memakai pukulan ‘Raja Qin Melecut Batu’ dan memukulnya ke bawah dari belakang — pukulan yang berasal dari kungfu para pendekar dari Liang Shan Po yang disebut Feng Mo Gun Fa. Huang Rong melihat bahwa serangan ini kuat dan ganas, dan merasa kalaupun ia berhasil menyapunya, ia masih akan mengalami luka dalam meskipun ia memakai Rompi Kulit Landak. Ia meningkatkan kecepatannya dan menggunakan Tongkat Penggebuk Anjing, dan menggeser tongkatnya ke atas tongkat perunggu. Tongkat perunggu itu beratnya sekitar 30 jin, sedangkan tongkatnya hanya sekitar 10 liang, tetapi keterampilannya sangat mendalam dan cerdik, dan dengan mudah membuat tongkat bambu itu bisa mencegah tongkat perunggu menerobos masuk hanya dalam beberapa jurus.

Pada awalnya Penatua Jian hanya takut ia akan mematahkan tongkat bambu, jadi ia menahan diri, menarik tongkatnya begitu menyentuh tongkat bambu. Namun dengan kemahiran Huang Rong dalam memainkan tongkat, Penatua Jian berulang kali dipaksa untuk bertahan. Dalam beberapa jurus kemudian, ia hanya melihat bayangan tongkat ke segala arah dan harus menggunakan seluruh kemampuannya untuk mempertahankan diri, dan tidak lagi bisa mempedulikan apakah ia akan memukul terpaksa tongkat bambu itu atau tidak.

Guo Jing menghela nafas kagum, “Kungfu Shifu benar-benar tak terduga.” Ia kemudian berpikir, “Aku ingin tahu di mana Shifu sekarang? Kuharap dia sudah pulih.” Ia tiba-tiba melihat Huang Rong mengubah taktik lagi. Ia memegang tongkat dengan 3 jari, dan tongkat itu berputar menari-nari. Penatua Jian sejenak terpesona ketika ia menyerang ke arah bahu Huang Rong. Huang Rong memutar tongkat bambu untuk menjaga jaraknya tetap dekat dengan kepala tongkat perunggu itu, lalu ia menggiring tongkat perunggu itu ke luar, meminjam hingga momentum dari tongkat perunggu itu sendiri. Penatua Jian merasa seolah-olah tongkat itu akan terbang lepas dari tangannya dan ia buru-buru mencoba untuk menariknya kembali, tetapi ia tidak menduga tongkat bambu itu ternyata terus menempel pada tongkatnya. Dalam keterkejutannya, ia mengubah gerakan tujuh atau delapan kali secara beruntun, tetapi ternyata ia tidak bisa melepaskan tongkatnya dari tempelan tongkat bambu.

Ilmu Tongkat Penggebuk Anjing terdiri dari delapan prinsip utama, Menjegal, Menangkis, Menjebak, Menyodok, Mencungkil, Memancing, Memcuri, dan Memutar. Huang Rong menggunakan teknik Menjebak untuk membuat tongkat seperti sulur yang melilit pohon, selebar apapun pohon itu, sulur itu tidak akan lepas dari pohon. Beberapa jurus kemudian, Jian Zhanglao mencoba untuk menggunakan Ilmu Tongkat Berlian, membuat tongkatnya bersuara mendesis, tetapi tongkat bambu itu masih menguntit tongkatnya. Huang Rong hampir tidak menggunakan tenaga sama sekali, dan hanya menggunakan tongkatnya untuk mengejar tongkat perunggu Jian Zhanglao, tampaknya seolah-olah ia dikendalikan oleh tongkat perunggu itu, padahal kenyataannya ia seperti bayangan yang menempel ketat tongkat Jian Zhanglao, memakai tenaganya sendiri untuk melawannya, mirip cara Guo Jing menjinakkan Kuda Merah Kecil miliknya bertahun-tahun yang lalu. Penatua Jian tidak lagi meragukannya dan hendak mengakui kekalahan ketika Penatua Peng tiba-tiba berteriak, “Gunakan teknik menangkap tangan, dan ambil tongkatnya!” Huang Rong berkata, “Baik, silakan!” Tongkatnya sekarang berubah menggunakan teknik Memutar, yang memaksa lawan untuk mengikuti dirinya sendiri, tetapi memaksa lawan melihat banyak kilatan dan bayangan. Jian Zhanglao tiba-tiba menyadari bahwa lima titik penting di punggungnya terancam. Semuanya adalah titik akupuntur yang sensitif, dan kalau kena bisa berakibat fatal. Jian Zhanglao tahu bahwa situasinya kritis dan ia dengan cepat-cepat mundur untuk menghindari pukulan, tetapi Huang Rong tidak kehilangan momentum dan terus mengincar titik akupunturnya dengan gencar.

Penatua Jian kehabisan akal dan langsung bergegas maju. Ia berhasil menghindari kejaran tongkat bambu itu, tetapi tongkat itu muncul dari belakang. Ia menghentak lebih keras dan mulai berlari, tetapi semakin cepat ia lari, semakin cepat pula tongkat itu mengejarnya. Para pengemis melihatnya melompat dan berlari berputar-putar di sekitar Huang Rong. Nona cilik itu berdiri di tengah dan memastikan tongkat itu tidak lepas dari punggung Jian Zhanglao dengan jalan terus-menerus ganti tangan untuk memegang tongkat itu, karenanya ia tidak perlu bergerak. Lingkar gerakan Jian Zhanglao semakin besar, dan Lu Youjiao harus turun bersama dua penatua lainnya untuk menghindari pukulan. Penatua Jian buru-buru berkata, “Ya! Ya! Salam untuk Bangzhu!” Ia ingin membungkuk hormat, tetapi Huang Rong tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, jadi ia harus terus melompat-lompat sampai keringat menetes di janggut putihnya. Huang Rong tertawa dan menggunakan prinsip ‘Mencungkil’ untuk melemparkan tongkat perunggu itu ke atas, meminjam sebagian besar dari momentum lompatan Penatua Jian sendiri. Penatua Jian segera membungkuk dan merangkapkan tangannya untuk memberi hormat. Para pengemis di sekitar mimbar melihat penampilan Huang Rong yang cemerlang dengan Tongkat Penggebuk Anjing dan tidak lagi ragu. Jadi mereka dengan meriah bersorak, “Salam untuk Bangzhu!” Penatua Jian melangkah maju untuk meludahi wajah Huang Rong, tetapi ketika ia melihat wajah halus putih gioknya yang bersinar seperti bunga mekar, bagaimana ia bisa meludahinya? Ia ragu-ragu dan akhirnya menelan ludahnya kembali ke tenggorokannya.

Saat itu, seseorang melompat dan menangkap tongkat perunggu — itu adalah Peng Zhanglao. Huang Rong jatuh karena tipuan hipnotisnya sebelum ini, dan sama sekali tidak menyukainya, jadi ia memandangnya dengan diam-diam sebelum mengangkat tongkat bambunya untuk menotok titik akupuntur di dadanya menggunakan prinsip Memutar, yang membuatnya tidak punya ruang untuk mundur. Tetapi Peng Zhanglao sangat licik, karena ia tahu kungfunya berada di bawah Jian Zhanglao, ia tidak berusaha menghindar tetapi hanya merangkapkan tangannya dan membungkuk.

Setelah menotoknya, Huang Rong dengan marah berkata, “Kau mau apa?” Penatua Peng berkata, “Ijinkan aku memberi hormat kepada Ketua.” Huang Rong menatapnya dan pandangannya lagi-lagi bertemu degan tatapan Peng Zhanglao, membuatnya ngeri, dan ia buru-buru berbalik. Tetap saja ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap matanya lagi. Ia berbalik dan melihat tatapan tajamnya, dan kali ini ia tidak bisa berpaling sehingga ia segera menutup matanya. Penatua Peng menyeringai, “Ketua, kau lelah. Silakan istirahat!” Suaranya halus dan lembut. Huang Rong merasa kelelahan dengan cepat menguasai dirinya. Ketika Penatua Jian mengakui Huang Rong sebagai Bangzhu, ia merasa bahwa ia punya tanggung jawab untuk melindunginya, jadi ketika ia melihat Penatua Peng menggunakan hipnotisnya, ia menggeram, “Peng Zhanglao, apa yang kau lakukan kepada Bangzhu?” Penatua Peng tersenyum dan berkata dengan lembut, “Bangzhu perlu istirahat, dia lelah. Kau bisa membantunya?” Huang Rong menyadari bahaya, tetapi ia merasa pusing dan lemas, dan ia menutup matanya untuk tertidur lelap. Dalam keadaan setengah sadar, ia tiba-tiba teringat sesuatu yang disebutkan Guo Jing, dan tersentak dari mimpinya, ia berseru, “Jing Gege! Kau bilang Jiu Yin Zhen Jing berisi beberapa teknik She Xin Fa?” Guo Jing sudah lama menyadari ada sesuatu yang salah, dan akan membunuh Penatua Peng dalam satu pukulan jika ia mencoba trik apa pun, ketika ia mendengarnya, ia melompat dan membisikkan sesuatu di telinganya. Huang Rong mendengarnya membacakankan bagian itu, dan dengan kecerdasannya yang tinggi, ditambah dasar tenaga dalam yang baik, ia mampu menenangkan diri dan memaksa matanya terbuka lebar, tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Peng Zhanglao menatap matanya yang terpejam selama beberapa saat, dan diam-diam gembira karena triknya berhasil, tetapi ia tiba-tiba melihatnya membuka kembali matanya, lalu tersenyum kepadanya. Ia balas tersenyum, tetapi sebelum ia menyadarinya, ia merasakan tubuhnya melayang dan tertawa terbahak-bahak. Huang Rong tahu bahwa ilmu di dalam Jiu Yin Zhen Jing memang hebat, dan berhasil menghipnotisnya hanya dengan satu senyuman, jadi ia terkekeh. Penatua Peng menyadari semuanya salah dan mencoba untuk berkonsentrasi, tetapi malah kehilangan kendali lebih lanjut atas dirinya sendiri, dan berdiri dengan tawa liar. Gema tawanya terdengar jelas di sekitar danau terdekat.

Para pengemis di sekitarnya saling memandang dan bertanya-tanya, apa yang ditertawakannya. Jian Zhanglao terus berteriak, “Peng Zhanglao, Apa yang kau lakukan? Beraninya kau bersikap tidak hormat kepada Ketua?” Peng Zhanglao menunjuk ke hidungnya dan membungkukkan pinggangnya sambil tertawa. Jian Zhanglao mengira ada sesuatu yang lucu di wajahnya, dan dengan kasar mengusap wajahnya dengan tangan. Peng Zhanglao tertawa lebih liar dan berjungkir balik, berguling-gulingan di tanah. Para pengemis menyadari ada yang tidak beres. Dua pembantunya sendiri mencoba mendukungnya, tetapi ia mendorong mereka pergi di tengah tawanya. Untuk teknik menghipnotis semacam ini, diperlukan tenaga dalam yang kuat, dan kekuatan kemauan untuk mengendalikan pihak lain. Untuk orang biasa jika mengalami perlakuan seperti itu, orang itu hanya akan tertidur, tetapi karena Peng Zhanglao sedang berkonsentrasi untuk mengendalikan Huang Rong, efeknya sepuluh kali lebih buruk ketika Huang Rong tiba-tiba ‘menyerangnya’ dalam keadaan seperti itu.

Jian Zhanglao kuatir ia akan mati karena kelelahan, jadi ia membungkuk kepada Huang Rong dan berkata, “Bangzhu, Peng Zhanglao tidak sopan, tetapi Zaixia mohon agar Bangzhu bermurah hati, dan mengampuni nyawanya.” Liang Zhanglao dan Lu Zhanglao maju dan membungkuk juga. Huang Rong bertanya kepada Guo Jing, “Menurutmu itu cukup?” Guo Jing menjawab, “Baiklah, lepaskan dia.” Huang Rong berkata, “Zhanglao, kalau ingin mengampuni dia, baiklah, tetapi kalian tidak boleh meludahiku.” Jian Zhanglao buru-buru berkata, “Aturan Kai Pang ditetapkan oleh Ketua, dan dapat diubah oleh Ketua, kami akan mendengarkanmu.” Huang Rong senang mendengar bahwa ia bisa menghindari ludah dan tertawa, “Baik, totok dia.” Jian Zhanglao melompat ke dekat Peng Zhanglao dan menotok dua titik akupunturnya, membuatnya berhenti tertawa, dan ia terengah-engah. Huang Rong terkikik, “Sekarang aku bisa istirahat! Hei, dimana Yang Kang?” Guo Jing menjawab, “Pergi!” Huang Rong melompat sambil bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi? Kemana dia pergi?” Guo Jing menunjuk ke arah danau dan berkata, “Dia pergi dengan Qiu Tua itu,” Huang Rong melihat sosok kabur dari kejauhan dan tidak mengejar, ia tahu bahwa Guo Jing melepaskannya karena ikatan keluarga mereka.

Ketika Yang Kang menyaksikan pertarungan Huang Rong dan Penatua Jian, dan melihatnya unggul, ia tahu jika ia tidak pergi sekarang, nyawanya akan jadi taruhan, jadi ia menyelinap pergi untuk bergabung dengan Sekte Telapak Besi sementara semua orang sedang berkonsentrasi pada pertarungan mereka. Qiu Qianren melihat Huang Rong mengambil alih kepemimpinan Kai Pang dan menyadari bahwa dengan kungfu yang baik dari Guo Jing dan Huang Rong, ditambah dengan kekuatan dari Kai Pang, tidak bijaksana bagi mereka untuk tetap tinggal di situ, jadi ia memimpin anggota Sekte Telapak Besi dan Yang Kang keluar dari pulau dengan perahu. Beberapa pengemis mengamati mereka pergi, tetapi dengan adanya pertarungan yang sedang berlangsung, tidak ada yang mengendalikan situasi, jadi mereka mengabaikan kelompok itu. Huang Rong mengangkat tongkat bambu dan berkata dengan tegas, “Sebelum Hong Bangzhu kembali, aku akan memimpin semua urusan di kelompok ini. Jian Zhanglao dan Liang Zanglao harus memimpin beberapa anggota delapan kantong untuk menyambut Hong Bangzhu kembali, Lu Zhanglao harus tetap di sini untuk memulihkan diri dari luka-lukanya.” Semua pengemis bersorak.

Huang Rong kemudian berkata, “Bagaimana mengusulkan kalian untuk menangani Peng Zhanglao?” Jian Zhanglao berkata, “Pelanggaran Peng Zhanglao sangat serius, dan dia pantas mendapatkan hukuman yang setimpal, tetapi berdasarkan jasanya untuk Kai Pang, tolong ampuni nyawanya.” Huang Rong tertawa, “Aku tahu kau akan memohon untuknya. Baik, dia sudah cukup tertawa, jadi turunkan saja pangkatnya dari Zhanglao menjadi anggota delapan kantong.” Keempat Penatua itu berterima kasih kepadanya. Huang Rong berkata, “Saudaraku, kalian jarang bertemu dan karena itu harus banyak bicara, kalian harus memberikan penguburan yang selayaknya untuk Li Sheng dan Yu Tiao Xin. Aku melihat Lu Zhanglao punya karakter yang baik, jadi semua masalah besar akan diputuskan oleh dia. Jian Zhanglao dan Liang Zhanglao, tolong bantu dia. Aku akan pergi sekarang dan kita akan bertemu di Lin’an.” Ia memegang tangan Guo Jing dan pergi.

Para pengemis mengantar mereka menuruni gunung dan mengawasi sampai perahu mereka tidak terlihat lagi sebelum berkumpul kembali untuk mendiskusikan rencana mereka.

Pasangan itu kembali ke Yue Yang saat fajar, dan menemukan kuda merah dan kedua ekor elang putih sedang menunggu mereka. Huang Rong melihat sekeliling dan melihat matahari merah terbit dari danau, itu pemandangan yang sangat indah. Ia tertawa, “Jing Gege, esai dari Fan Wen ditulis dengan bagus sekali, ‘Gunung yang jauh menelan sungai dan sangat luas tanpa batas. Hari demi hari ia berdiri dengan anggun.’[^esai-1] Bagaimana mungkin kita tidak menghargai pemandangan yang begitu indah? Ayo minum beberapa cawan.” Guo Jing setuju dan mereka naik ke atas. Mereka memikirkan kejadian malam sebelumnya dan tertawa. Mereka sedang minum dengan riang ketika Huang Rong tiba-tiba marah dan berkata, “Jing Gege, Ini salahmu!” Guo Jing bingung dan memohon, “Rong’er, tolong katakan.” katanya, “Baik, aku mau tanya, tadi malam waktu kita berdua menghadapi berisan Kai Pang, kau merasa hidupmu dalam bahaya, tetapi mengapa kau meninggalkan aku? Kalau kau mati, masa aku masih bisa hidup lagi? Apa kau tidak mengerti hatiku?” Air matanya jatuh ke cawan. Guo Jing merasakan kedalaman cintanya, meraih tangannya tanpa mengatakan apa-apa. Setelah beberapa saat, ia berkata, “Ya, itu salahku. Kita harus menghadapi bahaya bersama.” Huang Rong menghela nafas dan hendak menjawab ketika ia mendengar suara seseorang di tangga, ketika pandangan mereka saling bertemu, ketiganya terkejut. Itu adalah Qiu Qianren.

Guo Jing dengan cepat berdiri dan melindungi Huang Rong karena takut akan niat membunuh Qiu Qianren. Tetapi Qiu Qianren hanya tertawa dan jatuh. Tawa itu sepertinya terkejut dan panik. Huang Rong berkata, “Dia menakuti-nakuti kita. Ini aneh. Aku akan memeriksanya.” Ia tidak menunggu jawaban Guo Jing dan berlari ke bawah. Guo Jing berteriak, “Hati-hati!” Ia buru-buru merogoh sepotong perak dari sakunya dan meletakkannya di atas meja sebelum berlari keluar. Ia memandang sekeliling tetapi tidak melihat mereka, dan mengingat kungfu Qiu Qianren yang kejam dan curang, ia kuatir Huang Rong akan celaka, jadi ia berteriak, “Rong’er, kau di mana?”

Huang Rong mendengarnya tetapi tidak menanggapi karena ia sedang membuntuti Qiu Qianren dari dekat, dan tahu bahwa suara sekecil apa pun bisa menunjukkan posisinya. Huang Rong bersembunyi di balik tembok dan menunggu Qiu Qianren bergerak lebih jauh sehingga lebih aman baginya untuk membuntuti. Tetapi ketika mendengar Guo Jing berteriak, ia tahu Guo Jing ada di belakangnya, dan ia juga bersembunyi di balik tembok di sisi lain. Setelah beberapa waktu, keduanya tidak mendengar apa-apa dan melihat ke sudut pada saat yang sama. Pandangan mereka bertemu dan air muka mereka berubah.

Kedua orang itu tersentak dan berbalik untuk pergi. Huang Rong takut akan kekuatan telapak tangannya, tetapi tidak mau menyerah, jadi ia melakukan satu putaran besar, lalu menggunakan qinggongnya untuk berlari ke belakang sudut dinding yang lain. Qiu Qianren berharap ia melakukan hal itu, dan ia juga membuat lingkaran lalu menggunakan qinggongnya untuk berlari ke sudut dinding, tetapi ia pergi ke arah lain dan lagi-lagi mereka saling memergoki. Huang Rong berpikir, “Kalau aku berbalik, dia pasti akan menyerang punggungku, dan aku mungkin tidak bisa menghindarinya.” pikirnya. “Aku harus mengulur waktu sampai Jing Gege datang.” Qiu Qianren tertawa, “Kita ketemu di Lin’an tempo hari, dan kita ketemu lagi di sini. Nona, bagaimana kabarmu?” Sedangkan Huang Rong berpikir, “Aku terang-terangan ketemu sampah ini tadi malam, tapi kenapa dia masih berpura-pura? Kurasa lebih baik aku mengujinya dengan Da Gou Bang. Ia berteriak, “Jing Gege, serang punggungnya!” Qiu Qianren berbalik dan tidak melihat siapa pun, ia menyadari bahwa ia telah ditipu, dan ia mendengar suara desiran angin di sekitar kakinya. Ia buru-buru melompat dan berhasil menghindari pukulan, tetapi prinsip ‘Menjegal’ dari Tongkat Penggebuk Anjing adalah mengalir seperti sungai, dan akan terus mengincar lawan sampai kena. Meskipun tekniknya hanya tentang menjatuhkan lawan, teknik ini mengandung banyak variasi. Ia melompat semakin cepat, tetapi ia terus melihat bayangan tongkat menari di sekitar kakinya. Pada langkah ketujuh belas, ia secara tidak sengaja memperlambat langkahnya, dan segera mendapati dirinya terbanting ke tanah. Ia berteriak, “Tunggu! Ada yang ingin kukatakan.” Huang Rong tertawa dan menunggunya bangun sebelum menjegalnya lagi. Ia jatuh lima kali lagi dan tidak berusaha untuk bangun lagi, tetapi tetap tidak bergerak di tanah. Huang Rong tertawa, “Berhentilah pura-pura mati.” Qiu Qianren berdiri dan menyentil ikat pinggangnya. Sambil memegang celananya, ia berkata, “Kau mau kabur ya? Aku akan melepaskannya!” Huang Rong terkejut, ia tidak pernah menyangka pemimpin kelompok yang bergengsi akan menggunakan trik kotor semacam itu. Ia takut Qiu Qianren benar-benar akan melepas celananya, jadi ia berbalik untuk pergi. Ia mendengar Qiu Qianren tertawa di belakangnya sambil memegangi celana dan mengejarnya. Huang Rong yang biasanya licik entah bagaimana kehabisan trik dan hanya bisa menghindarinya, menganggapnya menyebalkan sekaligus lucu. Qiu Qianren hendak mengejar ketika melihat Guo Jing melompat keluar dari sudut dan melindungi Huang Rong dengan telapak tangannya, siap menyerang. Qiu Qianren melihat bahwa ini jurus yang kuat, dan tertawa, “Wah, tidak!” Huang Rong berkata, “Jing Gege, pukul dia.” Dari apa yang dilihat Guo Jing malam sebelumnya, ia tahu kungfu Qiu Qianren setingkat dengan Ouyang Feng, Huang Yaoshi dan Zhou Botong, jadi ia tidak berani meremehkannya. Ia memusatkan Qi-nya di Dan Tian untuk mempersiapkan diri menghadapi lawan. Qiu Qianren masih memegangi celananya sambil berkata, “Kalian boneka-boneka ini sebaiknya mendengarkan Guru ini — hari ini aku salah makan dan perutku sakit.” Huang Rong mengulangi, “Jing Gege, pukul dia.” Tapi ia sendiri melangkah mundur. Qiu Qianren berkata, “Aku tahu apa yang kau lakukan. Kau tidak akan puas kecuali Guru Tua di sini memberimu pelajaran. Tapi hari ini aku punya masalah dengan perutku. Baiklah, dengarkan, dalam tujuh hari temui aku di kaki Pegunungan Telapak Besi. Kalian berani datang?” Huang Rong mendengar ia menyebut dirinya sebagai Guru dan memegang jarum perunggunya untuk dilemparkan kepadanya karena omong kosong. Saat ia akan melepaskan jarumnya, ia mendengar ‘Kaki Pegunungan Telapak Besi’ dan mengingat empat baris kata dalam lukisan yang dilihatnya di kedai Qu Lingfeng. Ia berkata, “Baik, kami harus datang untuk melihatnya. Saat kita bertemu nanti, kami tidak akan main-main denganmu. Bagaimana kami bisa ke sana?”

Qiu Qian Ren berkata, “Dari sini pergilah ke arah barat, melewati Chang De, Distrik Chun, lalu lanjutkan ke Sungai Chao Yuan. Akan ada lima puncak gunung yang berbentuk seperti telapak tangan.2 Itu dia. Itu tempat yang berbahaya, kalau kalian takut, minta maaf sekarang, dan jangan datang.” Huang Rong jadi lebih bersemangat dan berkata, “Baik, kita sepakat! Sampai jumpa!” Qiu Qianren mengangguk, lalu berseru, “Ah!” dan bergegas pergi sambil mencengkeram pinggangnya.

Guo Jing berkata, “Rong’er, ada sesuatu yang tidak aku mengerti. Tolong jelaskan.”

Huang Rong bertanya, “Ya?”

Guo Jing berkata, “Kungfu orang tua ini bagus, kita bukan tandingannya, tapi kenapa dia mencoba membodohi kita? Hari itu di Gui Yun Zhuang3, dia memukul dadaku. Kalau dia mau menggunakan kekuatan penuhnya, aku pasti mati. Apa sih sebetulnya tujuannya?” Huang Rong menggigit jarinya dan berkata, “Aku juga tidak tahu. Waktu aku ketemu dia sekarang, dia tidak mencoba menggunakan kungfunya, mungkin apa yang dilakukannya dengan tongkat perunggu tadi malam hanya tipuan.” Guo Jing menggelengkan kepalanya, “Dia mematahkan tangan Lu Youjiao — itu tidak mungkin tipuan.”

Huang Rong membungkuk dan menggunakan jepit rambutnya untuk menggambar beberapa karakter di tanah. Setelah beberapa saat, ia menghela nafas, “Aku tidak tahu apa yang sedang dilakukan penipu tua ini. Pokoknya ketika kita sampai di pegunungan lima puncak, kita pasti akan tahu.” Guo Jing bertanya, “Mengapa kita harus pergi ke sana? Kita harus menemukan Shifu. Orang tua ini penipu, tapi kau percaya begitu saja?” Huang Rong berkata, “Jing Gege, lukisan yang ayah berikan kepadamu basah kena hujan, dan beberapa kata terungkap, apa itu?” Guo Jing menggelengkan kepalanya. “Kata-katanya tidak lengkap, aku tidak bisa menyimpulkan sesuatu yang berarti.” Huang Rong tertawa, “Benarkah?” Guo Jing tahu ia tidak bisa memahaminya, jadi ia dengan cepat berkata, “Rong’er, kau pasti tahu, cepat, beritahu aku.” Huang Rong menulis baris kata dan berkata, “Baris pertama punya karakter ‘Wu’ yang hilang, jadi seharusnya ‘Wu Mu Yi Shu’4. Aku tidak bisa menebak baris kedua kalau bukan karena orang tua itu, jadi karakter itu seharusnya adalah ‘Gunung’ atau ‘Puncak’.” Ia melafalkan kalimat, “Wu Mu Yi She, Zai Tie Zhang Shan.”5 Guo Jing bertepuk tangan dan berseru, “Ya! Ayo pergi! Sekte Telapak Besi mendukung pasukan Jin – mereka pasti akan menyerahkan buku itu kepada Wanyan Honglie. Apa berikutnya?” Huang Rong tertawa, “Orang tua itu bilang gunung itu berbentuk seperti telapak tangan, dan baris ketiga adalah ‘Zhong Zhi Feng Xia’6.” Guo Jing berkata dengan penuh semangat, “Ya, ya, Rong’er, kau memang cerdas! Baris keempat!” Huang Rong berkata, “Aku tidak yakin. Di er… jie.”7 Ia mengibaskan rambutnya yang tertiup angin sambil berkata. “Aku menyerah. Kita bicara lagi kalau kita sampai di sana.”

Mereka berangkat menuju tempat yang dijelaskan dan mencapainya dalam sehari. Mereka bertanya kesana-kemari tetapi semua orang menggelengkan kepala. Mereka kecewa dan menginap di sebuah penginapan. Huang Rong bertanya kepada pelayan itu, tetapi ia tidak menyebutkan sesuatu yang relevan. Huang Rong berkata, “Tempat ini membosankan. Mana ada sesuatu yang pantas dilihat?” Pelayan itu tidak bisa menahan diri dan berkata, “Ada Gunung Cakar Monyet ini8 — pemandangannya tak tertandingi.” Huang Rong bertanya, “Di mana itu?” Si pelayan tidak menjawab, malah berkata, “Sudahlah,” dan berjalan keluar.

Huang Rong mengejarnya dan menariknya kembali dan meletakkan batangan perak di atas meja, berkata, “Ceritakan lebih banyak dan ini jadi milikmu.” Pelayan itu dengan lembut menyentuh uang perak dan berkata, “Kau yakin tentang ini?” Huang Rong mengangguk sambil tersenyum. Pelayan itu berkata dengan suara rendah, “Akan kuceritakan, tapi kalian jangan pergi ke situ. Tempat itu terkenal dihuni oleh binatang buas dan setan. Siapa pun yang berjalan dalam jarak lima mil dari gunung jangan mimpi untuk pulang hidup-hidup.” Pasangan itu mengangguk. Huang Rong berkata, “Gunung itu punya lima puncak yang bentuknya mirip tangan monyet, bukan?” Pelayan itu berseru, “Ya! Jadi kau sudah tahu! Aku tidak bilang begitu. Tapi ada yang aneh dengan gunung itu.” Guo Jing bertanya, “Apa?” Ia menjawab, “Gunung yang berbentuk seperti tangan tidak terlalu aneh, yang aneh adalah setiap ‘jari di gunung itu punya tiga ruas, sama seperti jari kita.” Huang Rong melompat dan berteriak, “Ruas kedua, ruas kedua!9” Guo Jing berteriak gembira, “Benar! Tepat sekali!” Pelayan itu tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan menatap pasangan itu dengan tatapan kosong. Huang Rong menanyakan lebih detail dan menyerahkan perak itu kepadanya. Pelayan itu pergi dengan gembira.

Huang Rong berdiri dan berkata, “Jing Gege, cepat kita pergi.” Guo Jing berkata, “Jaraknya kurang dari 30 km dari sini. Kita bisa naik Kuda Merah untuk ke sana sekarang, dan kita bisa mengunjungi mereka besok pagi.” Huang Rong tertawa, “Mengunjungi bagaimana sih? Mencuri buku itu!” Guo Jing berseru, “Ya! Aku betul-betul bodoh, aku tidak memikirkan soal itu. Mereka tidak ingin membangkitkan kecurigaan orang, maka mereka pergi melalui jendela dan berlari ke arah tenggara. Rerumputan setinggi pinggang menghalangi pergerakan mereka, tetapi ketika mereka sudah sekitar dua puluh kilometer dari penginapan, mereka melihat gunung dengan lima puncak di kejauhan. Guo Jing dengan bersemangat berkata, “Gunung itu memang persis seperti lukisan itu, lihat pohon pinus di puncaknya?” Huang Rong tertawa, “Kita kekurangan seorang jendral di sana. Jing Gege, coba naik dan pamerkan ilmu pedangmu.” Guo Jing tertawa, “Tapi aku bukan seorang jendral.” Huang Rong menjawab, “Itu sih gampang. Akhirnya Genghis Khan…” Ucapannya terhenti. Guo Jing tahu apa maksudnya, dan memalingkan muka, tidak berani menatapnya.

Mereka meninggalkan kuda di kaki gunung dan memanfaatkan ilmu meringankan tubuh mereka untuk mendaki gunung. Setelah melalui banyak tikungan, mereka sampai di rumpun pohon pinus yang lebat. Mereka berhenti untuk berdiskusi apakah mereka harus melanjutkan ke atas atau menyelidiki rumpun pohon ketika mereka melihat cahaya redup di antara pepohonan. Mereka bertukar isyarat tangan dan merayap diam-diam menuju sumber cahaya itu. Tiba-tiba terdengar suara menderu, dan dua orang bersenjata yang berpakaian hitam melompat dan memblokir jalan. Huang Rong berpikir, “Kalau kita melawan mereka, akan sulit untuk mencuri buku itu.” Ia punya ide dan mengeluarkan tanda Telapak Besi milik Qiu Qianren, dan menunjukkannya tanpa kata. Ketika kedua orang itu melihatnya, mereka terkejut dan dengan cepat membungkuk dan menyingkir. Huang Rong dengan cepat menghunus tongkat bambunya dan menotok mereka, lalu menendang mereka ke rerumputan tinggi. Ia merayap mendekat dan melihat sebuah rumah batu besar dengan dua kotak di sisi kiri dan kanan pintu masuk. Di tengah, sebuah bejana besar sedang terbakar di atas tungku dan bau hangus tercium dari situ. Dua petugas muda berdiri di setiap sisi tungku, salah satunya mengaduk campuran di dalamnya dengan sendok besi. Dari suara mendesis terlihat jelas bahwa bejana itu berisi serbuk besi. Seorang laki-laki tua duduk di dekatnya, bernapas dalam-dalam — itu jelas sekali adalah Qiu Qianren. Setelah beberapa saat, ia mengangkat telapak tangannya lalu berdiri mendadak dan melepaskan pukulan menggunakan telapak tangannya ke dalam bejana. Qiu Qianren berlatih di atas serbuk besi yang membara untuk beberapa saat, kemudian memukul ke arah karung kain yang digantung di atas. Telapak tangannya menampar karung dengan keras dan telak, namun karung itu bahkan tidak bergerak.

Guo Jing diam-diam terkejut, sambil berpikir, “Karung kain ini tidak ditopang oleh apapun, tapi tidak bergerak. Ilmu telapak tangannya pasti sangat bagus.” Tetapi Huang Rong merasa itu pasti tipuan, kalau ia ingin mencuri buku itu lebih dulu, ia akan mengatakannya lebih awal. Qiu Qianren memukul-mukulkan telapak tangannya ke dalam bejana berisi serbuk besi itu, kemudian memukul karung kain itu lagi, mengulangi proses ini beberapa kali. Huang Rong tidak tahu bagaimana ia melakukan tipuan ini, dan berpikir, “Seandainya saja Er Shifu10 ada di sini, dia pasti bisa menebaknya. Aku tidak sepintar dia.” Mereka mengintip ke kamar sebelah dan mendapat kejutan lagi. Di dalam kamar itu seorang pria dan wanita sedang duduk bersama — Yang Kang dan Mu Nian Ci. Baik Guo Jing maupun Huang Rong bertanya-tanya, “Bagaimana Mu Nianci bisa ada di sini?” Mereka mendengar mulut manis dan kata-kata menyanjung Yang Kang, dan menyimpulkan bahwa ia sedang mencoba menipunya untuk menikah lebih awal. Mu Nianci, bagaimanapun juga bersikeras supaya ia membunuh Wanyan Honglie terlebih dahulu sebelum menjalin hubungan lebih lanjut. Yang Kang berkata, “Meizi, masa kau bisa begitu picik?” Mu Nianci bertanya penuh rasa ingin tahu, “Picik bagaimana?” Yang Kang berkata lagi, “Ya! Wanyan Honglie dikelilingi banyak pengawal. Hanya mengandalkan diriku sendiri, bagaimana aku bisa berhasil? Kalau kita menikah, aku bisa pura-pura mengajakmu mengunjungi mertuamu. Karena kita berdua, peluang kita secara alamiah jadi lebih baik.” Mu Nianci merasa ini masuk akal, jadi ia terdiam. Yang Kang melihat bahwa ia bersedia, dan ia memegang tangannya, dan mengelusnya dengan lembut, lalu merentangkan tangannya untuk memeluk pinggangnya. Huang Rong tidak bisa menerimanya dan ingin melangkah maju untuk mengungkapkan rencananya ketika ia mendengar suara serak seorang tua di belakangnya, “Siapa yang berani melewati gunungku?” Pasangan itu berbalik dan melihat wajah Qiu Qianren bersinar di bawah sinar bulan. Meskipun ia pasti memainkan tipuan, tatapannya yang mengancam menunjukkan bahwa ia tidak boleh dianggap enteng. Huang Rong terkejut, lalu berpikir, “Dia ada di gunungnya sendiri sekarang, tentu saja dia akan membual. Huh, dia sudah tahu kita ada di sini, jadi dia sengaja mengatur sandiwara begini, kan?” Ia tertawa, “Lao Qiu, kami ada di sini atas undanganmu. Kau lupa janji ketemu tujuh hari yang lalu ya?” Qiu Qian Ren membentak, “Janji apa? Sampah!” Huang Rong tertawa, “Hmm, masa kau bisa lupa secepat itu? Sakit perutmu sudah hilang? Kalau belum kau harus memanggil tabib sebelum adu jotos denganku, supaya jangan… hehehe…!” Qiu Qianren tidak menanggapi ocehannya, tetapi meluncurkan kedua telapak tangannya ke arah bahu Huang Rong dengan sengit. Huang Rong cekikikan dan mengabaikan serangannya, ingin memakai Rompi Kulit Landak untuk melukai telapak tangannya. Saat itu Guo Jing berseru, “Minggir!” Ia merasakan terpaan angin, dan tahu Guo Jing mencoba mencegatnya tetapi merasa sebuah pukulan berat mendarat telak di tubuhnya. Ia jatuh terjengkang dan semuanya menjadi gelap.

Qiu Qianren merasakan kejutan di telapak tangannya yang ternyata berlumuran darah. Ia terkejut dan marah saat melihat telapak tangan Guo Jing meluncur deras ke arahnya, maka ia dengan cepat menarik kembali telapak tangannya dan menghadapi serangan Guo Jing. Telapak tangan mereka bertemu dan keduanya mundur tiga langkah. Qiu Qianren berdiri kokoh sementara Guo Jing terhuyung, yang dengan nyata menunjukkan perbedaan kekuatan antara keduanya. Malam sebelumnya ketika mereka bertarung, Guo Jing tampak bisa mengimbanginya hanya karena ia menggunakan Formasi Bintang Utara. Guo Jing menguatirkan Huang Rong, jadi ia menarik diri dari pertarungan dan menggendongnya pergi, tetapi ia mendengar hembusan angin dari belakang — ia diserang lagi. Guo Jing memukul ke belakang tanpa berbalik dengan tangan kanannya, menggunakan jurus Sang Naga Mengibaskan Ekor — ini jurus istimewa yang dirancang untuk menyelamatkan diri, dan sekarang ketika ia dalam bahaya besar kekuatan jurus itu meningkat. Qiu Qianren memukul telapak tangannya dan merasa tubuhnya agak mati rasa. Ia memeriksa tangannya dan menemukan tetesan darah berkilau di bawah sinar bulan, dan takut rompi pelindung Huang Rong mengandung racun. Ia memeriksa lebih teliti dan melihat bahwa darahnya masih merah cerah, jadi ia menghela nafas lega. Guo Jing memanfaatkan jeda waktu itu untuk meraih Huang Rong dan kabur menuju ke puncak. Ia baru berlari beberapa puluh langkah ketika mendengar teriakan marah dari belakang. Ia berbalik dan melihat banyak orang berpakaian hitam membawa obor berkerumun ke arahnya. Dalam kekacauan itu ia menyadari bahwa Huang Rong tidak bernafas. Ia berteriak, “Rong’er! Rong’er!” Tidak ada tanggapan. Dengan sedikit keterlambatan ini, anak buah Qiu Qianren berdatangan dalam jarak yang berbahaya. Guo Jing berpikir, “Kalau aku sendirian, aku bisa menerobos kepungan ini dengan mudah, tapi Rong’er terluka parah. Aku tidak bisa mengambil risiko ini.”

Ia berlari lebih cepat dan langsung mendaki ke atas. Ia sudah terlatih mendaki gunung sebelumnya, jadi tidak lama kemudian ia sudah meninggalkan para pengejarnya jauh di belakang. Tetap saja ia tidak berhenti, dan ketika wajahnya bersentuhan dengan wajah Huang Rong, ia merasakan kehangatan pipinya dan merasa sangat lega. Tapi Huang Rong belum menanggapi panggilannya. Ia mendongak dan melihat bahwa puncak itu cukup sempit dan bisa dengan mudah dikepung, jadi ia mencoba mencari tempat aman untuk menyelamatkan Huang Rong lebih dulu. Ia merasa melihat sebuah gua dalam kegelapan, jadi ia berlari ke arah itu dan ternyata benar-benar sebuah gua, di pintu masuknya ada beberapa tumpukan batu giok. Guo Jing mengabaikan bahaya apa pun yang mungkin mengintai di dalam dan bergegas masuk. Ia menurunkan Huang Rong dan meletakkan tangannya di titik akupuntur Ling Tai untuk membantunya bernapas. Anggota Sekte Telapak Tangan Besi terdengar berteriak dan membentak di kejauhan, tetapi kalaupun pasukan prajurit menyerang beruntun, ia tetap akan mendahulukan keselamatan Huang Rong. Setelah beberapa saat, Huang Rong terbatuk dan sadar kembali, mengerang lemah, “Dadaku sakit.” Guo Jing sangat senang dan berseru, “Rong’er, jangan takut, aku di sini.” Ia berjalan ke pintu masuk dan melihat ke bawah, dan ia terkejut. Obor-obor di bawah membentuk dinding rapi yang mengepung mereka dan satu sosok menonjol berdiri di tengah — itu Qiu Qianren. Terlepas dari semua teriakan dan bentakan itu, tak ada orang di bawah yang bergerak mendekat. Ia tidak bisa menebak apa yang mereka inginkan, jadi ia masuk kembali untuk memeriksa keadaan Huang Rong ketika tiba-tiba mendengar langkah kaki di kegelapan. Guo Jing terkejut dan menggunakan telapak tangannya untuk menjaga punggungnya sementara ia berputar, tapi ia tidak bisa melihat siapa orang itu dalam kegelapan. Ia berseru, “Siapa itu? Keluarlah sekarang.” Gema terdengar jelas di dalam gua, dan setelah jeda sebentar, ada seseorang yang tertawa, dan ia terdengar seperti Qiu Qianren. Guo Jing bisa melihat sosok berjalan menuju cahaya — dan memang Qiu Qianren. Guo Jing dengan jelas melihatnya menuruni gunung berteriak dan mengutuk, bagaimana ia bisa sampai di situ dalam sekejap mata? Ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Qiu Qianren tertawa, “Kalian dua boneka ini tidak takut mati rupanya, datang ke sini untuk menemui guru kalian, bagus!” Ia kemudian berkata dengan lantang, “Ini adalah wilayah terlarang dari Sekte Telapak Besi, dan semua yang melanggarnya akan mati, kalian sudah bosan hidup?” Guo Jing tidak bisa menebak niatnya, tetapi Huang Rong berkata dengan suara pelan, “Kalau memang terlarang, kenapa kau ada di sini?” Qiu Qianren terkejut dan berkata, “Aku masih ada urusan penting dan tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu.” Ia mencoba keluar dari gua. Guo Jing melihat langkahnya yang cepat dan takut ia akan mencoba menyergapnya dan melukai Huang Rong, jadi ia berpikir, “Aku harus menyerang lebih dulu.” Kedua telapak tangannya terbang ke arah bahu Qiu Qianren dan ia menduga Qiu Qianren akan menangkisnya, jadi Guo Jing kemudian akan memukul pinggangnya. Langkah ini ditemukan oleh Si Sastrawan Tangan Ajaib, Zhu Cong, dengan penekanan pada menutupi target yang sebenarnya sehingga musuh tidak bisa menangkisnya. Seperti yang diharapkan, Qiu Qianren menangkisnya, tetapi saat Guo Jing mengubah arah untuk memukulnya, Guo Jing merasa bahwa lawannya tidak menggunakan tenaga sama sekali, sangat lain dengan apa yang dialaminya beberapa saat yang lalu. Guo Jing tidak berpikir secepat bergerak, jadi ia secara alamiah meraih tangan lawan. Qiu Qianren meronta dengan panik, tetapi ia tidak bisa berkutik. Tapi setelah ia meronta, Guo Jing tahu kekuatan kungfunya. Guo Jing tahu tidak ada bahaya dan membebaskannya. Qiu Qianren terhuyung-huyung ke arahnya, dan memberi Guo Jing kesempatan untuk menotok titik akupuntur Yin Du-nya. Qiu Qianren jatuh tak bergerak di tanah dan berkata, “Aduh, Shaoye, ini situasi yang berbahaya, jangan main-main denganku?” Sekarang teriakan dan bentakan semakin keras — anggota Telapak Besi lainnya bergegas ke tempat kejadian. Guo Jing berkata, “Bawa kami turun gunung dengan selamat.” Qiu Qianren dengan kaku menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Hidupku sendiri dalam bahaya, masa aku masih bisa membantumu?” Guo Jing berkata, “Suruh muridmu memberi jalan. Saat kita mencapai kaki gunung, aku akan membebaskan totokanmu.” Qiu Qianren mengerutkan kening, “Gongzi, kenapa kau menyiksaku? Pergi ke pintu masuk dan lihat sendiri.”

Guo Jing pergi ke pintu masuk dan melihat ke bawah dan ia terkejut. Qiu Qianren berdiri di depan murid-muridnya sambil berteriak. Guo Jing dengan cepat berbalik dan melihatnya berbaring. Ia bertanya dengan bingung, “Kau… kau… Kenapa kau ada dua?” Huang Rong berkata, “Shazi, masa kau tidak bisa lihat, mereka ada dua. Yang satu kungfunya sangat tinggi, dan yang lain hanya bisa membual dan membanggakan diri. Mereka persis sama dan ini yang bermulut besar.” Guo Jing bingung untuk beberapa saat sebelum kebenaran mencerahkannya dan ia berkata, “Benar begitu?” Qiu Qianren memasang muka kecut dan berkata, “Karena dia bilang begitu, yah begitulah. Kami ini kembar dan aku yang lebih tua. Tadinya kungfuku lebih bagus, tapi kemudian kungfu adikku meningkat secara drastis.” Guo Jing berkata, “Lalu siapa yang Qiu Qianren?” Ia menjawab, “Apa bedanya? Bukannya sama saja entah aku yang Qianren atau dia? Kami cukup dekat sejak muda, jadi kami punya nama yang sama.” Guo Jing berkata, “Cepat, beritahu aku.” Huang Rong berkata, “Bukannya sudah jelas? Dia itu yang meniru.” Guo Jing berkata, “Eh, pak tua, lalu siapa namamu?” Ia tidak bisa menghindari pertanyaan itu, maka ia berkata, “Aku ingat ayah memanggilku sesuatu seperti Qian Zhang. Aku merasa nama itu kedengarannya tidak bagus, jadi aku tidak memakainya.” Guo Jing tertawa, “Hah, kau Qiu Qianzhang.” Ia menjawab, “Lalu kenapa? Sepuluh ‘chi’ jadi satu ‘zhang’, dan tujuh ‘chi’ menjadi satu ‘ren’, maka 1000 ‘zhang’ lebih panjang dari seribu ‘ren’ kali tiga ribu ‘chi’11.” Huang Rong berkata, “Rasanya kau harus ganti nama jadi Qian Fen12.”

Guo Jing berkata, “Buat apa dia berteriak di situ? Kenapa tidak ke sini?” Qiu Qianzhang berkata, “Tanpa perintahku, siapa yang berani datang?” Guo Jing hanya setengah percaya keterangannya. Huang Rong berkata, “Jing Gege, jangan percaya ocehan bajing tua yang cerdik ini. Totok Tian Tu-nya!” Guo Jing mengulurkan jarinya dan menotok titik itu.

Titik akupunktur ini berada di bawah tenggorokan, dan sekali terkena, Qiu Qianzhang merasa seolah-olah seribu semut merayap di sekujur tubuhnya, dan ia merasa sangat mati rasa dan gatal. Ia terus memekik, “Ah! Ah, kau mau membunuhku?” Guo Jing berkata, “Kalau begitu jawab aku sekarang dan aku akan membebaskanmu.” Qiu Qianzhang berteriak, “Baiklah, aku tidak bisa menang melawanmu.” Mengingat ketidaknyamanan itu, ia mengungkapkan segalanya. Jadi Qiu Qianren dan Qiu Qianzhang sebenarnya memang kembar identik, dan kesamaan penampilan mereka membuat mereka sungguh-sungguh sulit dibedakan. Ketika mereka berusia 13 tahun, Qiu Qianren secara tidak sengaja menyelamatkan nyawa Pemimpin Sekte Telapak Besi sebelumnya. Sang Ketua membayarnya dengan mengajarinya semua kungfu. Ketika berusia 24 tahun, kungfu Qiu Qianren sangat luar biasa, jadi ketika pemimpin sebelumnya meninggal dunia, ia menjadi ketua sekte yang baru. Dengan bakat dan tekadnya, ia berhasil memperluas sektenya dan meningkatkan reputasinya, karenanya nama Tie Zhang Shui Shang Piao sangat terkenal di dunia persilatan. Ketika pertandingan di Hua Shan yang pertama, Wang Chongyang mengundangnya, tetapi meskipun kungfunya sangat tinggi, ia tahu bahwa ia bukan tandingan Wang Chongyang, jadi ia menolak untuk hadir. Selama sepuluh tahun terakhir ini ia rajin berlatih, berharap untuk meraih gelar ‘Pendekar Nomor Satu’ di pertandingan kedua Hua Shan. Pada tahap inilah Qiu Qianzhang menggunakan nama adiknya untuk membanggakan diri di luar. Yang dijumpai Guo Jing dan Huang Rong di Gui Yun Zhuang dan Lin’an adalah Qiu Qianzhang. Karena kemiripan mereka dan kecerobohan Huang Rong, ia mengalami cedera serius yang mengancam nyawa. Sekarang ruas kedua dari ‘Jari Tengah’ ini ditentukan sebagai tempat pemakaman bagi semua pemimpin sebelumnya. Pemimpin akan memasuki gua ini untuk menunggu ajal ketika ia akan menghembuskan nafas terakhirnya. Jika pemimpin meninggal saat pergi, dianggap sebuah kehormatan bagi murid mana pun untuk membawa jenazah pemimpin itu ke dalam gua ini dan mati bersamanya. Oleh karena itu, tempat itu dinyatakan sebagai tempat suci dan terlarang, dan semua orang yang masuk, entah sengaja atau tidak, tidak boleh keluar hidup-hidup. Oleh karena itu ketika Guo Jing dan Huang Rong menerobos masuk ke dalam gua, para anggota hanya bisa mengutuk mereka dari kejauhan karena tidak ada yang berani masuk. Bahkan pemimpinnya sendiri harus membungkuk untuk mengutuk mereka. Lalu mengapa Qiu Qianzhang berani masuk? Setiap kali seorang pemimpin hampir mati, ia harus membawa senjata dan harta favoritnya bersamanya, sehingga gua itu menjadi tempat berkumpulnya banyak harta karun dan senjata berharga. Oleh karena itu Qiu Qianzhang ingin memiliki senjata-senjata itu sendiri untuk pameran dan membanggakan diri. Ia tidak pernah menduga Guo Jing dan Huang Rong bakal muncul di sini. Guo Jing mendengarkan narasinya dan berpikir, “Tempat ini terlarang bagi mereka, tapi tidak ada jalan lain, bagaimana kita bisa keluar dari sini?” Huang Rong berkata, “Jing Gege, coba lihat ke dalam.” Guo Jing berkata, “Aku mau memeriksa lukamu dulu.” Ia menyalakan obor dan mulai melepaskan pakaian luar dan Rompi Kulit Landaknya. Di bahunya yang seputih salju ada dua bekas telapak tangan hitam, menandakan luka yang parah. Jika tidak diobati, luka-luka itu pada akhirnya akan merenggut nyawanya. Guo Jing berpikir, “Kungfu Ouyang Feng dan Qiu Qianren hampir sama, jadi luka Huang Rong mungkin sama beratnya dengan luka Shifu.” Ia menatap ke ruang kosong. Qiu Qianzhang berteriak, “Anak manis ini sedang omong kosong apa sih? Cepat bebeaskan totokanku. Gatalnya membunuhku, kenapa kau tidak mencobanya sendiri?” Tetapi Guo Jing tidak menyadari semua itu.

Huang Rong tersenyum, “Shazi, santai saja. Bebaskan orang tua itu.” Guo Jing mendekat dan membebaskan totokannya. Gatal-gatal Qiu Qianzhang berhenti, tetapi titik akupuntur Yin Du-nya masih tertotok, ia tetap tidak bisa bergerak. Guo Jing menemukan tongkat sepanjang dua kaki dan menyalakannya sebagai obor. Ia berkata, “Rong’er, aku akan melihat ke dalam, kau baik-baik saja di sini sendirian?” Suhu tubuh Huang Rong naik-turun dengan cepat, dan rasa sakitnya hampir tak tertahankan, tetapi ia memaksakan senyum, “Dengan orang tua ini, aku tidak takut, pergilah.”

Guo Jing mengangkat obor dan melangkah dengan hati-hati. Setelah dua putaran, ia sampai di sebuah gua alam besar yang sepuluh kali lebih besar dari gua di luar. Ia mengamati ruangan itu dan melihat banyak kerangka, ada yang duduk, ada yang berbaring, ada yang berserakan di tanah sementara beberapa tulangnya hilang. Di sisi setiap kerangka ada semacam senjata atau harta. Guo Jing sambil melamun berpikir, “Para mantan ketua ini pastilah orang-orang hebat di jaman mereka, tapi hari ini mereka tinggal tulang belulang. Tetap saja, setidaknya mereka saling menemani. Ini bagus, setidaknya itu tidak seburuk dikubur sendirian.” Seolah-olah ia tidak memperhatikan senjata dan harta karun dalam kecemasannya akan keselamatan Huang Rong. Tepat ketika hendak pergi, ia kebetulan melihat sebuah kotak kayu di sebelah kerangka. Ia menyorotkan obor ke atasnya dan melihat dari dekat, dan melihat tulisan, “Rahasia untuk Mengatasi Jin,” Ia terkejut, “Mungkin ini peninggalan Jendral Yue,” Ia menarik kotak itu dan tiba-tiba kerangka itu ‘melompat’ ke arahnya.

Guo Jing kaget dan buru-buru melompat mundur, sementara kerangka itu terhempas ke tanah. Ia meraih kotak itu dan berlari keluar. Ia kemudian menggendong Huang Rong dan membuka kotak di depannya. Ada dua buku di dalamnya. Membolik-balik buku pertama, Guo Jing melihat isinya adalah tulisan tangan Yue Fei dan karya sastra lainnya. Saat ia melirik kata-kata dan bagian-bagiannya, dadanya dipenuhi dengan semangat kesetiaan dan kebenaran, dan ia menghela nafas dengan kagum. Huang Rong berkata, “Bacakan satu bagian untukku.” Ia membolak-balik dengan santai dan membacakan bagian Perjanjian Lima Bukit, “Sejak perselisihan di Dataran Tengah dimulai, orang Barbar telah menyerbu, kemarahan mengalir seperti mata air, bangkit bersatu, pasukan berkumpul, bertempur dalam ratusan pertempuran. Meskipun kami gagal maju jauh, kami membersihkan sarang mereka, dan dengan cepat mengakhiri perseteruan antar daerah. Tetapi hari ini satu-satunya tentara berbaris, menuju Yixing. Peperangan Jing Kang kalah dan mempermalukan tanah air kami, dan kebencian kami tidak akan mengekang kuda kami. Pasukan menunggu musuh, meningkatkan moral para prajurit, berjuang melewati waktu, bergerak melewati gurun utara, menumpahkan darah di kota-kota, memusnahkan orang Barbar, menyambut kembalinya dua orang bijak, merebut tanah mereka. Sidang Kekaisaran tidak perlu kuatir, Kaisar tidur dengan tenang, demikian Yue Fei menulis.” Bagian itu merangkum ambisi hidup Yue Fei. Meskipun kemampuan membaca Guo Jing terbatas, ia dipenuhi dengan keinginan untuk melayani rakyat. Meskipun ia salah membaca beberapa kata, ia merasa uraian itu ditulis dengan sangat baik.

Jika mereka kembali ke Gui Yun Zhuang, Qiu Qianzhang tidak akan ragu untuk mengejek dan mencemooh Yue Fei, tapi sekarang ia takut ditotok lagi. Meskipun ia tidak mendapat informasi yang baik tentang Yue Fei, ia masih menganggukkan kepalanya, berkata, “Ya, itu memang ditulis dengan baik, dan seorang pendekar yang layak sedang membaca tulisan pahlawan, tidak ada yang lebih baik lagi dari itu.”

Huang Rong menghela nafas, “Pantas saja ayah terus mengeluh bahwa ia lahir terlambat beberapa puluh tahun, kalau tidak dia pasti akan bertemu dengan pahlawan yang hebat. Tolong bacakan puisinya,” Guo Jing membacakan beberapa puisi, dan beberapa di antaranya seperti Man Jiang Hong13 terasa akrab bagi Huang Rong, sementara yang lain seperti ‘Mendaki Menara Huanghe’ baru baginya.14

Anggota Sekte Telapak Besi terus berteriak dan mengutuk. Guo Jing membiarkan kepala Huang Rong bersandar di pahanya sementara ia terus melafalkan karya Yue Fei, “Judulnya adalah ‘Nama Kediaman Zhulong’15, Di Biara Gunung Wei, mata air pegunungan mengalahkan keheningan. Di patung Buddha di Zijin, salju menutupi kepala biksu tua itu. Air danau yang dingin menyambut bulan baru, dan pohon pinus menyambut angin musim gugur. Aku meninggalkan ucapan Sang Naga, berharap untuk membantu orang-orang di tengah badai.” Angin bertiup dan burung-burung berkicau saat Huang Rong beristirahat dengan nyaman di pelukan Guo Jing. Guo Jing berkata, “Jendral Agung Yue teringat penderitaan rakyat, dia memang pahlawan sejati.” Huang Rong mengangguk dan tersenyum, “Pahlawan muda sedang membaca karya seorang pahlawan hebat sementara ‘pahlawan’ tua sedang mendengarkan. Betapa mubazirnya.” Ia kemudian bertanya, “Apa isi buku yang lain?” Guo Jing membaca beberapa baris dari buku itu, dan dengan bersemangat berseru, “Ini… ini benar-benar teks tulisan tangan Jendral Besar Yue tentang strategi perang! Wanyan Honglie tidak akan pernah membayangkan hal ini. Untungnya tidak jatuh ke tangannya.” Di halaman pertama tertulis, dengan delapan belas karakter tebal, “Berulang kali memeriksa rencana, Latihan yang keras dan ketat, Penghargaan dan hukuman yang setara, Perintah yang jelas tanpa kompromi, Aturan yang adil dan seimbang, Setiap orang berbagi kesulitan.”

Saat mereka membaca, teriakan di bawah tiba-tiba berhenti dan tak satu suara pun yang terdengar. Tiba-tiba mereka ditinggalkan dalam keheningan yang tidak wajar. Guo Jing dan Huang Rong mendengarkan dengan seksama dan mendengar bunyi rumput yang terbakar di kejauhan saat Qiu Qianzhang mengerang keras, “Hari ini kalian dua boneka ini telah menyebabkan kehancuranku.” Dalam kepanikannya, ia menyebut mereka ‘boneka’16 lagi. Guo Jing bergegas keluar dan melihat seluruh dinding api dengan cepat menjalar ke arah mereka. Saat gunung dipenuhi rerumputan tinggi, api dengan cepat menyebar membentuk lautan api.

Guo Jing terengah-engah, “Mereka tidak berani masuk ke wilayah terlarang ini, jadi mereka menyerang dengan api. Gua itu tidak memiliki benda yang mudah terbakar, tapi kita pasti akan digoreng.” Ia segera meraih Huang Rong ketika ia mendengar Qiu Qianzhang berteriak di tanah, jadi ia menendangnya dengan ringan untuk membuka totokannya, agar ia bisa melarikan diri sendiri. Ia kemudian menyambar kotak kayu itu dan berlari ke atas gunung. Mereka masih beberapa ratus meter dari puncak. Guo Jing mengumpulkan konsentrasinya dan berlari ke atas dengan Qiu Qianzhang mengikuti di belakang. Guo Jing melihat ke bawah dan melihat api menyebar di kejauhan, dan mengira mereka aman untuk sementara, tetapi itu tidak akan lama, jadi dia menghela nafas panjang. Huang Rong tiba-tiba berkata, “Nama Jendral Yue adalah ‘Fei’17, dan panggilannya adalah Pengju18. Ayo kita coba Rajawali19, bagaimana?” Guo Jing bertanya, “Rajawali apa?” Huang Rong berkata, “Panggil elangmu untuk menjemput kita.” Guo Jing melompat dan berseru, “Wah, ini akan seru sekali. Akan kupanggil mereka. Tapi aku tidak yakin mereka sanggup menahan berat kita.” Huang Rong menghela nafas, “Bagaimanapun juga kita sekarang sedang menuju kehancuran, jadi sebaiknya kita mengambil risiko.” Guo Jing duduk dengan benar dan mengumpulkan Qi di Dan Tian-nya dan bersiul nyaring, yang menyebar ke segala arah. Ini adalah hasil dari latihan tenaga dalam di bawah bimbingan Ma Yu, dan dengan panduan Jiu Yin Zhen Jing sekarang tenaga dalamnya meningkat pesat. Meskipun jarak antara pangkalan dan puncak cukup jauh, tidak lama kemudian burung-burung elang itu terbang dan berhenti di depan mereka. Guo Jing membantu Huang Rong melepas Ruan Wei Jia dan menempatkannya di punggung elang. Ia kuatir Huang Rong mungkin tidak bisa berpegangan erat-erat karena lukanya, jadi ia mengikatnya dengan sabuk kain. Sambil menaiki burung elang lainnya, ia bersiul dan kedua burung elang itu mengepakkan sayapnya. Mereka sangat gemetar saat lepas landas, tetapi begitu terbang, keduanya menjadi stabil. Pada awalnya Guo Jing takut beban tubuhnya mungkin terlalu berat, tetapi begitu elang itu merentangkan sayapnya, ia terbang dengan mudah. Huang Rong yang masih kekanak-kanakan merasa ini semua sangat menarik, jadi ia membimbing elang menuju ke arah Qiu Qianzhang, elang itu meluncur dengan anggun melewatinya. Qiu Qianzhang terkejut dan berteriak, “Nona, bawa aku. Api akan segera menghanguskanku!” Huang Rong tertawa, “Tidak bisa menahan beban dua orang. Mengapa kau tidak mencoba memohon kepada saudaramu? Karena dia lebih pendek 3000 chi, masa dia berani membantahmu?” Ia mengetuk burung itu dan terbang. Qiu Qianzhang semakin gugup dan berseru, “Nona, apa menurutmu yang ini tidak menarik?” Rasa ingin tahu Huang Rong terangsang, ia berbalik untuk melihat yang dilakukannya. Tiba-tiba ia meluncurkan dirinya ke depan, melemparkan tubuhnya dari gunung untuk menangkapnya. Ia tahu bahwa bagaimanapun juga ia akan mati, jadi dari putus asa ia menjadi nekad. Dengan tambahan beban berat yang mendadak, burung elang itu jatuh dengan cepat. Elang itu mengepakkan sayapnya dengan panik, tetapi masih tidak bisa menghasilkan daya angkat yang cukup. Qiu Qianzhang meraih punggung Huang Rong dan mencoba menariknya untuk melemparkannya ke bawah, tetapi ia diikat ke tubuh elang untuk yang mencegahnya jatuh. Mereka akan terjun menuju maut, dan para anggota Sekte Telapak Besi yang menyaksikan mereka terlalu terkejut untuk berbicara. Pada saat kritis ini, elang Guo Jing terbang lurus ke arah mereka dan mematuk kepala Qiu Qianzhang. Ia merasakan sakit yang menusuk menembus kepalanya dan ia merentangkan tangannya untuk melindungi kepalanya. Tapi ia kehilangan cengkeramannya, dan jungkir-balik ke bawah, menjerit liar ketika jatuh ke jurang. Dengan pengurangan beban berat, elang itu mendapatkan kembali daya dorongnya, dan menambah ketinggian. Kedua elang itu kemudian terbang ke utara.

Catatan Penulis

Puisi Yue Fei yang populer hingga saat ini, Man Jiang Hong (满江红), menimbulkan kontroversi karena beberapa peneliti sejarah modern menemukan indikasi bahwa puisi itu sebetulnya ditulis di era Dinasti Ming, dengan demikian bukan hasil karya Yue Fei. Sedangkan dua puisi karya Yue Fei bersama Sun Yue He, yang berjudul ‘Kutipan Tentara Jin’ dan ‘Panggilan Setempat’, tidak dapat ditemukan hingga saat ini.

Ada sebuah cerita mengenai makanan ringan yag di Indonesia populer dengan nama ‘Cakwe’, dalam bahasa mandarin nama ini adalah You Tiao (油条). Tetapi nama Youtiao itu sendiri tidak mirip ‘Cakwe’, dan kalau kita terjemahkan, secara sederhana hasilnya adalah ‘Gorengan’. Nama yang lebih spesifik adalah You Zha Gui (油炸鬼), alias ‘Hantu Goreng’. Cakwe sendiri adalah dialek Hokkian untuk karakter kedua dan ketiga. Sedangkan You (油) berarti ‘Minyak’. Mengapa disebut ‘Hantu’?

Ceritanya, ketika rakyat setempat mendengar tentang kematian Yue Fei, mereka sangat marah, dan kemarahan mereka tertuju kepada Menteri Qin Hui dan istrinya. Dua orang pedagang makanan di ibukota yang saat itu sedang mencari ide untuk membuat makanan baru kebetulan tertarik melihat kemarahan rakyat, lalu membuat adonan tepung dan membentuknya menjadi dua lembar yang ditempelkan, dan menggorengnya untuk dimakan. Kedua potong roti goreng yang saling melekat itu akan terapung di dalam minyak, dan setelah matang memang berbentuk mirip dua orang manusia, yang adalah simbol dari Qin Hui dan istrinya.

Mereka kemudian menjualnya di jalanan sambil berteriak, “Dijual, Hui Goreng!“. Di sini yang dimaksud ‘Hui’ tentunya adalah Qin Hui. Aksi ini menarik perhatian banyak orang, mereka berdatangan untuk melihat apa itu ‘Hui Goreng’ (Zha Hui). Dan karena rasanya ternyata juga enak, makanan ringan tersebut dengan cepat menjadi populer. Secara berangsur-angsur namanya pun berubah menjadi Zha Gao (炸糕), yang berarti ‘Kue Goreng’, sampai akhirnya menjadi Zha Gui (炸鬼), yang berarti ‘Hantu Goreng’, yang dalam dialek Hokkian adalah Cakwe.

Footnotes

  1. Si Liang Bo Qian Jin (四两拨千斤), ini bermakna ‘Menggunakan tenaga minimal untuk mengatasi tekanan besar’. Sebenarnya peribahasa ini akan terasa lebih signifikan kalau digunakan dalam buku ketiga dari Trilogi Rajawali, yaitu di era Zhang Sanfeng, yang menciptakan jurus Tai Chi, yang di jaman modern ini masih dipraktekkan. Istilah ini sangat sering ditemukan dalam topik-topik yang membahas jurus Tai Chi ciptaan Zhang Sanfeng.

  2. Tie Zhang Feng (铁掌峰), atau mungkin Tie Zhang Shan (铁掌山) adalah lima puncak di sebuah pegunungan dekat Sungai Chao Yuan, yang dalam novel ini digambarkan bentuknya mirip telapak tangan.

  3. Gui Yun Zhuang (归云庄) = Rumah Awan, yang sebetulnya sebuah kompleks besar sehingga lebih pantas disebut ‘Mansion’. Lu Chengfeng sekeluarga menempati rumah utama, dan ia sendiri dipanggil Zhuangzhu (庄主). Tetapi rasanya putranya, yang juga pewarisnya, Lu Guanying tidak secara otomatis dipanggil Shaozhu (少主), karena istilah atau panggilan ini tidak umum, kalau kita search di internet nyaris tidak terlihat hasil yang memuaskan. Umumnya seorang anak ‘juragan’ akan dipanggil Shaoye (少爺) seperti yang saya tulis dalam bab sebelumnya. Kedua hal ini tidak terlalu mempengaruhi hasil saduran kita di bab-bab sebelumnya yang menceritakan kehidupan Lu Chengfeng, mengingat para pelayan atau bawahan lainnya juga bisa saja memanggilnya Laoye (老爺).

  4. Wumu Yishu (武穆遗书) adalah buku yang berisi strategi militer warisan dari Jendral Yue Fei, yang dicari-cari Wanyan Honglie, dan dalam kemelut akhirnya menyebabkan Guo Jing terluka berat karena ditikan pisau oleh Yang Kang.

  5. Wu Mu Yi Shu, Zai Tie Zhang Shan (武穆遗书 , 在铁掌山), secara keseluruhan kalimat ini bisa diterjemahkan menjadi ‘Kitab Warisan Wumu ada di Puncak Pegunungan Telapak Besi’.

  6. Zhong Zhi Feng Xia (中指峰下) artinya ‘Di Bawah Puncak Jari Tengah’.

  7. Kalimat di baris keempat ini belum tersusun lengkap oleh Huang Rong, ia gagal menebak karakter ketiga dari kemungkinan total empat karakter. Yang ada hanyalah Di Er … Jie (第二 … 结), yang secara literal per karakter adalah ‘Ke Dua … Persendian’. Karakter terakhir Jie (结 atau 节, atau karakter tradisionalnya adalah 結) bisa bermakna ‘sambungan, persendian, persimpangan, atau bahkan simpul’.

  8. Huang Rong langsung tertarik begitu mendengar lelucon ‘Gunung Cakar Monyet’, karena itu melambangkan telapak tangan, entah manusia ataupun monyet.

  9. Dalam bahasa mandarin, Huang Rong mengucapkan ‘Di Er Zhi Jie (第二指节)’, yang artinya adalah ‘Ruas Kedua’ dari sebuah jari, bukan Ruas Jari Kedua.

  10. Er Shifu (二师父), berarti ‘Guru Kedua’, yang dimaksud dalam hal ini adalah guru Guo Jing yang kedua dari Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan, Zhi Zong.

  11. Qiu Qianzhang main kata-kata dengan memakai nama mereka. Namanya, Qian Zhang (千丈), yang berarti ‘Seribu Zhang’, di mana 1 Zhang setara dengan 10 Chi, sedangkan 7 Chi setara dengan 1 Ren. Dengan begitu 1000 Zhang pastilah lebih panjang dari 1000 Ren, yaitu nama Qiu Qianren (千仞). Zhang, Ren dan Chi adalah satuan panjang, karena itu Huang Rong bercanda lebih jauh dan meledeknya dengan istilah Qian Fen, yang berarti 1000 Fen. Fen adalah satuan panjang terkecil, yang kurang lebih sama dengan sentimeter.

  12. 1000 Fen, yang berarti lebih pendek dari 1000 Ren, apalagi dibandingkan dengan 1000 Zhang, karene Fen adalah unit terkecil. Di era Dinasti Song Selatan, yaitu era di mana mereka hidup, 1 Chi adalah 0.27 meter, dan mengikuti standar itu 1 Fen berarti 0.00027 meter. Sekedar melengkapi penjelasan lelucon ini, Qian Zhang adalah 2700 m, Qian Ren 1890 m, sedangkan Qian Fen hanya 0.27 m.

  13. Man Jiang Hong (满江红) adalah puisi bertemakan heroik yang sangat populer hingga saat ini, dan oleh banyak pihak diklaim sebagai karya Yue Fei. Nama ini sendiri bisa diterjemahkan menjadi ‘Sungai Merah’.

  14. Puisi Yue Fei yang kedua masih tetap berjudul Man Jiang Hong (满江红), yang artinya kurang lebih adalah ‘Sungai Merah’ atau ‘The Crimson River’, yang sebenarnya banyak diperdebatkan apakah puisi terkait memang adalah hasil karya Yue Fei, karena para ahli menemukan indikasi bahwa puisi tersebut ada kemungkinan ditulis di sekitar era Dinasti Ming. Puisi tersebut mengandung sentimen Anti-Jurchen yang sangat kental. Seperti sudah dibahas, suku Jurchen dikemudian hari akan lebih akrab dengan nama Manchu setelah Aisin Gioro Hong Taiji berkuasa sebagai Khan. Puisi yang kedua ini punya judul kecil Deng Huanghe Lou You Gan (登黄鹤楼有感), yang kira-kira berarti ‘Ketika Aku Mendaki Menara Bangau Kuning’. Puisi Yue Fei lainnya yang cukup populer adalah Xiao Chong Shan (小重山), atau Bukit Kecil Yang Berat.

  15. Zhulong (tradisional: 燭龍) adalah karakter dalam mitologi Tiongkok kuno yang mewakili naga raksasa merah menyala. Dalam mitos, ia punya kepala manusia dan tubuh ular raksasa. Ia menciptakan siang dan malam dengan jalan membuka dan menutup matanya, dan menciptakan musim dengan cara bernafas.

  16. Dalam bahasa mandarin istilah ‘boneka’ ini adalah Wawa (娃娃), yang menggambarkan muka bayi yang imut-imut.

  17. Fei (飛) secara literal berarti ‘terbang’.

  18. Peng Ju (鵬舉) adalah nama yang diberikan kepada Yue Fei setelah dewasa, ini karena ketika ia dilahir, seekor burung besar yang mirip angsa mendarat di atap rumahnya. Karakter Peng (鵬) melambangkan burung besar itu.

  19. Karakter Diao (鵰) punya beberapa makna, salah satunya adalah ‘burung pemangsa’, dengan demikian adalah elang. Istilah Rajawali ini adalah istilah dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris maupun mandarin tidak ada istilah khusus, kecuali kalau kita tambahkan satu istilah baru, misalnya menjadi ‘Divine Eagle’, atau Shen Diao (神鵰). Istilah ‘Condor’ yang dipakai dalam judul drama ataupun terjemahan lain adalah kurang tepat, karena Condor adalah nama burung yang hanya terdapat di benua Amerika, dalam hal ini Amerika Selatan. Burung elang Guo Jing tentunya adalah dari jenis Haliaeetus leucoryphus, yang memang banyak terdapat di Mongolia. Warnanya coklat tua, dan kepalanya putih sampai ke leher.