Bab 22

IlustrasiNarasi
Ilustrasi Bab 22Huang Rong duduk dengan mantap di dahan dan berseru, “Tembak!” Membidik ke arah rakit, Guo Jing melepaskan genggamannya dan tubuh Huang Rong terbang ke langit. Dia jungkir balik dua kali di udara dan terjun ke air.

Huang Rong melihat Ouyang Feng membawa keponakannya yang berlumuran lumpur ke pantai. Ia berseri-seri bahagia, tetapi tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada Guo Jing dan Huang Rong. Huang Rong menarik lengan baju Guo Jing dan mereka kembali ke gua bersama.

Guo Jing memperhatikan kekuatiran di wajah Huang Rong dan bertanya, “Apa yang kau pikirkan?” Huang Rong menjawab, “Aku sedang memikirkan tiga hal yang sangat sulit.” Guo Jing menjawab, “Kau orang yang cerdas, yang selalu punya cara untuk menyelesaikan masalah.” Huang Rong tertawa kecil, tetapi sesaat kemudian alisnya kembali mengernyit.

Hong Qigong membuka mulutnya untuk berbicara, “Hal pertama tidak terlalu penting. Hal kedua dan ketiga menyebabkan orang bingung apa yang harus dilakukan.”

Kemudian Guo Jing berkata, “Wow! Shifu benar-benar luar biasa! Bagaimana Shifu bisa tahu tentang tiga hal yang dia pikirkan?”

Hong Qigong menjawab, “Aku hanya menebak pikirannya. Yang pertama adalah bagaimana menyembuhkan lukaku… tetapi tidak ada tabib, obat-obatan, atau orang yang punya tenaga dalam yang kuat di sini untuk membantuku. Pengemis Tua dapat menerima nasibnya dengan pasrah, aku hidup atau mati bukan hal yang terpenting sekarang. Hal kedua adalah bagaimana mempertahankan diri dari tangan beracun Ouyang Feng. Kungfu orang itu sangat hebat, dan kalian berdua jelas bukan tandingannya. Hal ketiga adalah… bagaimana kita bisa kembali ke daratan? Rong’er, aku benar atau salah?”

Huang Rong menjawab, “Ya, Shifu benar. Saat ini hal yang paling mendesak adalah memikirkan cara untuk mencegah Racun Tua bertindak kejam.”

Hong Qigong berkata, “Singkatnya, kita harus beradu kecerdasan sama dia. Racun Tua mungkin licik, tetapi dia sangat sombong. Faktanya, dia begitu sombongnya sehingga tidak sulit untuk membodohinya. Namun setelah dia ditipu, dia akan segera beradaptasi dan menindaklanjuti dengan serangan balik yang parah.”

Keduanya memikirkan hal itu dalam-dalam. Huang Rong mulai berpikir bahwa tingkat keahlian musuh sulit dibedakan dari ayah atau gurunya. Bahkan jika ayahnya ada di sana, ia belum tentu bisa mengalahkannya. Bagaimana ia sendiri bisa melawannya? Tampaknya jika mereka tidak bisa mengambil nyawanya dalam satu pukulan, maka tindakan hanya akan membuatnya melakukan lebih kejam lagi.

Hong Qigong tiba-tiba merasakan sakit di dadanya dan batuk dengan keras. Huang Rong segera membantunya untuk berbaring. Sebuah bayangan tiba-tiba menghalangi sinar matahari di mulut gua. Ia mengangkat kepalanya, dan melihat Ouyang Feng menggendong keponakannya sambil mengeluarkan suara mendesis dan berkata, “Kalian semua keluar! Biarkan aku tinggal gua ini untuk menyembuhkan luka keponakanku!”

Guo Jing sangat marah, ia melompat dan berkata, “Tempat ini milik guruku!”

Ouyang Feng menjawab dengan dingin, “Bahkan jika Kaisar Giok tinggal di sini, dia juga harus pergi!”

Guo Jing dengan geram hendak menjawabnya, tetapi Huang Rong menarik lengan bajunya. Ia membungkuk untuk membantu Hong Qigong berdiri dan mereka meninggalkan gua.

Saat melewati sisi Ouyang Feng, Hong Qigong membuka matanya dan berkata dengan senyum mengejek, “Kekuatan yang mengesankan… sangat mematikan!”

Wajah Ouyang Feng memerah. Ia bisa saja membunuh Hong Qigong dengan kejam hanya dengan satu pukulan telapak tangannya, tetapi untuk beberapa alasan ia kewalahan oleh watak Hong Qigong yang lurus. Ia menggigil dan tidak menjawab penghinaan ini. Ia menoleh untuk menghindari tatapan tajam Hong Qigong dan berkata, “Kembalilah dan bawakan kami sesuatu untuk dimakan! Kalau dua makhluk kecil ini berani macam-macam dengan makanan, maka hati-hatilah dengan nyawa kalian bertiga!”

Mereka bertiga menuruni bukit. Guo Jing mengutuk tanpa henti, sementara Huang Rong tenggelam dalam pikirannya dan tidak mengatakan apa-apa. Guo Jing berkata, “Shifu, tolong istirahat di sini, dizi pergi sebentar mencari tempat tinggal yang cocok untuk kita.”

Huang Rong baru saja membantu Hong Qigong duduk di dekat pohon pinus besar ketika ia melihat dua tupai memanjat dengan cepat ke atas batang pohon lalu segera turun kembali. Kedua tupai itu, yang hanya beberapa kaki mereka, memperhatikan kedua orang itu dengan mata mereka yang bulat dan kecil. Huang Rong terpesona, ia mengambil kerucut pinus dan mengulurkannya. Salah satu tupai mendekat untuk mengendus kerucut; lalu menggunakan cakar depannya untuk menarik kerucut itu perlahan. Tupai lainnya dengan berani memanjat lengan baju Hong Qigong. Huang Rong menghela nafas dan berkata, “Tidak ada yang pernah ke sini sebelumnya. Lihat kedua tupai ini… mereka sama sekali tidak takut manusia.”

Ketika tupai mendengar suara Huang Rong, mereka bergegas memanjat pohon. Huang Rong melihat ke atas pohon dan melihat jarum lebat tumbuh dari dahan pohon pinus. Daun-daun membentuk kanopi dan pucuk pohon penuh dengan rotan hijau. Huang Rong tiba-tiba mendapat ide dan berseru, “Jing Gege, tidak perlu mencari lagi. Ayo pergi ke puncak pohon.”

Guo Jing berhenti dan melihat ke atas pohon pinus. Pohon itu memang tempat yang indah untuk berlindung. Keduanya membengkokkan beberapa cabang dan membuat panggung. Kemudian dengan sorang di masing-masing sisi, mereka mendudukkan Hong Qigong di tangan mereka dan berteriak, “Angkat!“. Mereka terbang dan menempatkan Hong Qigong dengan aman di panggung yang baru saja mereka buat.

Huang Rong tertawa dan berkata, “Kita hidup di dahan seperti burung. Biarkan mereka tinggal di gua seperti binatang buas.”

Kemudian Guo Jing berkata, “Rong’er, kau ingin mengirimi mereka makanan atau tidak?”

Huang Rong berkata, “Karena aku tidak bisa memikirkan rencana bagus untuk mengalahkan Racun Tua saat ini, kupikir sebaiknya kita turuti permintaannya.” Guo Jing terus menggerutu.

Keduanya berkeliaran di sekitar gunung dan berhasil menangkap seekor kambing liar. Kemudian mereka membuat api di pangkal pohon untuk memanggang kambing itu. Kambing panggang itu kemudian dibelah menjadi dua. Huang Rong mengambil sepotong daging dan melemparkannya ke tanah dan berkata, “Kau kencing di atas daging ini!”

Guo Jiang tertawa, “Mereka akan tahu.”

Huang Rong berkata, “Jangan kuatir tentang itu… lakukan saja.”

Guo Jing tersipu dan berkata, “Aku tidak bisa melakukannya!”

Huang Rong bertanya, “Mengapa?”

Guo Jing bergumam, “Aku tidak bisa kencing kalau kau di sampingku.” Huang Rong tertawa terbahak-bahak.

Dari atas pohon Hong Qigong berseru, “Lempar dagingnya ke sini! Aku akan mengencinginya sendiri!” Guo Jing tertawa, mengambil daging itu dan melompat ke atas panggung agar Hong Qigong bisa kencing di atasnya. Hong Qigong kencing banyak-banyak di atas daging kambing. Guo Jing tertawa keras lalu membawa daging itu menuju gua.

Huang Rong berseru, “Tidak! Ambil yang ini.”

Guo Jing menggaruk kepalanya dan berkata, “Itu yang bersih.”

Huang Rong berkata, “Benar. Kita akan menawarkan mereka daging bersih.”

Guo Jing bingung, tapi ia biasa mendengarkan apapun yang dikatakan Huang Rong. Ia kembali dan mengambil daging kambing yang bersih. Huang Rong mengambil daging yang direndam air kencing dan meletakkannya kembali di atas api sementara ia keluar untuk memetik buah-buahan liar yang bisa dimakan. Hong Qigong tidak mengerti rencana Huang Rong dan kesal. Ia meneteskan air liur di atas daging, tetapi yang tersisa hanyalah daging yang dibasahi air kencingnya sendiri. Dia tidak punya pilihan selain bersabar.

Kambing panggang mengeluarkan aroma yang sangat enak. Di dalam gua Ouyang Feng telah mencium aroma yang indah itu. Tanpa menunggu Guo Jing tiba, ia keluar dari gua dan menyambar daging itu, wajahnya menunjukkan betapa senangnya ia saat ini. Kemudian sebuah pikiran muncul di benaknya. “Di mana separuh lainnya?” tanyanya. Guo Jing menunjuk jarinya.

Ouyang Feng berjalan dengan langkah besar menuju pohon pinus. Dia menyambar daging yang basah kuyup dan membuang daging bersih itu ke tanah. Dia tertawa dingin sebelum berbalik untuk pergi.

Guo Jing tahu bahwa ia tidak boleh menunjukkan sesuatu yang mencurigakan di wajahnya. Tetapi bukan sifat aslinya untuk berpura-pura, jadi ia terpaksa berbalik dan tidak berani menatap Ouyang Feng. Ia menunggu Ouyang Feng pergi jauh sebelum bergegas ke Huang Rong. Ia tertawa dan berkata, “Bagaimana kau tahu dia akan datang dan menukar dagingnya?”

Huang Rong tersenyum dan berkata, “Menurut taktik militer, kekosongan sebenarnya padat, sedangkan padat sebenarnya kosong. Racun Tua tahu bahwa kita akan mengutak-atik makanan itu, dan tidak ingin ditipu. Jadi aku biarkan dia menipu dirinya sendiri. Guo Jing mendengarkan semua ini dengan kagum sambil menyobek daging kambing bersih menjadi potongan-potongan kecil, lalu membawanya ke tempat penampungan yang mereka buat. Ketiganya memakan daging itu.

Saat mereka sedang makan dengan gembira, Guo Jing tiba-tiba berkata, “Rong’er, kau benar-benar membuat tipuan hebat barusan. Tapi itu berbahaya.”

Huang Rong segera bertanya, “Mengapa?”

Guo Jing menjawab, “Jika Racun Tua tidak datang dan menukar dagingnya, kita akan makan daging yang direndam kencing Shifu.”

Huang Rong yang duduk di dahan sambil mendengarkan kata-kata Guo Jing, membungkuk sambil tertawa terbahak-bahak dan jatuh dari pohon. Kemudian ia melompat kembali ke pohon tanpa cedera dan berkata, “Sangat, sangat berbahaya.”

Hong Qigong menghela nafas dan berkata, “Anak bodoh, jika dia tidak datang untuk menukar daging, maka kalian tidak akan memakan daging yang tercemar itu.”

Guo Jing terkejut dengan kebenaran pernyataan itu dan tertawa keras sebelum jatuh dari pohon juga.

Saat Ouyang Feng dan keponakannya makan daging itu, mereka mengira daging kambing liar itu memang berbau seperti air seni, tetapi mereka tidak curiga. Nyatanya mereka memuji keahlian luar biasa Huang Rong dalam memanggang daging dan memberi rasa asin pada daging yang pas. Tak lama kemudian langit mulai gelap. Pada saat itulah luka Ouyang Ke mulai terasa sakit, membuatnya mengerang keras.

Ouyang Feng berjalan menuju pohon pinus dan berseru, “Turun, Xiao Guniang!”

Huang Rong terkejut karena tidak menyangka Ouyang Feng akan datang secepat itu. Ia bertanya, “Ada apa?”

Ouyang Feng menjawab, “Keponakanku membutuhkan teh dan air. Cepat layani dia sekarang!” Orang-orang di pohon mendengarkan semuanya dan merasa sangat marah. Ouyang Feng berteriak dengan marah, “Cepat! Apa yang kau tunggu lagi?”

Guo Jing berbisik, “Ayo lawan dia.”

Hong Qigong menambahkan, “Kalian berdua cepat lari ke belakang gunung. Jangan kuatirkan aku.”

Huang Rong telah menghitung dengan hati-hati dua pilihan yang mereka miliki sekarang. Apakah mereka harus melarikan diri dan membiarkan nyawa gurunya hilang… atau berduel dengan Ouyang Feng. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan sekarang adalah berkompromi demi keselamatan guru mereka. Ia melompat turun dari pohon dan berkata, “Baiklah, biarkan aku pergi dan melihat lukanya.”

Ouyang Feng mencibir dan berkata, “Guo Xiaozi turun dan ikuti aku. Masa kau masih tidur? Kurasa tidak.” Guo Jing, menahan amarahnya, melompat turun dari pohon.

Ouyang Feng berkata, “Ambilkan seratus batang kayu untukku sebelum subuh. Kalau sampai kurang satu batang saja, aku akan mematahkan salah satu kakimu. Kalau kurang dua batang kayu, aku akan mematahkan kedua kakimu.”

Huang Rong bertanya, “Buat apa batang kayu itu? Lagipula, bagaimana kita bisa melihat ke mana kita pergi dalam kegelapan begini?”

Ouyang Feng mengutuknya, “Kamu terlalu banyak bicara, Yatou! Apa hubungannya ini denganmu? Cepat pergi dan jaga keponakanku. Kalau ada sesuatu yang salah, kalian semua akan menanggung akibatnya!”

Huang Rong memberi isyarat tangan kepada Guo Jing untuk tidak memperburuk keadaan. Guo Jing menyaksikan bayangan Ouyang Feng dan Huang Rong menghilang dalam kegelapan. Ia sangat marah sehingga air mata mengalir dari matanya.

Hong Qigong tiba-tiba berkata, “Waktu aku masih muda, kakekku, ayahku dan aku adalah budak Jin. Apa kesulitan ini dibandingkan dengan apa yang kami lalui?”

Guo Jing terkejut dan ia sadar, “Ternyata Shifu pernah menjadi budak, tetapi kemudian dia menguasai kungfu yang tiada tara. Meskipun aku merasa dirugikan hari ini, masa aku tidak bisa menanggungnya dengan sabar?” Guo Jing kemudian melompat turun dari pohon dan menyalakan dahan pohon sebelum menuju ke sisi belakang gunung. Ia menggunakan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga untuk menebang pohon berdiameter sebesar mangkuk nasi. Ia sepenuhnya sadar bahwa Huang Rong akan dapat melarikan diri dari bahaya, seperti hari ketika ia dikelilingi oleh sekelompok penjahat di istana Zhao. Tidak peduli seberapa sulit situasinya, ia entah bagaimana berhasil melarikan diri tanpa cedera. Oleh karena itu, ia memusatkan perhatian dan tenaganya untuk menebang pohon.

Menggunakan Delapan belas Jurus Penakluk Naga menguras banyak energinya. Setelah beberapa saat ia mulai merasa tegang dan mati rasa. Dalam waktu kurang dari satu jam Guo Jing berhasil merobohkan dua puluh satu pohon pinus. Pada saat ia merobohkan pohon ke-22, lengan Guo Jing terasa sakit dan lelah. Ketika ia meluncurkan ‘Melihat Naga di Lapangan’, pukulan telapak tangannya tidak rata dan meskipun dahan dan daun bergetar, batangnya bergoyang tetapi tidak patah. Ia merasakan dadanya sesak. Energi tidak mengalir ke telapak tangannya, tetapi sebaliknya mengalir ke dadanya. Gurunya telah berulang kali memperingatkannya tentang kondisi ini. Delapan Belas Jurus Penakluk Naga membawa tenaga yang luar biasa, tetapi jika kekuatannya sendiri tidak cukup, ia akan menderita luka yang diakibatkan oleh dirinya sendiri. Ia kaget, langsung duduk, dan memusatkan pikirannya untuk mengendalikan nafasnya. Setelah kira-kira satu jam ia melabrak pohon itu lagi, tetapi tubuhnya lelah dan lengan serta kakinya lemah.

Guo Jing tahu bahwa jika ia memaksakan diri untuk mengerahkan lebih banyak kekuatan, tidak hanya akan sulit untuk menyelesaikan tugasnya, tetapi ia juga akan menderita luka dalam. Di pulau terpencil ini tidak ada pedang atau kapak… bagaimana ia bisa menebang lebih banyak pohon? Ia memperhatikan bahwa dari seratus batang kayu yang dibutuhkan, ia masih kekurangan sekitar delapan puluh batang kayu dan kakinya hampir menyerah. Ia berpikir keras, “Kaki keponakannya hancur… dia pasti sangat membenciku. Bahkan jika aku berhasil memberinya seratus batang kayu malam ini, besok malam dia akan meminta seribu batang kayu. Kapan itu akan berakhir? Kita tidak bisa melawannya dan di pulau terpencil ini tidak ada yang membantu kami.” Setelah memikirkan hal ini, ia menghela nafas panjang, “Kita terjebak di pulau ini… siapa di dunia ini yang akan datang untuk menyelamatkan kita? Hong Shifu telah kehilangan kungfunya, dan sulit untuk mengatakan apa dia akan hidup atau mati. Ayah Rong’er membenciku. Ketujuh Pendekar Quanzhen dan enam guruku yang baik hati bukanlah tandingan Racun Barat. Kalau saja… andai saja saudara angkatku Zhou Botong ada di sini… tapi dia bunuh diri dengan melompat ke laut tadi.” Begitu Zhou Botong muncul di benaknya, ia semakin membenci Ouyang Feng. Ia memikirkan saudara angkatnya, yang menguasai Jiu Yin Zhen Jing, yang telah menciptakan teknik Shuang Shou Hubo, dan dipaksa mati oleh Ouyang Feng.

“Ah… Jiu Yin Zhen Jing… Shuang Shou Hubo!” Kata-kata ini terlintas di benaknya seperti melihat bintang terang di cakrawala di malam yang gelap dan tak berujung. “Kungfuku mungkin tidak cukup untuk melawan Racun Barat, tetapi Kitab Sembilan Bulan itu berisi rahasia paling indah dari dunia kungfu, dan Shuang Shou Hubo akan menggandakan kungfuku. Kalau Rong’er dan aku berlatih keras siang dan malam, maka kami bisa melawan Racun Tua dengan segala yang kami miliki. Terlepas dari kungfu manapun yang kita gunakan, kita masih harus melawannya sepanjang hari dan malam, mana bisa bagus?”

Ia berdiri di hutan berpikir dalam-dalam dan tiba-tiba berpikir, “Mengapa aku tidak bertanya kepada Shifu? Kungfunya mungkin hilang, tapi pengetahuannya tidak, dia pasti bisa memberiku arahan yang jelas.” Ia segera kembali ke pohon dan menjelaskan kepada Hong Qigong setiap pemikirannya.

“Coba kau hafalkan Jiu Yin Zhen Jing perlahan-lahan, supaya aku bisa mendengarnya,” saran Hong Qigong. “Mari kita lihat apakah ada ilmu luar biasa yang bisa kau pelajari dalam waktu singkat. Guo Jing segera menghafalkan kalimat demi kalimat dari kitab itu. Ketika Hong Qigong mendengar Guo Jing melantunkan, ‘Seseorang tahu bahwa dengan duduk dan merenungkan secara mendalam, seseorang dapat mencapai kebajikan, tetapi untuk tanpa sadar mencapai kemajuan seseorang membutuhkan fleksibilitas, serta pemahaman yang jelas dan cemerlang. Tubuh dikembangkan dua kali lipat, yaitu gerak dan diam. Saat diserang, diamlah.’ Ia tiba-tiba berdiri, “Ah!” serunya.

“Ada apa, Shifu?” tanya Guo Jing dengan cemas. Hong Qigong tidak menjawab. Ia memikirkan kalimat itu sejenak dan kemudian berkata, “Ulangi bagian terakhir yang kau ucapkan beberapa saat yang lalu.”

Guo Jing sangat senang dan berpikir, “Guru pasti telah menemukan suatu metode untuk melawan Racun Tua di bagian terakhir.” Segera ia perlahan melafalkan kalimat itu.

Hong Qigong menganggukkan kepalanya dan berkata, “Itu benar. Lanjutkan.” Guo Jing terus menghafal. Menjelang akhir ia melafalkan, “Mo han si ge er, pin te huo ji en, jin qie hu si, ge shan ni ke …”

Hong Qigong bingung, “Apa yang kau katakan?”

Guo Jing menjawab, “Kakak Zhou menyuruhku menghafal kalimat itu.”

Hong Qigong mengerutkan kening, “Apa maksudnya?” tanyanya.

“Aku tidak tahu,” jawab Guo Jing, “Kakak Zhou sendiri tidak memahaminya.”

“Lanjutkan, kalau begitu,” kata Hong Qigong.

Guo Jing melanjutkan, “Bie er fa si, ge luo wu li…” sampai dia tiba di akhir, melafalkan semua jenis kalimat yang membuat lidah keseleo ini.

“Hmm,” kata Hong Qigong, “Sepertinya kitab itu juga berisi beberapa mantra untuk menangkap hantu.” Ia ingin menambahkan, “Pendeta yang licik, membodohi orang dengan trik murahan,” tetapi ingat bahwa kitab itu mengandung misteri yang sangat dalam. Omong kosong ini pasti memiliki arti yang dalam dan untuk saat ini, ia sama sekali tidak memahaminya. Saat kata-kata itu akan keluar dari bibirnya, ia menelannya kembali. Setelah beberapa lama Hong Qigong menggelengkan kepalanya, “Jing’er,” katanya, “Ada banyak kungfu luar biasa di dalam kitab itu, tetapi tidak ada yang bisa dikuasai dalam sehari semalam.”

Guo Jing kecewa. Hong Qigong melanjutkan, “Cepat, pergi dan bangun rakit dengan dua puluh batang kayu itu, lalu pergi sejauh mungkin. Rong’er dan aku akan tinggal di sini dan menyusun rencana untuk menangani Racun Tua.”

“Tidak,” kata Guo Jing dengan segera, “Bagaimana aku bisa meninggalkanmu, Shifu?”

Hong Qigong menghela nafas, “Racun Barat takut pada Huang Laoxie, dia tidak akan menyakiti Rong’er. Bagaimanapun, Pengemis Tua juga sudah cacat. Cepat pergi!”

Guo Jing dilanda kesedihan dan kemarahan, ia mengangkat tangannya dan memukul batang pohon dengan telapak tangannya.

Serangan ini sangat berat dan suaranya bergema dari gunung dan lembah. Hong Qigong terkejut dan dengan cepat bertanya, “Jing’er, telapak tangan yang barusan kau luncurkan… teknik apa yang kau gunakan?”

“Mengapa?” Guo Jing bingung.

“Kau memukul sangat keras, tetapi batangnya bahkan tidak bergetar,” kata Hong Qigong.

Guo Jing sangat malu, “Aku menggunakan seluruh kekuatanku untuk menebang pohon dan tanganku sangat sakit. Aku tidak punya kekuatan lagi,” katanya.

“Tidak, tidak,” kata Hong Qigong sambil menggelengkan kepalanya. “Teknik telapak tanganmu agak aneh. Serang lagi!”

Sambil mengangkat tangannya, ia memukul pohon itu dengan telapak tangannya. Suaranya mengguncang hutan, tetapi pohon itu tidak bergeming. Tiba-tiba ia sadar. “Itu dari tujuh puluh dua jurus Tinju Kosong Kakak Zhou yang diajarkan pada dizi.”

“Tinju Kosong… Aku belum pernah mendengarnya,” renung Hong Qigong.

“Benar,” kata Guo Jing, “Kakak Zhou ditahan di Pulau Bunga Persik. Dia tidak bisa melakukan apa-apa, jadi dia menemukan teknik ini. Dia mengajari dizi rahasia teknik enam belas karakter, ‘kosong dan kabur seperti gua yang bebas, angin bertiup membawa mimpi, bermain-main dengan kekuatan atau kelelahan, seorang anak dapat menggunakan cacing sebagai senjata’.”1

Hong Qigong tertawa, “Lubang kosong2 seperti apa?” tanyanya.

Guo Jing menjelaskan, “Masing-masing dari enam belas karakter itu memiliki arti tersendiri. Kata Song berarti kepalan tangan harus tanpa kekuatan, Chong berarti tubuh harus lentur seperti cacing, Meng berarti gerakan tinju harus tidak jelas, tidak boleh terlalu jelas. Dizi akan memainkannya supaya Shifu bisa lihat, tolong beritahu apa pendapat Shifu?”

“Malam sangat gelap dan aku tidak bisa melihat apa-apa,” kata Hong Qigong, “Mengapa kau tidak menjelaskannya saja? Ini kungfu yang sangat bagus, aku tidak perlu melihatnya untuk memahaminya.”

Guo Jing menjelaskan dari jurus pertama, Mangkuk Kosong Diisi Nasi, hingga jurus kedua, Rumah Kosong Dihuni Orang, dan semua variasi didalamnya, termasuk cara mengirim keluar kekuatan, ke Hong Qigong.

Secara alami Zhou Botong nakal, jadi dia memberi setiap jurus nama yang lucu. Hong Qigong hanya mendengar sampai jurus kedelapan belas dan hatinya sudah dipenuhi dengan kekaguman. Ia memotong Guo Jing, “Tak perlu kau lanjutkan, aku sudah menemukan cara untuk melawan Racun Barat.”

“Dengan Tinju Kosong?” tanya Guo Jing. “Rasanya kemampuan dizi tidak cukup.”

“Aku tahu,” kata Hong Qigong. “Tapi kita sedang berada dalam situasi darurat, kita harus mengambil risiko. Kau masih menyimpan belati pemberian Qiu Chuji?” Cahaya dingin melintas di malam yang gelap saat Guo Jing mengeluarkan belatinya. Hong Qigong berkata, “Dengan teknik Tinju Kosong, gunakan belati ini untuk menebang beberapa pohon.” Guo Jing memegang belati di gagangnya, bilah tipis itu panjangnya hanya sekitar satu kaki. Ia ragu tapi tidak mengatakan apa-apa.

Hong Qigong berkata, “Delapan Belas Jurus Penakluk Naga yang kuajarkan adalah puncak dari jenis kungfu eksternal, sedangkan Tinju Kosong adalah jenis kungfu yang sangat mendalam. Pisaumu bisa memotong logam dan mengukir batu giok, apa masalahnya menebang pohon? Yang penting kekuatan tanganmu harus mengikuti prinsip ‘kosong’ (Gong) dan ‘longgar’ (Song).”

Guo Jing merenungkannya lama. Hong Qigong juga memberinya beberapa arahan lagi. Akhirnya ia mengerti. Ia melompat turun dari pohon dan pergi mencari pohon pinus berukuran sedang. Dengan teknik Tinju Kosong untuk mengerahkan tenaga, menggunakan kekuatan tanpa kekuatan, ia dengan ringan memukul batang pohon, dan tentu saja belati menembus batang pohon. Ia mengerahkan kekuatannya dan memotong batangnya dan pohon itu langsung tumbang. Guo Jing sangat gembira, dengan cara yang sama ia menebang puluhan pohon satu demi satu. Sepertinya sebelum fajar ia akan bisa menebang seratus batang kayu.

Saat ia masih menebang pohon, ia mendengar Hong Qigong tiba-tiba memanggil, “Jing’er, kemarilah.”

Guo Jing melompat ke panggung. “Itu benar-benar berhasil,” katanya, “Dizi bahkan tidak menggunakan banyak tenaga.”

“Tentu saja kita tidak bisa membuang-buang tenaga kita, kan?” kata Hong Qigong.

“Itu benar! Itu benar!” seru Guo Jing. “Sekarang aku mengerti prinsip ‘kong meng dong song’. Kakak Zhou menjelaskannya, tapi aku tidak bisa memahaminya.”

“Kungfu ini lebih dari cukup untuk menebang pohon,” kata Hong Qigong, “Tapi masih jauh dari cukup untuk melawan Racun Barat. Kau harus latihan Jiu Yin Zhen Jing lagi, hanya dengan begitu kau punya peluang untuk mengalahkannya. Mari kita pikirkan cara untuk mengulur waktu.” Berbicara tentang rencana dan strategi, Guo Jing hanya bisa diam, membiarkan gurunya yang berpikir.

Setelah sekian lama, Hong Qigong menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku tidak bisa cara yang baik. Mari kita tunggu sampai besok, mungkin Rong’er punya ide cerdas. Jing’er, mendengarkanmu menghafalkan Jiu Yin Zhen Jing, aku punya pikiran, dan aku yakin aku tidak salah. Bantu aku turun dari pohon ini… aku akan melatih kungfuku.”

Guo Jing terkejut. “Cedera Shifu belum sembuh, bagaimana Shifu bisa berlatih?” tanyanya.

Hong Qigong menjawab, “Kitab itu mengatakan, ‘Tubuh dibangun dua kali lipat, yaitu gerak dan diam. Saat diserang, diamlah.’ Kalimat-kalimat itu membuka mataku. Ayo turun.”

Guo Jing tidak mengerti arti kalimat itu, tapi ia tidak berani menentang gurunya. Ia mengangkat gurunya dan dengan ringan melompat turun dari pohon.

Hong Qigong menenangkan dirinya… lalu membuka tangannya dan melancarkan serangan telapak tangan. Dalam kegelapan Guo Jing melihat tubuh gurunya terhuyung-huyung ke depan seperti sedang jatuh. Guo Jing bergegas maju untuk membantu, tapi Hong Qigong sudah memantapkan dirinya. Napasnya berat, tetapi ia berkata, “Aku baik-baik saja.”

Sesaat kemudian ia melancarkan serangan telapak tangan kiri. Guo Jing melihatnya terhuyung-huyung, kakinya tersandung dan ia tampak sangat kelelahan. Guo Jing menahan keinginan untuk bergegas maju dan membantu gurunya. Siapa sangka semakin banyak Hong Qigong berlatih, ia jadi semakin kuat. Awalnya ia harus menarik napas setelah melancarkan setiap jurus, tetapi kemudian ia bisa meluncurkan beberapa jurus secara berurutan. Langkahnya juga semakin mantap. Itu adalah peningkatan yang luar biasa. Hong Qigong meluncurkan seluruh rangkaian Delapan Belas Jurus Penaklukan Naga, diikuti dengan rangkaian Jurus Penakluk Harimau.

Guo Jing menunggu sampai ia selesai, lalu berteriak gembira, “Shifu sudah sembuh!”

“Bantu aku kembali,” kata Hong Qigong.

Guo Jing melingkarkan lengannya di pinggang gurunya dan melompat ke panggung. Kegembiraannya tak terkatakan, ia bergumam berulang kali, “Bagus sekali… bagus sekali!”

Hong Qigong menghela nafas dan berkata, “Tidak begitu bagus, kungfu ini hanya bagus untuk ditonton, tetapi sebenarnya tidak berguna.” Guo Jing tidak mengerti dan Hong Qigong menjelaskan, “Setelah mengalami cedera, yang kulakukan hanya istirahat, mencoba memulihkan diri. Tidak pernah terpikir olehku bahwa kungfuku adalah tipe eksternal, semakin aku bergerak semakin baik. Sayang sekali aku terlambat menyadarinya, sekarang nyawaku akan terselamatkan, tetapi kungfuku akan sangat sulit dipulihkan.”

Guo Jing ingin memberikan kata-kata penghiburan, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Setelah beberapa saat ia hanya berkata, “Dizi akan turun dan menebang beberapa pohon lagi.”

“Jing’er,” kata Hong Qigong tiba-tiba. “Kurasa aku punya ide untuk mengintimidasi Racun Tua. Mari kita lihat apa kau setuju.” Kemudian ia menjelaskan idenya. Guo Jing sangat senang, “Bagus sekali! Bagus sekali!” serunya, dan segera melompat turun dari pohon untuk melakukan persiapan.

Pagi-pagi keesokan harinya, Ouyang Feng datang ke pohon itu. Ia menghitung batang kayu yang ditebang Guo Jing dan hanya menemukan sembilan puluh batang. Ia dengan dingin tertawa dan berteriak, “Bajingan kecil3! Cepat turun ke sini! Di mana sepuluh lainnya?”

Huang Rong menghabiskan sepanjang malam di sisi Ouyang Ke, merawat luka-lukanya. Mendengarkan rintihannya yang menyedihkan, ia merasa kasihan padanya. Pagi itu saat Ouyang Feng meninggalkan gua, ia mengikuti di belakang. Mendengar teriakan kerasnya, ia mengkhawatirkan Guo Jing.

Ouyang Feng menunggu sebentar, tetapi tidak ada yang terdengar dari pohon di atas, kecuali hembusan angin yang datang dari bukit yang jauh. Kedengarannya seperti seseorang sedang berlatih kungfu. Ia buru-buru mengikuti sumber suara. Ketika ia mengitari lereng bukit, apa yang dilihatnya mengejutkannya. Hong Qigong sedang bertanding dengan Guo Jing, telapak tangan dan tendangan terbang ke arah satu sama lain… mereka terlibat dalam pertarungan jarak dekat.

Huang Rong melihat bahwa gurunya tidak hanya bisa berjalan tanpa bantuan, tetapi tampaknya kungfunya juga pulih… ia terkejut. Ia mendengar gurunya berteriak, “Jing’er, hati-hati dengan langkah selanjutnya!” dan ia meluncurkan telapak tangan.

Guo Jing mengangkat telapak tangannya untuk menangkis, tetapi sebelum telapak tangan mereka bertemu, tubuhnya terbang ke belakang dan ‘brakk!’ ia menabrak pohon pinus. Pohon itu tidak terlalu besar, berdiameter sekitar mangkuk nasi, ‘kreekk!’ dan pohon itu tersentak oleh kekuatan dorongan Hong Qigong dan jatuh ke tanah.

Serangan ini tampak biasa saja, tapi cukup untuk mengejutkan Ouyang Feng. Huang Rong memuji, “Shifu, itu Pi Kong Zhang yang hebat!”

“Jing’er, lindungi tubuhmu dengan baik, jangan biarkan kekuatan telapak tanganku melukaimu!” seru Hong Qigong.

“Dizi mengerti,” jawab Guo Jing. Ia baru saja menutup mulutnya saat telapak tangan Hong Qigong tiba. ‘Brakk!’ lagi-lagi Guo Jing diterbangkan, lagi-lagi menabrak pohon. Telapak tangan demi telapak tangan datang satu demi satu, dalam waktu singkat Hong Qigong telah menggunakan Pi Kong Zhang untuk menerbangkan Guo Jing dan merobohkan sepuluh pohon besar.

“Kita sudah punya sepuluh pohon!” seru Huang Rong.

Guo Jing terengah-engah. “Dizi kelelahan,” katanya.

Hong Qigong memegang telapak tangannya dan tertawa, “Jiu Yin Zhen Jing ini sungguh luar biasa. Cederaku berat, dan aku bahkan tidak bisa mengerahkan tenaga apa pun, tapi ternyata aku berhasil hanya dengan latihan sehari.”

Ouyang Feng curiga, ia membungkuk untuk memeriksa batang pohon yang patah dan apa yang dilihatnya mengejutkannya. Selain jantung batangnya, lingkar luarnya sangat halus, bahkan lebih halus daripada jika batangnya digergaji. Ia berpikir, “Mungkinkah kungfu dalam kitab ini begitu luar biasa? Sepertinya kungfu Pengemis Tua sudah pulih sepenuhnya. Bagaimana aku bisa melawan mereka jika ketiganya mengeroyokku? Aku beruntung sejauh ini, sebaiknya aku mulai melatih diriku sendiri dengan kungsu dari kitab itu.” Ia melirik ke arah ketiganya, dan kemudian terbang kembali ke gua dengan tergesa-gesa. Ia segera mengambil buku yang ditulis Guo Jing, membuka lembaran demi lembaran kertas minyak dari bungkusan itu dan langsung membenamkan kepalanya ke dalam buku, dengan rajin mempelajarinya.

Hong Qigong dan Guo Jing menunggu sampai mereka tidak bisa melihat Ouyang Feng lagi sebelum keduanya tertawa terbahak-bahak. Huang Rong sangat senang, “Shifu, buku ini benar-benar luar biasa,” katanya.

Hong Qigong tertawa tanpa memberinya tanggapan. Guo Jing bergegas ke arahnya dan berkata, “Rong’er, kami hanya pura-pura.” Kemudian ia menceritakan semua yang mereka pikirkan dan lakukan. Ternyata Guo Jing telah menggunakan pisaunya untuk memotong batang pohon, membiarkan bagian tengahnya tetap utuh. Telapak tangan Hong Qigong sebenarnya tidak memiliki kekuatan sama sekali, dan setiap kali Guo Jing dipukul, ia menggunakan kekuatannya sendiri untuk terbang mundur dan menabrak pohon, mematahkannya. Ouyang Feng tidak tahu bahwa dengan teknik Tinju Kosong, belati itu mampu memotong jauh ke dalam batang pohon. Tentu saja ia tidak curiga bahwa potongan itu dibuat oleh pisau.

Huang Rong tertawa terbahak-bahak, tetapi setelah mendengar cerita Guo Jing, ia terdiam cukup lama dengan kerutan yang dalam di wajahnya. Hong Qigong tersenyum dan berkata, “Pengemis Tua sekali lagi mampu berjalan di atas kakiku sendiri, itu benar-benar berkat dari Surga. Aku tidak peduli itu kungfu sejati atau palsu. Rong’er, kau takut Racun Barat tahu soal tipuan ini, kan?” Huangrong mengangguk. “Racun Tua punya pengamatan yang bagus,” Hong Qigong melanjutkan, “Bagaimana kita bisa membodohinya dengan mudah? Tetapi hidup ini penuh dengan ketidakpastian, saat ini tidak ada gunanya menguatirkan apa pun. Dengarkan aku, Jing’er membacakan isi kitab untukku. Ada bagian yang disebut Mengubah Otot Menempa Tulang atau semacam itu. Kupikir itu sangat menarik. Karena kita tidak punya hal lain untuk dilakukan, mengapa kita tidak latihan?”

Kata-kata ini diucapkan secara sambil lalu, tapi Huang Rong menyadari situasi darurat. Apa yang dikatakan guru mereka sangat masuk akal, oleh karena itu ia berkata, “Baiklah, Shifu, tolong ajari kami.”

Hong Qigong meminta Guo Jing untuk melafalkan Mengubah Otot Menempa Tulang dua kali, lalu berdasarkan itu ia mengajari keduanya cara mempraktikkannya. Ia pergi berburu dan memancing sendiri serta menyalakan api dan memasak makanan mereka. Beberapa kali Guo Jing dan Huang Rong menawarkan bantuan, tetapi ia selalu mengusir mereka.

Tujuh hari berlalu dengan cepat. Tenaga dalam Guo Jing dan Huang Rong mengalami banyak kemajuan. Di dalam guanya, Ouyang Feng juga dengan susah payah mempelajari buku panduannya, dan berusaha keras untuk memahaminya. Menjelang malam hari kedelapan Hong Qigong tersenyum dan berkata, “Rong’er… bagaimana kambing liar panggang gurumu?”

Huang Rong tersenyum tetapi tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menggelengkan kepalanya. Hong Qigong tertawa, “Aku juga tidak bisa memakannya sendiri. Kalian berdua sudah menyelesaikan bagian pertama dari pelajaran kalian, hari ini kalian harus mengistirahatkan otot dan tulang kalian, kalau tidak ‘qi’ kalian akan terhambat, dan kalian bisa cedera. Baiklah, Rong’er, kau menyiapkan makanan kita malam ini, Jing’er dan aku akan pergi dan membuat rakit.”

Guo Jing dan Huang Rong terheran-heran, “Membuat rakit?”

“Benar,” kata Hong Qigong. “Masa kau ingin tinggal bersama Racun Tua di pulau terpencil ini selamanya?”

Guo Jing dan Huang Rong sangat senang, mereka berdua menyuarakan persetujuan mereka dan segera mulai bekerja.

Seratus batang kayu yang ditebang Guo Jing ditumpuk rapi di satu sisi. Mereka memotong kulit pohon, menganyamnya menjadi tali dan mengikat batang kayu menjadi satu untuk membuat rakit. Ketika Guo Jing menggunakan kekuatannya untuk menarik tali itu, tali itu putus. Ia pikir tali itu tidak cukup kuat. Ia mencoba menarik tali lain, tetapi begitu ia mengerahkan sedikit tenaga, tali itu juga putus dengan mudahnya. Guo Jing bingung, ia menatap kosong ke tali dan tidak tahu harus berbuat apa.

Dari sisi lain bukit Huang Rong berlari sambil berteriak dengan seekor kambing liar di tangannya. Saat pergi berburu kambing, ia membawa beberapa kerikil untuk menggiring kambing, siapa sangka hanya dengan beberapa lompatan ia sudah menyusul kambing itu. Ia memutar tubuhnya dan meraih kambing liar. Gerakan tubuhnya sangat cepat sehingga mengejutkan dirinya sendiri.

Hong Qigong tersenyum, “Jadi Jiu Yin Zhen Jing benar-benar pedoman yang luar biasa, tidak heran banyak pendekar dan pejuang bersedia mempertaruhkan hidup mereka untuk itu.”

Huang Rong sangat senang, “Shifu, menurutmu kita bisa mengalahkan Racun Tua sekarang?” tanyanya.

Hong Qigong menggelengkan kepalanya, “Belum, kalian masih jauh dari itu,” jawabnya. “Kalian harus berlatih selama delapan sampai sepuluh tahun lagi. Jurus Kodoknya bukan masalah kecil, tidak ada kungfu yang dapat mematahkannya kecuali Yi Yang Zhi milik Wang Chongyang.”

Huang Rong cemberut dan berkata, “Maka meskipun kita berlatih selama delapan sampai sepuluh tahun lagi, kita mungkin masih belum bisa mengalahkannya.”

“Sulit dikatakan,” kata Hong Qigong, “Mungkin juga kungfu dalam buku itu jauh lebih dahsyat dari yang kukira.”

“Rong’er, harap bersabar,” kata Guo Jing, “Tidak ada salahnya mempelajari ilmu baru.”

Beberapa hari lagi berlalu, Guo Jing dan Huang Rong menyelesaikan bagian kedua dari Mengubah Otot Menempa Tulang. Rakit juga sudah siap. Mereka bertiga menganyam layar dari kulit pohon dan mereka juga menyiapkan air tawar dan makanan di atas rakit. Selama ini Ouyang Feng bertindak acuh tak acuh terhadap apa yang mereka lakukan, ia hanya melihat aktivitas mereka dengan tatapan dingin.

Suatu malam semuanya sudah siap, mereka berencana untuk berlayar keesokan harinya. Tepat sebelum tidur malam itu, Huang Rong bertanya, “Apa kita harus berpamitan kepada mereka?”

“Tidak hanya itu, kita harus membuat perjanjian sepuluh tahun dengan mereka,” jawab Guo Jing. “Mereka menindas kita dengan buruk, masa kita bisa melupakannya begitu saja?”

Huang Rong bertepuk tangan dan berkata, “Tentu saja! Aku berdoa supaya Surga memberkati kedua pencuri itu, sehingga mereka dapat kembali ke daratan, dan juga memberi Racun Tua itu hidup sepuluh tahun lagi, atau mungkin memulihkan kungfu Shifu secepatnya, sehingga dalam satu atau dua tahun kita bisa memburunya. Itu akan lebih baik.”

Keesokan harinya sebelum fajar menyingsing, Hong Qigong terbangun, ia samar-samar mendengar suara dari pantai. Ia dengan cepat memanggil, “Jing’er, kau mendengar suara itu dari pantai?”

Guo Jing segera bangkit dan melompat turun dari pohon. Begitu ia melihat apa yang terjadi di pantai, ia tidak bisa berhenti mengutuk, ia segera bergegas maju mengejar. Pada saat ini Huang Rong juga terbangun dan berlari mengejarnya sambil berseru, “Jing Gege, ada apa?”

Guo Jing berteriak dari kejauhan, “Para pencuri jahat itu mencuri rakit kita.” Mendengar ini, Huang Rong kaget.

Pada saat mereka sampai di pantai, Ouyang Feng telah membawa keponakannya ke rakit, mengangkat layar dan sudah beberapa zhang dari daratan. Guo Jing sangat marah dan hendak melompat ke laut untuk mengejar, tetapi Huang Rong menarik lengan bajunya dan berkata, “Mereka sudah terlalu jauh.”

Ouyang Feng tertawa terbahak-bahak, “Terima kasih banyak untuk rakitnya!” teriaknya.

Menghentakkan kakinya dengan amarah, Guo Jing dengan marah menendang pohon cendana merah di dekatnya. Huang Rong tiba-tiba mendapat ide, “Aku mengerti!” serunya. Ia mengambil sebuah batu besar dan meletakkannya di dahan pohon. Ia ingin menggunakan pohon itu sebagai ketapel. “Tarik pohon ini,” katanya, “dan kita akan melempar batunya.”

Guo Jing sangat senang. Ia menguatkan kakinya di pangkal pohon dan menarik batangnya ke belakang dengan sekuat tenaga. Pohon cendana itu kuat tetapi lentur, melengkung hampir sepenuhnya ke tanah tetapi tidak patah. Guo Jing melepaskannya dan dengan suara mendesing, batu besar itu terbang ke laut dan jatuh di dekat sisi rakit, menciptakan percikan besar yang sangat tinggi.

“Sayang sekali!” seru Huang Rong. Ia mengambil batu lain, membidik dengan hati-hati dan melepaskannya. Kali ini batu menghantam rakit dengan telak, tetapi konstruksi rakit itu terlalu bagus dan tidak hancur. Keduanya meluncurkan tiga batu lagi, tetapi semuanya jatuh ke air.

Melihat semua batu mereka meleset dari target, Huang Rong punya ide gila. “Cepat, gunakan aku sebagai batu!” serunya. Guo Jing terkejut, tidak jelas apa maksudnya. Huang Rong menjelaskan, “Lemparkan aku ke laut, Aku akan berurusan dengan mereka.”

Guo Jing tahu ia perenang yang baik, ilmu meringankan tubuhnya juga sangat baik, ia tidak melihat bahaya dalam hal itu. Ia mengambil pisaunya dan meletakkannya di tangannya. “Hati-hati,” katanya. Ia menarik pohon itu sekali lagi. Huang Rong duduk dengan mantap di dahan dan berseru, “Lepas!”

Guo Jing melepaskan cengkeramannya dan tubuh Huang Rong terbang ke udara. Ia jungkir balik dua kali di udara dan terjun ke air beberapa zhang dari rakit. Itu adalah pemandangan yang indah untuk dilihat. Ouyang Feng dan keponakannya terpesona dan mereka tidak tahu apa yang akan dilakukannya.

Huang Rong menyelam jauh ke dalam air. Ia tidak muncul, tetapi malah berenang di bawah air menuju ke rakit. Begitu ia melihat bayangan hitam di atas kepala, ia tahu ia telah tiba di dasar rakit. Ouyang Feng secara acak memukul air dengan dayung, tetapi ia tidak bisa memukulnya.

Huang Rong mengangkat belati, siap untuk memutuskan tali yang mengikat rakit kayu, lalu tiba-tiba muncul ide cemerlang di benaknya. Ia mengurangi tenaga tangannya hanya untuk memotong sebagian tali, meninggalkan sepertiga utuh, dengan cara itu rakit tidak akan rusak sampai gelombang besar laut lepas menghantamnya. Ia berbalik dan berenang pergi, muncul di permukaan sekitar selusin zhang jauhnya, ia terengah-engah, berpura-pura tidak bisa menangkap rakit. Ouyang Feng tertawa terbahak-bahak dan mengangkat layarnya. Tidak lama kemudian rakit sudah jauh.

Sambil menunggu ia tiba kembali di pantai, Hong Qigong dan Guo Jing terus mengutuk, tapi kemudian mereka melihat ekspresi sombong Huang Rong dan bingung. Setelah mendengar apa yang terjadi, mereka sangat senang. “Meskipun sudah kita mengirim kedua orang jahat itu ke dasar laut, kita harus mulai bekerja lagi,” kata Huang Rong.

Ketiganya makan dengan semangat tinggi, kemudian mereka memotong kayu dan membuat rakit lagi. Beberapa hari kemudian mereka sudah siap, dan ketika angin tenggara bertiup, mereka mengangkat layar kulit pohon dan meninggalkan pulau menuju ke barat. Huang Rong menatap ke arah pulau yang semakin kecil, ia menghela nafas dan berkata, “Nyawa kita hampir hilang di pulau itu, tapi meninggalkannya hari ini, hatiku jadi sedih.”

“Kita selalu bisa mengunjungi pulau itu lagi kapan-kapan,” kata Guo Jing.

Huang Rong bertepuk tangan dan berkata, “Bagus! Kita harus kembali. Kalau waktunya tiba, kau tidak bisa menarik kembali ucapanmu. Tapi pertama-tama, mari beri nama yang bagus untuk pulau kecil ini. Guru, bagaimana menurutmu?”

“Kamu menghancurkan kaki bajingan kecil itu dengan batu besar di pulau itu,” kata Hong Qigong. “Mari kita sebut Pulau Penghancur Hantu4. Bagaimana?”

Huang Rong menggelengkan kepalanya. “Itu tidak terlalu elegan.”

“Jika kau ingin keanggunan, mengapa tanya kepada Pengemis Tua?” kata Hong Qigong sambil tertawa. “Kalau kau tanya, karena Racun Tua makan kencingku di pulau itu, aku akan menyebutnya Pulau Makan Kencing5.”

Huang Rong tersenyum dengan gerakan tangan negatif, ia menyandarkan kepalanya ke satu sisi untuk berpikir. Ia melihat sekelompok awan merah di cakrawala, seperti sekelompok permata yang melayang dengan megahnya di atas pulau. “Sebut saja Pulau Awan Merah Terang6!” serunya.

“Tidak bagus, tidak bagus!” balas Hong Qigong. “Itu terlalu elegan.”

Guo Jing mendengarkan guru dan murid itu berdebat, ia tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa. Ia tidak peduli apakah pulau itu punya nama yang elegan atau yang vulgar, tetapi jauh di lubuk hatinya ia berpikir ‘ya gui’ atau ‘chi sui’ lebih menarik daripada ‘ming xia’.

Dibawa oleh angin yang bertiup, mereka berlayar selama dua hari dan angin tidak mengubah arahnya. Menjelang malam hari ketiga Hong Qigong dan Huang Rong tertidur, sementara Guo Jing menjaga kemudi untuk malam itu. Di tengah angin laut dan ombak yang bergulung tiba-tiba, ia mendengar seseorang berteriak, “Tolong, tolong!” dua kali. Suara itu terdengar seperti simbal yang beradu dan terdengar jelas di tengah hembusan angin dan ombak.

Hong Qigong duduk dan berkata dengan suara rendah, “Itu Racun Tua.” Mereka mendengar teriakan itu sekali lagi, dan Huang Rong meraih lengan Hong Qigong, “Itu hantu… itu hantu!” katanya dengan suara gemetar. Saat itu akhir bulan keenam dan malam gelap tanpa bulan, hanya ada beberapa bintang yang tersebar berjauhan di malam yang gelap. Lautnya gelap gulita dan teriakan di tengah malam akan membuat siapa saja ketakutan.

“Apa itu Lao Du?” seru Hong Qigong. Tenaga dalamnya hilang, jadi suaranya tidak terdengar terlalu jauh. Guo Jing mengumpulkan qi di dan tian, dan berseru, “Apa itu Paman Ouyang?”

Dari kejauhan mereka mendengar Ouyang Feng menjawab, “Ini aku, Ouyang Feng. Tolong!”

Huang Rong masih ketakutan, “Entah orang atau hantu, ayo cepat kita pergi, cepat!”

“Bantu dia,” kata Hong Qigong tiba-tiba.

“Tidak, tidak!” jawab Huang Rong dengan cepat. “Dizi takut.”

“Itu bukan hantu,” kata Hong Qigong.

“Kalaupun itu orang, kita tetap tidak perlu membantu,” kata Huang Rong.

“Membantu orang lain dalam kesulitan adalah salah satu aturan Kai Pang kita,” kata Hong Qigong, “Kau dan aku adalah dua generasi Ketua Kai Pang, kita tidak bisa meninggalkan kebiasaan terhormat yang diwariskan dari para pemimpin generasi sebelumnya.”

“Kebiasaan Kai Pang tidak benar,” bantah Huang Rong. “Ouyang Feng jelas bajingan, waktu dia menjadi hantu, dia akan jadi hantu bajingan. Tidak masalah itu orang atau hantu, kita tidak boleh membantu.”

“Itu adalah peraturan Kai Pang, kita tidak boleh mengubahnya!” tegas Hong Qigong.

Dalam hatinya Huang Rong sangat marah. Mereka mendengar suara Ouyang Feng di kejauhan lagi, “Qi Xiong, kau benar-benar jian si bu jiu?”

Huang Rong berkata, “Aku mengerti! Jing Gege, tunggu sampai kau bisa melihat Ouyang Feng dengan jelas, lalu serang dia sampai mati dengan tongkatmu. Kau bukan anggota Kai Pang, kau tidak harus mematuhi aturan yang tidak masuk akal ini.”

Hong Qigong marah, “Kau kira mengambil keuntungan dari kondisi genting orang lain itu cara pendekar yang benar?”

Huang Rong tidak punya pilihan. Ia menyaksikan tanpa daya saat Guo Jing mengarahkan rakit ke arah suara itu. Dalam kegelapan malam yang pekat, mereka samar-samar melihat dua orang di dalam air yang diguncang ombak, di sebelah kepala mereka ada batang kayu. Tampaknya setelah rakit mereka hancur, Ouyang Feng dan keponakannya berpegangan pada batang kayu itu sampai sekarang.

“Biar dia bersumpah dulu untuk tidak menyakiti orang lain, maka kita akan menyelamatkannya,” kata Huang Rong.

Hong Qigong menghela nafas, “Kau tidak tahu karakter Racun Tua, dia lebih baik mati daripada menyerah. Dia tidak akan membuat janji seperti itu. Jing’er, selamatkan mereka.”

Guo Jing membungkuk dan meraih kerah Ouyang Ke dan mengangkatnya ke atas rakit. Hong Qigong sangat ingin membantu dan ia lupa kungfunya hilang. Ia mengulurkan tangannya dan Ouyang Feng mengambilnya. Ia ingin meminjam kekuatan dan melompat ke rakit, tetapi karena tarikannya Hong Qigong tiba-tiba jatuh ke laut dengan cipratan air yang keras. Guo Jing dan Huang Rong terkejut, mereka segera melompat ke laut dan menyelamatkan Hong Qigong. Huang Rong dengan sengir memarahi Ouyang Feng, “Guruku baik hati dan ingin menyelamatkanmu, bagaimana kau bisa menyeretnya ke laut seperti itu?”

Ouyang Feng sekarang tahu Hong Qigong telah kehilangan kungfunya, kalau tidak, bagaimana tarikannya yang sederhana bisa membuat seorang ahli silat jatuh ke laut? Tapi ia telah tenggelam di dalam air selama beberapa hari, dan sangat lelah. Ia tidak berani melihat mereka, ia menundukkan kepalanya dan berkata, “Aku… aku tidak bermaksud begitu. Qi Xiong, tolong jangan salahkan saudaramu.”

Hong Qigong tertawa terbahak-bahak, “Omonganmu enak didengar. Tapi sekarang kungfu Pengemis Tua yang sebenarnya sudah kau ketahui,” katanya.

“Nona yang baik,” kata Ouyang Feng. “Kau masih punya makanan untuk kami? Kami belum makan beberapa hari.”

Huang Rong menjawab, “Kami hanya punya sedikit makanan dan air yang cukup untuk tiga orang. Aku bisa memberimu sedikit, tapi kami makan apa?”

“Baiklah,” kata Ouyang Feng. “Tolong beri sedikit makanan untuk keponakanku kalau begitu, kakinya terluka parah dan dia tidak akan bertahan hidup tanpa makanan.”

“Kalau begitu mari kita buat kesepakatan,” kata Huang Rong. “Ular berbisamu melukai guruku, dia belum pulih. Beri dia penawarnya.”

Ouyang Feng merogoh sakunya dan mengeluarkan dua botol, menyerahkannya kepada Huang Rong dan berkata, “Nona, tolong lihat, botolnya terendam air dan penawarnya hilang!”

Huang Rong mengambil botol-botol itu, mengocoknya, dan mengendusnya. Botol itu benar-benar terisi air laut. “Kalau begitu, beritahu kami ramuan untuk penawarnya, segera setelah kita sampai di darat, kita bisa menyiapkan sendiri.”

“Aku ingin menipumu, aku bisa memberitahu beberapa bahan dan kau tidak akan tahu apakah itu asli atau palsu, tapi bagaimana bisa Ouyang Feng menjadi orang seperti itu?” Kemudian ia berkata, “Ijinkan aku mengatakan yang sebenarnya, ular-ularku adalah yang paling beracun di dunia, tidak ada yang bisa menandingi sifat mematikan mereka. Kalau orang digigit, meskipun kau tidak langsung mati karena kehebatan kungfumu, dalam waktu enam puluh empat hari setengah dari tubuhmu akan lumpuh dan kau akan menjadi cacat selama sisa hidupmu. Aku tidak masalah memberimu ramuan penawarnya, tetapi tidak hanya ramuannya sulit ditemukan, tetapi juga membutuhkan pemrosesan selama tiga musim dingin dan musim panas berturut-turut. Pada saat penawarnya siap, aku kuatir itu akan sangat terlambat. Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, kalau kau masih ingin mengambil nyawaku, itu sepenuhnya terserah kau.”

Huang Rong dan Guo Jing mendengarkannya dan diam-diam mengaguminya, mereka berpikir, “Walaupun orang ini jahat dan kejam, dalam masalah hidup dan mati dia tidak kehilangan kehormatannya sebagai guru besar dari perguruannya.”

“Rong’Er,” kata Hong Qigong. “Dia mengatakan yang sebenarnya. Hidup mati seseorang ditentukan oleh takdir. Pengemis Tua tidak perlu takut. Beri mereka sesuatu untuk dimakan.”

Dalam hati Huang Rong hancur dan ia tahu gurunya tidak akan pulih dari lukanya. Ia tanpa bicara mengambil kaki kambing liar panggang dan melemparkannya ke arah Ouyang Feng. Ouyang Feng pertama-tama merobek daging untuk keponakannya sebelum ia menggigit dan mengunyah dagingnya.

Huang Rong berkata dengan dingin, “Paman Ouyang, kau telah melukai guruku, pada pertandingan kedua di Hua Shan kau akan menjadi pemenang di antara para pendekar. Biarkan aku menjadi orang pertama yang memberi selamat kepadamu.”

“Itu belum tentu benar,” jawab Ouyang Feng. “Setidaknya ada satu orang lagi di dunia luas ini yang dapat menyembuhkan luka Qi Xiong.”

Guo Jing dan Huang Rong melompat kaget sehingga rakit itu miring ke satu sisi. Mereka berdua bertanya serempak, “Benarkah?”

Sambil menggigit kaki kambing, Ouyang Feng berkata, “Tetapi sangat sulit untuk meminta bantuan orang ini. Gurumu juga tahu tentang itu.”

Mata keduanya beralih ke guru mereka. Hong Qigong tersenyum, “Kau tahu ini sulit… kenapa kau menyebutkannya?”

Huang Rong menarik lengan baju gurunya, meminta penjelasan, “Guru, beritahu kami. Walaupun sulit, kita tetap harus berusaha. Aku akan minta ayahku untuk membantu, pasti dia akan menemukan jalan.” Ouyang Feng mendengus pelan. “Ada apa?” kata Huang Rong. Ouyang Feng tidak menjawab.

Hong Qigong berkata, “Dia menertawakanmu karena mengira ayahmu sangat kuat. Menemukan orang itu bukanlah masalah kecil, jadi bagaimana ayahmu bisa meyakinkan orang itu untuk membantu?”

Huang Rong heran, “Orang itu! Siapa orang itu?”

Hong Qigong melanjutkan, “Tak usah bicara tentang kungfu tingkat tinggi orang itu. Kalaupun dia sangat lemah, sehingga tidak bisa membunuh seekor ayam pun, Pengemis Tua tidak akan pernah menyakiti seseorang untuk menguntungkan diriku sendiri.”

Huang Rong dengan ragu berkata, “Kungfu tingkat tinggi? Ah! Aku tahu. Dia adalah Kaisar Selatan, Kaisar Duan. Shifu, ayo kita minta dia untuk menyembuhkan lukamu, masa itu merugikan orang lain untuk menguntungkan dirimu sendiri?”

“Tidurlah dan jangan tanya lagi! Aku melarangmu mengungkit masalah ini lagi. Paham?” kata Hong Qigong. Huang Rong tidak berani mengatakan lebih banyak. Ia takut Ouyang Feng akan mencuri makanan mereka, jadi ia bersandar di keranjang makanan dan tidur.

Bangun pagi-pagi keesokan harinya, Huang Rong menatap Ouyang Feng dan keponakannya, ia melompat ketakutan karena kulit mereka sangat pucat dan tubuh mereka bengkak karena berada di air laut beberapa hari terakhir ini.

Rakit berlayar sampai kira-kira jam sembilan, ketika mereka melihat garis gelap di kejauhan. Ternyata daratan. Guo Jing orang pertama yang melompat dan berteriak kegirangan. Dalam waktu yang dibutuhkan untuk makan semangkuk nasi mereka bisa melihat lebih jelas, itu memang daratan. Laut tenang dan matahari bersinar terang, menghanguskan orang-orang ini dan membuat mereka sengsara. Ouyang Feng tiba-tiba berdiri, ia mengulurkan tangannya dan meraih Guo Jing dan Huang Rong. Dengan ujung kakinya ia juga menendang dan menotok titik akupuntur Hong Qigong.

Keduanya terkejut setelah tahu mereka tertotok, setengah dari tubuh mereka langsung mati rasa. Terkejut mereka bertanya, “Apa yang kau lakukan?” Ouyang Feng menyeringai jahat, tapi tidak mengatakan apapun.

Hong Qigong menghela nafas, “Racun Tua sangat sombong, dia tidak mau menerima belas kasihan orang lain. Kita menyelamatkan hidupnya, kalau tidak membunuh penyelamatnya, bagaimana hatinya bisa damai? Ah, salahku sendiri sok baik hati. Sekarang aku jadi membahayakan nyawa kedua anak yang lelah ini.”

“Kau sudah tahu,” kata Ouyang Feng, “Jiu Yin Zhen Jing ada di tanganku, kalau aku membiarkan bocah marga Guo ini hidup, nantinya dia hanya akan menjadi penghalang besar buat aku.”

Mendengar ia menyebutkan Jiu Yin Zhen Jing hati Hong Qigong tergerak, dengan suara lantang ia melafalkan, “Nu er qi liu, ha gua er, ning xie qi qia, ping dao er…”

Ouyang Feng terkejut, ia mengenali kalimat itu sebagai salah satu dari ratusan kalimat sulit yang ia tidak tahu artinya. Mendengarkan Hong Qigong melafalkannya, ia percaya Hong Qigong mengerti artinya, dan ia berpikir, “Ada banyak kalimat aneh di kitab itu, pasti ada kunci untuk membuka rahasia mereka. Kalau mereka bertiga kubunuh, rasanya akan sia-sia saja kitab itu ada di tanganku. Oleh karena itu ia bertanya, “Apa artinya?”

Hong Qigong menjawab, “Hun hua cha cha, xue gen xu bat u, mi er mi er…” Meskipun ia telah mendengarkan Guo Jing melafalkan kalimat aneh dari kitab itu, bagaimana ia bisa menghafal semuanya? Ia hanya omong kosong, tetapi wajahnya menunjukkan rasa hormat yang dalam.

Ouyang Feng sungguh-sungguh menganggap kalimat itu punya makna yang sangat mendalam, ia memusatkan perhatiannya dan berpikir dalam-dalam. Hong Qigong berteriak, “Jing’er, sekarang!”

Guo Jing menarik kembali tangan kirinya dan mengulurkan telapak tangan kanannya sementara kaki kirinya terbang ke depan secara bersamaan. Sebenarnya ketika Ouyang Feng mengirimkan tendangannya dan melancarkan serangan mendadak, titik vitalnya dicengkeram dan dia tidak bisa bergerak. Ketika Hong Qigong berbicara omong kosong dan membingungkan Ouyang Feng, itu menyebabkan dia kehilangan konsentrasi dan sedikit melonggarkan cengkeramannya. Guo Jing mengambil kesempatan ini untuk membebaskan dirinya dan melancarkan serangan balik. Guo Jing telah melatih ‘Mengubah Tulang Penempaan Otot’ ke tahap kedua; meskipun dia tidak mempelajari teknik tinju atau tendangan baru, kekuatan aslinya sebenarnya meningkat setidaknya dua puluh persen. Satu tarikan, satu telapak tangan, dan satu tendangan ini dilakukan tanpa gerakan luar biasa, tetapi kekuatan dalam serangannya ternyata sangat kuat.

Ouyang Feng terkejut dan karena rakitnya sempit, tidak ada ruang untuk mundur; dia terpaksa mengangkat tangannya untuk menangkis serangan itu, tetapi cengkeramannya pada Huang Rong tidak mengendur.

Tinju dan telapak tangan Guo Jing keluar satu demi satu, menyerang musuhnya seperti badai dahsyat. Dia sangat sadar bahwa, di atas rakit sempit ini, jika dia membiarkan Ouyang Feng menyerang dengan Posisi Kodoknya, maka mereka bertiga akan mati tanpa kuburan. Serangkaian serangan ini memaksa Ouyang Feng mundur setengah langkah.

Huang Rong memiringkan tubuhnya sedikit ke samping, memposisikan bahunya untuk membentur tubuh Ouyang Feng. Ouyang Feng geli dan berpikir, “Nona kecil ini ingin menabrakku, memangnya dia punya tenaga seberapa kuat? Jangan salahkan aku kalau membenturkanmu ke laut.” Ia baru saja menyelesaikan pemikiran ini ketika bahu Huang Rong tiba. Ouyang Feng tidak menghindar atau mencoba menangkis, tampak tidak memperhatikan, lalu ia tiba-tiba merasa dadanya sakit seperti tertusuk benda tajam. Rasa sakit itu seketika menyadarkannya bahwa gadis itu mengenakan Ruan Wei Jia. Saat ini ia sudah berada di tepi rakit, jadi ia tidak bisa mundur bahkan setengah langkah pun. Rompi itu penuh dengan duri tajam yang tidak bisa ditanganinya. Ia buru-buru mengirimkan tenaga dalamnya dan melemparkan Huang Rong ke salah satu sisi.

Huang Rong tidak punya ruang untuk menginjakkan kaki, dan ia akan jatuh ke dalam air. Guo Jing meraih punggungnya, sementara tangan kirinya masih menyerang musuhnya. Huang Rong mengeluarkan belatinya dan bergegas maju untuk menyerang.

Ouyang Feng berdiri di tepi rakit dengan cipratan air laut terasa di kakinya, tidak peduli seberapa keras Guo Jing dan Huang Rong menyerang, mereka tidak dapat memaksanya masuk ke dalam air.

Hong Qigong dan Ouyang Ke tidak bisa bergerak, jadi keduanya tak berdaya menyaksikan pertarungan sengit itu. Jantung mereka berdebar kencang saat mereka menyaksikan pertarungan yang seimbang ini di mana batas antara hidup dan mati sesempit sehelai rambut. Mereka berdua dengan getir berharap bisa membantu pihak mereka masing-masing.

Kungfu Ouyang Feng jauh di atas kekuatan gabungan Guo Jing dan Huang Rong, tetapi karena ia telah tenggelam dalam air selama beberapa hari, hampir setengah dari kekuatannya hilang. Meskipun kungfu Huang Rong tidak terlalu tinggi, ia mengenakan Rompi Kulit Landak, dan tangannya memegang belati tajam. Senjata ofensif dan defensif ini cukup memusingkan Ouyang Feng. Tidak hanya itu, Delapan Belas Jurus Penakluk Naga, tujuh puluh dua jurus Tinju Kosong, Shuang Shou Hubo, serta Mengubah Otot Menempa Tulang yang baru dipelajari Guo Jing dari Jiu Yin Zhen Jing, membuatnya menjadi seorang lawan yang tangguh. Ketiganya terlibat pertarungan jarak dekat di atas rakit!

Setelah beberapa saat, telapak tangan Ouyang Feng mulai menjadi lebih kuat, Guo Jing dan Huang Rong mulai jatuh di bawah angin. Hong Qigong sangat cemas menyaksikan pertempuran sengit ini. Di tengah bayang-bayang telapak tangan Ouyang Feng yang menari, kaki kirinya ditendang keluar dengan hembusan angin kencang. Huang Rong tidak berani menghalanginya dan terpaksa jungkir balik dan jatuh ke air.

Tiba-tiba harus menghadapi musuh yang kuat sendirian, Guo Jing merasakan ketegangan. Untungnya setelah jatuh ke air di sisi kiri rakit, Huang Rong berenang di bawah dasar rakit, naik di sisi kanan, dan mengayunkan belati ke arah dada Ouyang Feng. Sekarang Ouyang Feng harus menghadapi musuh dari dua sisi.

Sambil bertarung dengan berani, Huang Rong memikirkan rencana untuk mengatasi situasi ini, “Kalau terus-terusan seperti ini, dengan ilmu silat kita yang lebih rendah, akhirnya kita akan jatuh ke tangannya. Satu-satunya cara untuk mengalahkannya adalah di bawah air.” Begitu pikiran ini terlintas di benaknya, ia mengayunkan belatinya dan memotong tali layar dan layarnya langsung jatuh, rakit kini terbawa ombak dan tak lagi bergerak maju. Huang Rong mundur dua langkah, melilitkan tali beberapa kali di sekitar tubuh Hong Qigong, kemudian beberapa putaran pada batang kayu dari rakit dan membuat dua simpul yang rapat.

Dengan keluarnya Huang Rong dari pertempuran, Guo Jing tidak akan mampu menahan musuh lebih lama lagi. Ia berhasil memblokir tiga jurus berturut-turut, tetapi jurus keempat memaksanya mundur. Ouyang Feng tidak ingin melepaskannya dan telapak tangannya terus menerus menyerang. Guo Jing terpaksa mundur lagi dan menggunakan gerakan Ikan Melompat dari Dalam7, ia berhasil memblokir serangan itu. Untuk jurus selanjutnya ia terpaksa mundur lagi, dan kaki kirinya menginjak udara kosong. Pada saat kritis ini ia tidak gugup, kaki kanannya langsung terbang ke depan menghadang musuhnya agar tidak menyerang lebih jauh. Tanpa kaki di atas rakit, ia pun jatuh ke dalam air.

Rakit itu bergoyang keras dan Huang Rong pun memanfaatkan kesempatan ini untuk melompat ke laut. Keduanya mendorong dan menarik rakit, mencoba membalikkannya. Mereka tahu Ouyang Ke akan tenggelam, dan selain itu di dalam air Ouyang Feng bukanlah tandingan mereka. Hong Qigong diikat ke rakit dan keduanya mengambil risiko berurusan dengan Racun Barat terlebih dahulu sebelum mencoba menyelamatkan guru mereka.

Ouyang Feng sudah menebak niat mereka dengan tepat, ia mengangkat kakinya di atas kepala Hong Qigong dan berteriak keras, “Kalian berdua dengar! Kalau kalian menggoyangkan rakit sekali lagi, aku akan langsung menendang!”

Huang Rong mengerti bahwa rencana pertamanya telah digagalkan, jadi ia melanjutkan dengan rencana keduanya, ia menarik napas dalam-dalam, terjun ke bawah rakit dan mulai memotong tali dengan belatinya. Ia tahu mereka tidak terlalu jauh dari daratan, setelah menenggelamkan Ouyang Feng dan keponakannya, ia berpikir mereka bisa menaiki kayu gelondongan dan sampai ke pantai tanpa terlalu banyak kesulitan.

“Krekk, kreekk…!” rakit kayu pecah menjadi dua bagian. Ouyang Ke di bagian kiri, sedangkan Ouyang Feng dan Hong Qigong di bagian kanan. Dalam hati Ouyang Feng merasa cemas, ia dengan cepat mengulurkan tangannya untuk meraih keponakannya, lalu ia membungkuk melihat ke dalam air, siap menyerang Huang Rong jika ia memotong tali lagi.

Dari bawah air, Huang Rong dapat melihat bayangan Ouyang Feng dengan jelas. Mengetahui serangan berikutnya akan sangat ganas, ia tidak berani memotong tali lagi. Kedua belah pihak menemui jalan buntu untuk waktu yang lama. Huang Rong berenang beberapa zhang menjauh, menarik napas dalam-dalam lagi, lalu menyelam kembali ke bawah, menunggu kesempatan untuk melancarkan serangannya.

Dengan perhatian terkonsentrasi, kedua belah pihak menunggu kesempatan. Untuk sesaat bagian laut di sekitar mereka menjadi sangat tenang, matahari bersinar terang di atas kepala mereka. Lautan tampak begitu damai, tetapi di atas setengah rakit ini, dengan satu di atas dan satu di bawah, ada niat yang sangat maut.

Huang Rong berpikir, “Kalau setengah rakit ini dipotong menjadi dua, ombak pasti akan membalikkannya.” Sementara Ouyang Feng berpikir, “Begitu dia mengangkat kepala, aku akan menampar airnya. Getarannya seharusnya cukup untuk membuyarkan otaknya. Setelah gadis kecil ini tersingkir, bangsat kecil bermarga Guo itu seharusnya bukan masalah bagiku.” Kedua orang itu menunggu tanpa berkedip, keduanya ingin menyerang.

Tiba-tiba Ouyang Ke menunjuk ke kiri dan berseru, “Kalap… kapal!”

Hong Qigong dan Guo Jing menoleh dan melihat sebuah kapal besar dengan kepala naga dan layarnya terangkat penuh, kapal itu bergerak mendekat, menunggang angin dan memecah ombak. Sesaat kemudian Ouyang Ke melihat seseorang berdiri di haluan, ia bertubuh besar dan mengenakan kasaya merah dan tampak seperti Biksu Lingzi. Saat perahu semakin dekat, ia bisa melihat dengan lebih jelas, itu memang Biksu Lingzi. Ia segera memberi tahu pamannya.

Ouyang Feng memusatkan tenaganya di Dan Tian, dan dengan lantang berseru, “Teman-teman, kesini, ayo cepat!”

Di bawah air, Huang Rong tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi Guo Jing tahu mereka dalam masalah yang lebih besar. Ia berenang di bawah air dan menarik lengan Huang Rong, memberi isyarat padanya bahwa lebih banyak musuh akan datang. Huang Rong tidak begitu jelas tentang maksudnya, tetapi ia sadar ada sesuatu yang tidak beres. Ia memberi isyarat kembali ke Guo Jing untuk memblokir telapak tangan Ouyang Feng saat ia memutuskan talinya.

Guo Jing tahu keahliannya sendiri lebih rendah dari musuhnya kalau soal pukulan jarak jauh, tapi sekarang ia berada di bawah air, dan musuh di atas, perbedaannya menjadi berkurang. Ia tahu memblokir telapak tangan Ouyang Feng berarti membahayakan nyawanya sendiri, tetapi itu adalah saat yang kritis dan ia tidak punya alternatif lain. Oleh karena itu ia mengerahkan seluruh kekuatannya ke telapak tangannya, dan tiba-tiba menyapu ke atas.

“Uh!” Ouyang Feng mendengus saat telapak tangannya menyentuh air, sementara telapak tangan Guo Jing muncul dari bawah. Dua kekuatan bertabrakan di permukaan laut, menciptakan percikan besar. Rakit terangkat beberapa kaki ke atas dan, ‘brak, brakk!’, setengah rakit pecah menjadi dua bagian, sepertinya Huang Rong berhasil memotong tali tepat pada waktunya.

Sementara itu kapal besar itu hanya berjarak beberapa lusin zhang dari rakit. Setelah memotong talinya, Huang Rong langsung menyelam lebih dalam ke bawah air. Ia bermaksud muncul mendadak untuk menikam Ouyang Feng, ketika melihat Guo Jing tidak bergerak dan perlahan tenggelam. Ia terkejut, dengan cepat berenang mendekat dan meraih lengannya. Ia berenang menjauh beberapa zhang sebelum muncul ke permukaan. Mata Guo Jing tertutup rapat, wajahnya biru dan bibirnya tidak berwarna, ia tidak sadarkan diri.

Kapal besar menurunkan sekoci dengan beberapa pelaut menarik dayung, mereka membawa Ouyang Feng, keponakannya, serta Hong Qigong. Huang Rong memanggil tiga kali, “Jing Gege!” tapi Guo Jing tidak bangun. Ia berpikir bahwa meskipun kapalnya penuh dengan musuh, mereka tak punya pilihan lain, ia memegangi kepala Guo Jing dan berenang menuju perahu kecil itu.

Para pelaut menarik Guo Jing ke atas kapal dan mengulurkan tangan mereka untuk menariknya masuk. Tangan kiri Huang Rong menekan tepi perahu dan ia melompat dari air seperti ikan terbang, ke dalam perahu, menakuti para pelaut.

Ketika telapak tangannya bertabrakan dengan Ouyang Feng, Guo Jing merasakan kekuatan yang luar biasa menembus tubuhnya dan ia langsung pingsan. Ia terbangun dan tahu bahwa sedang bersandar di dada Huang Rong, menyadari bahwa mereka berada di atas sekoci. Ia memusatkan pernapasannya dan menemukan bahwa ia tidak mengalami luka dalam. Ia mengangkat alisnya dan tersenyum kepada Huang Rong.

Huang Rong membalas senyumnya, kecemasan dan ketakutannya hilang dalam sekejap. Ia akhirnya ounya kesempatan untuk melihat jenis kapal apa yang datang untuk menyelamatkan mereka. Begitu melihat ke atas, ia mengeluh dalam hati, ia melihat tujuh atau delapan pria, tinggi dan pendek, sedang berdiri di haluan. Mereka adalah para pesilat yang sama dengan beberapa bulan sebelumnya di Istana Zhao, di Yanjing. Yang pendek dan gemuk dengan mata cerah adalah Qian Shou Ren Tu Peng Lianhu, yang botak dengan kepala berkilau adalah Gui Men Long Wang Sha Tongtian. Orang yang punya tiga bisul di kepalanya mencuat seperti tanduk adalah San Tou Jiao Hou Tonghai, sedangkan yang berwajah kemerahan dan berambut putih adalah Can Xian Lao Guai Liang Ziweng. Dan terakhir, yang memakai kasaya merah sudah jelas adalah biksu Tibet Da Shou Yin Lingzhi Shangren. Ada beberapa orang lain yang ia tidak kenal. Ia berpikir, “Kungfu Jing Gege dan aku sendiri baru-baru ini meningkat di luar dugaan. Kalau harus bertarung melawan Peng Lianhu dan yang lainnya satu lawan satu, aku mungkin tidak akan menang, tapi Jing Gege pasti akan menang. Tapi Racun Tua berdiri di dekatnya, ditambah orang-orang lain ini. Akan sangat sulit bagi kita untuk menghindari bahaya hari ini.”

Orang-orang di kapal besar terkejut mendengar teriakan Ouyang Feng dari atas rakit. Sekarang setelah mereka melihat Guo Jing dan yang lainnya, mereka semakin terkejut. Ouyang Feng menggendong keponakannya, Guo Jing dan Huang Rong membawa Hong Qigong, lima orang dalam dua kelompok melompat satu demi satu dari perahu kecil ke kapal besar.

Segera seorang pria keluar dari kabin untuk menyambut mereka, ia mengenakan jubah bersulam dengan warna cerah. Begitu melihat Guo Jing, keduanya tertegun. Pria itu berjanggut rapi di dagunya, berwajah tampan, tidak lain adalah Pangeran Keenam Jin Agung, Wanyan Honglie.

Setelah melarikan diri dari aula leluhur keluarga Liu di Baoying, Wanyan Honglie takut Guo Jing akan mengejarnya ke utara, ia tidak berani pulang. Ia bertemu dengan Peng Lianhu, Sha Tongtian dan yang lainnya, lalu memutuskan untuk pergi ke selatan dan mencuri buku yang ditinggalkan oleh Yue Wumu (Jendral Yue Fei). Saat ini tentara Mongolia telah mengirimkan ekspedisi militer besar-besaran melawan Jin, ibu kota Yanjing telah dikepung selama beberapa bulan dan enam belas prefektur yang mengelilinginya telah jatuh ke tangan Mongolia. Seiring berjalannya waktu, situasi Kekaisaran Jin menjadi semakin kritis. Wanyan Honglie sangat menguatirkan nasib negaranya, ia telah melihat dengan matanya sendiri bahwa orang-orang Mongolia sangat cepat dan garang. Meskipun pasukan Jin sepuluh kali lebih banyak jumlahnya, setiap kali mereka bertemu, Jin kalah. Wanyan Honglie dengan susah payah merenungkan semua ide untuk membangun kembali cita-cita luhur negaranya, dan sampai pada kesimpulan bahwa yang dibutuhkannya saat itu adalah Buku Wumu warisan Jendral Yue Fei. Ia berpikir bahwa jika buku tentang strategi militer ini dimilikinya, ia akan mampu membangun pasukan ilahi dan tak terkalahkan seperti pasukan Yue Fei sendiri. Meskipun tentara Mongolia kuat, mereka akan melarikan diri saat melihat pasukannya.

Ia saat ini memimpin ekspedisi ini ke selatan, mencoba melacak keberadaan warisan tersebut, tapi ia takut Song Selatan akan mengendus niatnya dan waspada terhadap penyusup. Ia memutuskan untuk pergi melalui laut, berharap tidak ada yang tahu rencana perjalanannya dan ia bisa mendarat di pantai Zhejiang tanpa terdeteksi, lalu diam-diam memasuki Lin’an untuk mencuri buku itu.

Sebelum berangkat ia mencari Ouyang Ke, tahu bahwa orang itu adalah seorang ahli silat dan akan menjadi pendamping yang sangat berguna. Setelah lama tidak mendengar kabar tentangnya, ia lalu memutuskan untuk pergi tanpa menunggu lagi. Sekarang mereka tiba-tiba bertemu secara tidak sengaja di laut, dan tidak hanya Ouyang Ke, tetapi juga Guo Jing. Ia tidak bisa tidak merasa cemas, takut misi rahasianya sudah bocor.

Melihat musuh yang telah membunuh ayahnya, Guo Jing sangat marah, ia tidak peduli sedang dikelilingi oleh musuh yang kuat dan ia memandang Wanyan Honglie dengan tatapan yang menyala-nyala.

Saat itu orang lain keluar dari kabin, tetapi ketika baru setengah langkah melewati pintu ia segera masuk kembali. Mata tajam Huang Rong melihat bahwa pria itu mirip Yang Kang.

Sementara itu Ouyang Ke memperkenalkan pamannya kepada sang pangeran, “Paman, ini adalah Pangeran Keenam dari Jin Agung yang sangat menghargai orang-orang berilmu tinggi.” Ouyang Feng merangkapkan tangan di depan dadanya.

Wanyan Honglie tidak tahu bahwa Ouyang Feng adalah nama yang sangat besar di dunia persilatan. Ia melihat Ouyang Feng punya ekspresi arogan, tapi demi Ouyang Ke ia membalas sikap hormat itu dengan sebaik-baiknya.

Ketika Peng Lianhu, Sha Tongtian dan yang lainnya mendengar nama Ouyang Feng, mereka membungkuk dan mengucapkan pujian mereka, “Ouyang Xiansheng sudah lama dikenal sebagai pendekar besar di dunia persilatan, hari ini kami beruntung akhirnya bertemu denganmu.” Ouyang Feng sedikit membungkuk, mengembalikan rasa hormat mereka dengan setengah hati.

Da Shou Yin, Lingzhi Shangren berasal dari Tibet, dan tidak tahu apa-apa tentang nama besar Racun Barat, ia hanya menyatukan kedua telapak tangannya tanpa mengatakan apa-apa.

Wanyan Honglie tahu bahwa Sha Tongtian dan yang lainnya adalah orang-orang yang sombong, dan mereka selalu memandang rendah orang lain, tetapi ia melihat bahwa mereka sangat menghormati Ouyang Feng, hampir sampai ketakutan dan menumpuk kata-kata sanjungan kepadanya. Ekspresi mereka terlihat sangat tidak biasa. Wanyan Honglie menyadari bahwa orang yang bengkak air dengan rambut acak-acakan dan kaki telanjang ini bukanlah orang biasa. Ia segera memperlakukan Ouyang Feng dengan hormat dan mengucapkan beberapa kata sopan.

Di antara orang-orang ini, hanya Liang Ziweng yang memiliki perasaan berbeda. Karena Guo Jing telah meminum darah berharga dari ular beludaknya, dan sekarang setelah mereka bertemu lagi, bagaimana mungkin ia tidak marah? Tapi ia juga memperhatikan bahwa orang yang paling ditakutinya, Hong Qigong, ada bersama Guo Jing. Meskipun ia sangat marah, ia berhasil menjaga air mukanya, dan tetap tersenyum. Ia maju dan membungkuk dengan hormat, “Xiaode Liang Ziweng menyapa Hong Bangzhu, dan berharap Qianbei baik-baik saja.”

Ucapannya mengejutkan semua orang. Meskipun mereka semua sudah lama mendengar reputasi Racun Barat dan Pengemis Utara, mereka belum pernah bertemu secara langsung. Siapa yang mengira bahwa dua nama terbesar di dunia seni bela diri itu akan benar-benar muncul pada saat yang bersamaan? Mereka akan bergegas maju, dan memberi hormat ketika Hong Qigong tertawa keras dan berkata, “Pengemis Tua mengalami nasib buruk, seekor anjing ganas menggigitku meninggalkan aku setengah mati dan setengah hidup, untuk apa kau memberi hormat? Akan lebih baik kalau kau membawakan aku sesuatu untuk dimakan.”

Semua orang terkejut dan mereka berpikir, “Hong Qigong ini terbaring tak bergerak karena terluka parah… kita tidak perlu takut.” Mereka memandang Ouyang Feng, menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukannya.

Sebelumnya, Ouyang Feng telah menyusun rencana tentang bagaimana menyingkirkan ketiga orang ini, Hong Qigong harus disingkirkan terlebih dahulu, supaya kelakuannya yang tidak terhormat tidak diketahui publik, selanjutnya ia akan memaksa Guo Jing untuk menjelaskan kalimat-kalimat sulit dari kitab itu, dan kemudian ia akan membunuhnya. Sedangkan Huang Rong, meskipun keponakannya mencintainya, jika ia membiarkan bocah itu hidup, ia akan menyebabkan bencana besar di masa depan. Namun jika ia secara pribadi membunuhnya, Huang Yaoshi tidak akan membiarkannya memiliki kedamaian sesaat pun. Oleh karena itu ia memutuskan untuk menggunakan tangan orang lain untuk membunuhnya, dan dengan demikian mengalihkan kesalahan dari pundaknya. Karena ketiganya berada di atas perahu, ia tidak takut mereka akan terbang dan melarikan diri. Ia melangkah maju dan berkata kepada Wanyan Honglie, “Ketiga orang ini sangat licik dan mereka juga ahli kungfu. Aku mohon kepada Pangeran untuk menugaskan beberapa orang untuk menjaga mereka dengan baik.”

Liang Ziweng sangat senang, dia berputar ke kiri dan melewati Sha Tongtian untuk meraih tangan Guo Jing. Guo Jing memutar pergelangan tangannya dan menepuk bahu Liang Ziweng. Ia menggunakan Jian Long Zai Tian, gerakan yang cepat dan berat, meskipun kungfu Liang Ziweng tinggi, ia terpaksa mundur mendadak dua langkah.

Peng Lianhu dan Liang Ziweng terus bersaing untuk merebut hati Wanyan Honglie. Mereka selalu berusaha saling mengalahkan, dan apa yang mereka tunjukkan di luar berbeda dari apa yang mereka rasakan di dalam hati. Melihat Liang Ziweng tersandung, Peng Lianhu dalam hati sangat senang. Ia melangkah lebih dekat ke Hong Qigong dan yang lainnya, tapi ia menunggu Liang Ziweng jatuh sebelum mengambil tindakan apapun.

Ketika Liang Ziweng menyelinap melewati Sha Tongtian untuk menarik Guo Jing pergi, ia bersiap untuk jurus tunggal Guo Jing, Kang Long You Hui, ia tahu bahwa ia tidak akan bisa menghadapinya secara langsung, karena itu serangan dari samping. Sama sekali ia tidak mengira bahwa dalam waktu kurang dari sebulan, Kang Long You Hui bukan satu-satunya jurus yang diketahui Guo Jing. Karena Guo Jing tidak mengejar, ia melompat dan menyerang dengan tinjunya, meluncurkan hasil latihan yang berharga seumur hidupnya, jurus Liao Dong Ye Hu Quan Fa, bertekad untuk mengambil nyawa Guo Jing, baik karena mempermalukannya barusan dan juga karena membunuh ularnya yang berharga.

Suatu kali Liang Ziweng pergi mengumpulkan ginseng di Gunung Changbai8, ia melihat seekor anjing berkelahi dengan rubah liar di salju. Rubah itu sangat licik, ia melompat kesana-kemari dengan sangat cepat dan gesit. Meskipun cakar dan gigi anjing itu tajam, setelah bertarung lama ia belum juga meraih kemenangan. Liang Ziweng memperhatikan kemampuan rubah untuk melompat sangat tinggi dan ia tiba-tiba mendapat inspirasi. Ia meninggalkan niatnya untuk mengumpulkan ginseng dan memutuskan untuk tinggal di gubuk jerami di gunung bersalju, dengan susah payah merenungkan gerakan kungfu selama beberapa bulan. Sebagai hasilnya lahirlah Jurus Rubah Liar itu.

Teknik ini menggabungkan empat prinsip dasar, yaitu ling9, shan10, pu11, dan die12. Teknik ini sangat berguna dalam menghadapi musuh yang kuat. Pertama-tama, ia tidak memberi musuh kesempatan untuk menangkapnya karena mundur sangat cepat, dan ia bisa bergegas ke kiri dan melarikan diri ke kanan, lalu menyerang balik begitu ada kesempatan.

Sekarang ia tidak berani lagi meremehkan lawannya, dan segera meluncurkan serangan ini. Ia mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya untuk menyerang Guo Jing. Teknik tinju itu aneh, Guo Jing belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Ia berpikir, “Di dalam Tao Hua Shen Jian Zhang milik Rong’er ada banyak gerakan tipuan, dari lima serangan hanya satu yang nyata, atau terkadang satu dari delapan. Tapi sepertinya jurus kakek tua ini semuanya adalah serangan kosong. Aku ingin tahu teknik aneh macam apa ini?” Tetapi ia ingat nasihat Hong Qigong, bahwa terlepas dari teknik yang digunakan lawannya, yang perlu dilakukannya hanyalah tetap menggunakan Delapan Belas Jurus Penakluk Naga.

Setelah menyaksikan kedua pria itu bertarung sebentar, semua orang mulai menggelengkan kepala dalam diam sambil berpikir, “Si Tua Liang bisa dianggap sebagai ahli silat yang hebat, mengapa saat melawan bocah bau kencur ini dia terus bergerak dan tidak berani menyerang secara langsung?”

Beberapa langkah kemudian kekuatan telapak tangan Guo Jing mulai memaksanya mundur selangkah demi selangkah, sepertinya ia akan segera jatuh ke laut. Menyadari bahwa Ye Hu Quan Fa miliknya tidak banyak membantunya, Liang Ziweng berpikir untuk menggunakan teknik tinju yang berbeda, tetapi sudah terlambat. Telapak tangan Guo Jing mengepungnya, tidak memberinya kesempatan untuk melakukan serangan balik. Di tengah hembusan angin yang kencang terdengar suara Hong Qigong, “Serang bagian bawah!”

Guo Jing segera meluncurkan jurus Sang Naga Mengibaskan Ekor, dan lengan kirinya menyapunya. Liang Ziweng meraung keras dan jatuh dari pagar perahu.

Semua orang tercengang dan bergegas ke tepi untuk melihat, hanya untuk mendengar seseorang di laut tertawa terbahak-bahak. Tubuh Liang Ziweng tiba-tiba terbang kembali, dan dengan suara keras mendarat kembali di geladak, tak sadarkan diri.

Apa yang baru saja terjadi membingungkan semua orang di kapal. Mungkinkah ombak memantulkan tubuhnya kembali ke atas? Semua orang berkerumun di pagar perahu, melihat ke laut, dan melihat seorang lelaki tua berjanggut dan berambut putih bergerak kesana-kemari di permukaan laut dengan kecepatan yang luar biasa. Mereka menajamkan mata untuk melihat lebih jelas, ternyata orang itu sedang menunggangi seekor hiu besar dengan kecepatan yang tidak kalah dengan seseorang yang menunggang kuda di tanah kering.

Guo Jing sangat terkejut, dan dengan suara nyaring ia berteriak, “Kakak Zhou, aku di sini!” Penunggang hiu itu memang Lao Wantong, Zhou Botong.

Zhou Botong mendengar teriakan Guo Jing dan bersorak kegirangan, kemudian ia memukul kepala hiu di dekat mata kanannya, dan hiu itu segera berbelok ke kiri, mendekati sisi perahu.

“Apa itu Guo Xiongdi?” seru Zhou Botong. “Apa kabar? Ada paus di depan, aku mengejarnya sepanjang hari. Aku ingin terus mengejarnya. Sampai jumpa lagi!”

“Dage! Cepat ke sini!” seru Guo Jing dengan cemas. “Ada banyak orang jahat di sini yang ingin menggertak adikmu!”

Zhou Botong marah, “Begitukah?” Tangan kanannya memegang sesuatu di dalam mulut hiu, sementara tangan kirinya mencengkeram pagar perahu besar. Ia menyentak dengan keras, sehingga tubuhnya tiba-tiba terbang berikut hiu itu di atas kepala semua orang, dan mendarat di geladak. Ia berseru, “Siapa yang berani menggertak adikku?”

Hampir setiap orang di kapal memiliki pengetahuan luas tentang masalah Jianghu, tetapi lelaki tua berjanggut putih yang tiba-tiba muncul dengan cara yang paling aneh ini membuat semua orang terpana. Bahkan Hong Qigong dan Ouyang Feng tercengang.

Zhou Botong melihat Huang Rong, dan ia merasa heran. “Kenapa kau juga ada di sini?” Dia bertanya.

Huang Rong tersenyum, “Kenapa tidak?” jawabnya. “Kupikir kau akan muncul lagi hari ini, itu sebabnya aku di sini menunggumu. Cepat ajari aku cara menunggangi hiu.”

Zhou Botong tertawa, “Baik, aku akan mengajarimu.”

Huang Rong menjawab, “Pertama, kau harus membantu kami menyingkirkan orang-orang jahat ini, dan kemudian kau bisa mengajariku.”

Zhou Botong mengalihkan pandangannya ke orang-orang di geladak, lalu berkata kepada Ouyang Feng, “Aku tahu orang lain tidak akan berani bertindak begitu kejam, jadi ternyata itu kau.”

Ouyang Feng menjawab dengan dingin, “Seorang pria yang tidak menepati janjinya, selama masih hidup di dunia ini, akan menjadi bahan tertawaan semua pejuang dunia.”

“Benar sekali,” kata Zhou Botong. “Seorang pria sejati pasti tidak akan menimbulkan masalah. Tapi yang bicara benar dan yang kentut harus dibedakan dengan jelas, kalau tidak orang yang mendengar mungkin tidak tahu apakah suara itu berasal dari atas atau dari bawah. Aku memang mencarimu untuk membuat perhitungan lama, dan tidak ada yang lebih baik daripada melihatmu di sini. Pengemis Tua, kau adalah saksi kami, berdiri dan beri kami penilaianmu.”

Hong Qigong berbaring di geladak dan ia tersenyum sedikit. Huang Rong berkata, “Racun Tua hampir mati sembilan kali dan guruku cukup baik untuk menyelamatkannya setiap saat. Siapa sangka dia punya hati serigala dan paru-paru anjing, dan membalas kebaikan dengan kejahatan, dia melukai guruku dan menotok jalan darahnya.”

Sebenarnya, Hong Qigong hanya menyelamatkan nyawa Ouyang Feng tiga kali, tetapi Huang Rong sengaja membesar-besarkan tiga kali lipat. Ouyang Feng sudah tahu hal ini, tetapi tidak ingin berdebat, ia hanya menatapnya dengan mata menyala-nyala.

Zhou Botong membungkuk mencoba membuka totokan di jalan darah qu chi dan yong quan Hong Qigong dengan menggosoknya. “Lao Wantong, itu tidak ada gunanya,” kata Hong Qigong.

Ternyata totokan yang digunakan Ouyang Feng agak tidak biasa, selain Huang Yaoshi dan dirinya sendiri, tidak ada orang lain di dunia luas ini yang bisa membukanya. Ouyang Feng tertawa dengan arogan. “Lao Wantong, buka totokannya kalau bisa,” tantangnya.

Meskipun Huang Rong tidak dapat membuka totokan itu, ia akrab dengan ilmu tototak, ia mengatupkan bibirnya dan berkata, “Apa yang aneh sih soal itu? Ayahku bisa membebaskan totokan Tou Gu Daxue Fa ini tanpa banyak usaha.”

Mendengar Huang Rong menyebutkan nama ilmu totokannya dengan tepat, Ouyang Feng kagum akan pengetahuan gadis kecil ini yang dianggapnya sedalam jurang maut, bahkan mencakup teknik totokan. Namun ia tidak memperhatikannya, dan menoleh ke Zhou Botong sambil bertanya, “Kau kalah taruhan, mengapa kau bicara seperti kentut?”

Zhou Botong menutupi hidungnya dan berseru, “Kentut? Busuk, bau busuk! tapi coba aku tanya, kita taruhan apa?”

“Semua orang di sini, kecuali bocah marga Guo dan gadis kecil ini, adalah pendekar yang terkenal. Aku akan menceritakan apa yang terjadi dan minta para pendekar ini untuk menjadi hakim kita,” jawab Ouyang Feng.

“Bagus, bagus,” kata Peng Lianhu. “Ouyang Xiansheng, tolong beritahu kami.”

“Orang ini adalah Zhou Botong dari Perguruan Quanzhen, yang dikenal di dunia Jianghu sebagai Lao Wantong. Dalam hal senioritas, dia memegang posisi yang sangat tinggi, Qiu Chuji, Wang Chuyi dan para pendekar Quanzhen lainnya adalah keponakannya.”

Selama belasan tahun terakhir ini, Zhou Botong telah ditahan di Pulau Bunga Persik, sebelum waktu itu kungfunya tidak jelas. Selain beberapa masalah nakal, ia tidak pernah mencapai apa pun yang layak disebut, jadi reputasinya tidak tersebar luas di dunia Jianghu. Tetapi semua orang pernah melihatnya mengendarai hiu, suatu prestasi yang tidak mudah dicapai oleh salah satu dari mereka. Karena ia adalah paman guru dari Tujuh Pendekar Quanzhen, tidak heran ia sehebat ini. Akibatnya semua orang saling bicara di antara mereka sendiri dengan suara rendah. Peng Lianhu ingat janji mereka pada Perayaan Pertengahan Musim Gugur13 bulan kedelapan di Jiaxing, jika Tujuh Pendekar Quanzhen punya sekutu seperti orang tua aneh ini, mereka tidak akan mudah untuk dihadapi. Ia jadi merasa sangat cemas.

Ouyang Feng melanjutkan, “Zhou Xiong terdampar di laut, di antara sekumpulan hiu, dan aku menyelamatkannya. Aku mengatakan jumlah hiu ini tidak banyak, dan tanpa terlalu banyak usaha aku bisa membunuh mereka semua. Zhou Xiong tidak mempercayai kata-kataku, jadi kami berdua bertaruh. Saudara Zhou, bukankah yang kukatakan benar?”

Zhou Botong mengangguk berulang kali, “Itu benar sekali. Tapi kau perlu menjelaskan kepada semua orang apa sebenarnya yang kita pertaruhkan,” katanya.

“Benar!” kata Ouyang Feng. “Aku mengatakan bahwa jika aku kalah, aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan. Jika aku tidak mau melakukannya, maka aku harus terjun ke laut dan menjadi makanan ikan. Kau mengatakan hal yang sama, apakah itu benar?”

Zhou Botong menganggukkan kepalanya lagi, “Benar, benar, itu benar sekali, lalu apa yang terjadi?”

“Apa maksudmu ‘apa yang terjadi’? Kau kalah!” kata Ouyang Feng.

Kali ini Zhou Botong menggelengkan kepalanya berulang kali, “Tidak benar, tidak benar!” katanya, “Kau yang kalah, bukan aku.”

Ouyang Feng marah, “Pria sejati bisa membedakan antara benar dan salah, bagaimana kau bisa menyangkal kata-katamu sendiri? Kalau aku kalah, kok kau rela terjun ke laut untuk bunuh diri?”

Zhou Botong menghela nafas, “Itu benar. Aku awalnya mengatakan bahwa keberuntungan Lao Wantong buruk jadi aku kalah, tapi siapa sangka Surga mengirimkan sesuatu yang bisa dianggap kebetulan. Baru pada saat itulah aku tahu bahwa Racun Tua justru kalah dan Lao Wantong benar-benar menang!”

Ouyang Feng, Hong Qigong, dan Huang Rong bertanya bersama, “Kebetulan apa?”

Zhou Botong membungkuk dengan tangan kirinya, meraih sebatang tongkat yang tertancap di dalam mulut hiu, mengangkat hiu itu dan berkata, “Aku bertemu hewan tungganganku ini. Racun Tua, lihatlah, keponakanmu yang hebat itu yang memasukkan tongkat ini ke dalam mulutnya, kan?”

Memang Ouyang Ke yang mengarang rencana jahat ini untuk memasukkan tongkat ke dalam mulut hiu, agar tidak bisa makan dan akhirnya mati kelaparan. Ouyang Feng melihat hal itu dengan matanya sendiri. Ia melihat seekor hiu besar dengan tongkat kayu di mulutnya, dan ia juga melihat luka yang disebabkan oleh kail di mulut hiu itu. Tanpa diragukan lagi, ini adalah hiu yang sama yang mereka kembalikan ke laut hari itu. “Terus?” katanya.

Zhou Botong bertepuk tangan dan tertawa, “Itu berarti kau kalah! Taruhan kita adalah kau akan membunuh semua hiu, tapi orang baik ini dianugerahi keberuntungan oleh keponakanmu. Hiu ini tidak bisa makan hiu yang mati, karena itu juga tidak bisa makan racunnya. Ini satu-satunya hiu yang masih hidup. Bagaimana kau bisa bilang Lao Wantong kalah? Ia tertawa terbahak-bahak. Wajah Ouyang Feng berubah, ia tidak bisa mengatakan apa-apa.

Guo Jing dengan senang hati bertanya, “Kakak, di mana kau beberapa hari ini? Aku sangat sedih memikirkanmu.”

Zhou Botong tertawa, “Aku bermain-main. Tidak lama setelah aku melompat ke laut, aku melihat sobat ini terengah-engah di permukaan dan sepertinya kesakitan. Kubilang, ‘Hiu, Hiu, sepertinya hari ini kau dan aku berbagi nasib yang sama!’ Lalu aku tiba-tiba melompat ke punggungnya. Dia mati-matian masuk ke dalam air dan aku harus menahan napas dengan kedua tangan memegang lehernya erat-erat dan kakiku kadang-kadang menendang perutnya. Dengan susah payah ia kembali ke permukaan. Tanpa memberiku kesempatan untuk mengambil dua teguk udara, sahabatku ini menyelam lagi ke bawah. Kami berdua bertarung selama setengah hari, sebelum akhirnya dia patuh dan mau menuruti perintahku. Aku ingin dia pergi ke timur dan dia pergi ke timur, aku ingin dia pergi ke utara dan dia tidak berani pergi ke selatan.” Saat berbicara ia dengan lembut menepuk kepala hiu itu, terlihat sangat senang.

Dari mereka yang hadir, hanya Huang Rong yang mengagumi dan iri kepadanya. Matanya bersinar dan ia bertanya, “Aku bermain di laut selama bertahun-tahun, kenapa aku tidak memikirkan tipuan seperti ini? Aku sangat bodoh!”

“Lihatlah mulutnya penuh gigi, semuanya setajam pisau,” kata Zhou Botong. “Kalau tidak ada tongkat di mulutnya, kau berani menungganginya?”

“Kamu menghabiskan beberapa hari terakhir dengan menunggangi punggung ikan ini?” tanya Huang Rong.

“Tentu saja,” jawab Zhou Botong, “Kami berdua sama-sama bisa menangkap ikan. Begitu kami melihat ikan, kami mengejarnya dan aku mengirimkan kepalan tangan atau telapak tangan untuk membunuhnya. Dari sepuluh ikan, aku hanya makan satu dan kawanku ini memakan sembilan.”

Huang Rong meraba perut hiu dan bertanya, “Kau membuang ikan mati ke dalam perutnya? Tidak perlu giginya untuk makan?”

“Dia pemakan yang baik,” jawab Zhou Botong, “Pernah kami berdua mengejar sotong yang sangat besar…”

Dua orang, satu tua, yang lain muda, sedang berdiskusi dengan bersemangat, sama sekali mengabaikan semua orang di kapal. Ouyang Feng mengeluh dalam hati, dan diam-diam memikirkan beberapa cara untuk menghadapi situasi ini. Zhou Botong tiba-tiba menoleh padanya dan berkata, “Hei, Racun Tua, kau mengaku kalah?”

Ouyang Feng adalah orang yang sebelumnya bicara, bagaimana dia bisa menelan kata-katanya sendiri di depan banyak orang ini? Ia berkewajiban untuk mengatakan, “Jadi bagaimana jika saya kalah? Kau pikir ada hal yang tidak bisa kulakukan?”

“Hmm,” kata Zhou Botong. “Aku pasti memikirkan hal yang sulit untuk kau lakukan. Baiklah, kau baru saja memaku aku dengan bilang kentut. Aku ingin kau segera kentut, dan membiarkan semua orang menciumnya.”

Mendengar Zhou Botong meminta Ouyang Feng untuk buang angin tanpa alasan sama sekali, Huang Rong merasa kesal. Menghembuskan angin sesuka hati tentu saja tidak mudah bagi kebanyakan orang, tetapi dengan tenaga dalamnya yang kuat, tidak sulit untuk mengedarkan pernapasan ke seluruh bagian tubuh, maka hal itu jadi sangat sepele untuk dilakukan. Ia takut pada kelicikan Ouyang Feng, pada tongkat ular berbisanya, dan takut ia akan mengambil kesempatan ini untuk mengumpulkan angin dengan ringan, lalu menyatukannya di belakangnya tanpa terlalu banyak kesulitan. Jadi ia buru-buru berkata, “Tidak bagus, tidak bagus! Pertama kau harus menyuruhnya membuka totokan Shifu, lalu kita bisa bicara lagi.”

“Lihat!” kata Zhou Botong. “Xiao Guniang ini juga takut dengan bau kentutmu. Baik, aku akan membebaskanmu kali ini. Lagipula aku tidak akan memintamu melakukan hal yang sulit, cepat merawat luka si Pengemis Tua. Keahlian Pengemis Tua tidak kalah dari keahlianmu, jika bukan karena kelicikanmu, tidak mungkin kau bisa melukainya. Setelah dia sembuh, kalian berdua bisa bertarung lagi. Pada saat itu biar Lao Wantong yang jadi wasitnya.”

Ouyang Feng tahu cedera Hong Qigong tidak bisa disembuhkan, jadi ia tidak takut akan pembalasan di masa depan. Tapi ia takut Zhou Botong akan mengajukan permintaan yang lebih sulit dan aneh. Di bawah pengawasan banyak orang ia merasa sangat canggung, ia tidak mau menurut, tapi ia terlalu bangga untuk tidak melakukannya. Tanpa berkata apa-apa ia membungkuk, mengerahkan kekuatan ke telapak tangannya dan membuka totokan di tubuh Hong Qigong. Huang Rong dan Guo Jing bergegas maju untuk membantu guru mereka berdiri.

Zhou Botong mengalihkan pandangannya ke orang lain di geladak, ia berkata, “Lao Wantong paling takut mencium bau kencing domba yang kalian makan. Cepat turunkan sekoci, dan kirimkan kami berempat ke darat.”

Sejak melihat pertarungan antara Zhou Botong dan Huang Yaoshi, Ouyang Feng tahu bahwa kungfu orang ini sangat aneh. Jika karena alasan apa pun mereka harus bertarung, ia yakin tidak akan kalah, tetapi mencetak kemenangan juga tidak dijamin. Ia memutuskan untuk menanggung hal apapun dengan sabar untuk saat ini. Ia ingin menunggu sampai ia menguasai Jiu Yin Zhen Jing, kemudian ia akan datang dan membuat perhitungan dengan Zhou Botong. Selain itu, ia punya alasan karena kalah taruhan tadi. Kalau semua itu sudah dibereskan, akan lebih baik untuk membuang urusan runyam ini sejauh mungkin, jadi ia mengambil keputusan dan berkata, “Baiklah, keberuntunganmu memang bagus! Karena kau menang taruhan, biar kuberikan segala yang kau inginkan.” Menoleh ke arah Wanyan Honglie, ia berkata, “Pangeran, tolong turunkan perahu untuk membawa keempat orang ini ke darat.”

Wanyan Honglie ragu-ragu sambil berpikir, “Takutnya begitu mereka sampai di darat, keempat orang ini akan membocorkan misi rahasiaku ke selatan.”

Selama ini Lingzhi Shangren mengawasi semuanya dengan tatapannya yang dingin. Sebelumnya ia telah melihat penampilan Ouyang Feng yang tidak terawat dan hatinya penuh dengan penghinaan. Ia berpikir bahwa ‘ayam setengah tenggelam dalam sup’ ini tidak berani menentang bahkan setengah kata dari apa pun yang disuruh Zhou Botong, sepertinya ia reputasinya hanya omong kosong. Kalaupun kungfunya bagus, ia belum tentu lebih baik dari orang-orang lain di kapal ini. Menyadari sedikit keraguan Wanyan Honglie, ia bergerak maju dua langkah dan berkata, “Jika kita berada di atas rakit, kita harus menuruti keinginan Ouyang Xiansheng, orang lain mana berani terlalu banyak bicara? Tapi kita berada di kapal ini, dan kita harus mendengarkan perintah Pangeran.”

Mendengarkan ini, hati semua orang tergerak dan mereka mengalihkan pandangan mereka kepada Ouyang Feng untuk melihat apa yang akan dilakukannya. Ouyang Feng dengan dingin memandang Lingzhi dari atas ke bawah, mengukurnya. Ia mengangkat wajahnya ke langit dan dengan masam berkata, “Apa Shangren dengan sengaja ingin mempersulit orang tua ini?”

Lingzhi Shangren menjawab, “Aku tidak berani. Biksu rendahan ini tinggal di pinggiran Tibet, tanpa teman dan bodoh. Hari ini adalah pertama kalinya aku mendengar nama Ouyang Xianshen yang terhormat. Aku tidak perlu berhubungan sama sekali dengan Xiansheng…”

Sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Ouyang Feng telah bergerak maju selangkah, tangan kirinya dengan cepat membuat gerakan tipuan, sementara tangan kanannya dengan mudah mencekal Lingzhi Shangren. Dengan hanya sedikit usaha, ia memegang biarawan itu secara terbalik. Semua itu terjadi begitu cepat, sehingga yang lainnya hanya melihat gerakan kasaya merah Lingzhi Shangren berkibar-kibar di udara. Tidak ada yang melihat dengan jelas teknik apa yang digunakan Ouyang Feng.

Lingzhi Shangren bertubuh lebih tinggi dari siapa pun di situ, tetapi Ouyang Feng dapat mencengkeram lehernya dengan mudah. Bahkan jika Ouyang Feng mengangkat tangannya ke atas kepalanya, ia belum tentu bisa mengangkat kaki Lingzhi dari geladak, tetapi ketika Ouyang Feng membalikkan tubuhnya, bagian atas kepala Lingzhi sebenarnya berada sekitar empat kaki di atas geladak.

Kaki Lingzhi Shangren menendang-nendang dengan liar di udara, dan mulutnya mengeluarkan kutukan menggebu-gebu. Semua orang telah melihat bagaimana Lingzhi Shangren melawan Wang Chuyi di Istana Zhao, mereka tahu kungfunya tidak sepele. Tapi sekarang ia dijungkirbalikkan oleh Ouyang Feng, dan ditahan di sana dengan lengannya mengayun lemah di samping kepalanya seolah-olah lengannya patah, dan ia tidak memiliki kekuatan untuk berjuang bebas.

Dengan mata masih melihat ke atas, Ouyang Feng berkata datar, “Hari ini adalah pertama kalinya kau mendengar namaku, karena itu, kau memandang rendah orang tua ini, kan?”

Lingzhi Shangren ketakutan, dan sekaligus marah. Ia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya beberapa kali, mencoba untuk membebaskan diri, tetapi tidak peduli apa yang dilakukannya, ia tidak bisa lolos. Peng Lianhu dan yang lainnya telah melihat apa yang terjadi, dan wajah mereka tampak keheranan.

Ouyang Feng melanjutkan, “Kau memandang rendah orang tua ini, tidak apa-apa. Tapi aku tidak ingin membungkuk sampai ke tingkatmu yang rendah di hadapan Pangeran Yang Terhormat. Jadi kau ingin menahan Lao Wantong, Zhou Daxia, dan Dewa Pengemis Sembilan Jari, Hong Daxia. Hei, menurutmu kau bisa mengandalkan kekuatan sihirmu untuk menandingi mereka? Kau tidak punya teman dan tidak cukup terpelajar, tidak heran kau tidak banyak pengetahuan dan juga sopan santun. Lao Wantong, ambil ini!”

Sekali lagi, tidak ada yang melihat gerakan tangan Ouyang Feng, ia hanya mengerahkan tenaganya ke telapak tangan, dan Lingzhi Shangren terbang seperti awan dari pelabuhan ke sisi kanan geladak. Begitu merasakan tenaga Ouyang Feng meninggalkan tubuhnya dan ia bebas, Lingzhi meregangkan tubuhnya seperti ikan mas yang mencoba membalikkan tubuhnya ke atas. Lalu ia tiba-tiba merasakan sakit yang tajam di lehernya, ia berteriak dan mengulurkan tangan kirinya untuk menyerang. Sekali lagi ia merasakan lengannya mati rasa dan menggantung tak berdaya di samping kepalanya. Sekali lagi tubuhnya tertahan di udara. Ternyata Zhou Botong mengikuti contoh Ouyang Feng dan mencengkeram lehernya.

Meskipun Wanyan Honglie memahami situasi genting Lingzhi, ia tahu tidak ada yang bisa menuduh Ouyang Feng tidak memberikan peringatan sebelumnya. Tak seorang pun di antara prajuritnya memiliki kemampuan untuk menghadapi Zhou Botong, meskipun ia hanya sendirian, maka ia buru-buru berkata, “Zhou Daxia, kau tidak perlu bermain-main lagi, Xiao Wang akan mengirim perahu untuk membawa kalian berempat ke darat.”

“Bagus sekali,” kata Zhou Botong. “Kau juga bisa mencoba mengambil ini!” Mengikuti teladan Ouyang Feng, ia mengerahkan tenaganya ke telapak tangan, dan mengirim Lingzhi Shangren terbang menuju Sang Pangeran.

Tentu saja Wanyan Honglie mengerti ilmu silat, tetapi keahliannya terbatas pada golok, tombak, busur, dan anak panah dari punggung kuda. Biksu terbang dari tangan Zhou Botong membawa tenaga yang sangat cepat dan kuat, bagaimana ia bisa menerimanya? Bahkan jika tidak mati, ia pasti akan terluka parah, jadi ia buru-buru melangkah ke samping untuk menghindarinya.

Sha Tongtian tahu Sang Pangeran dalam bahaya, dan langsung melangkah maju ke depan Wanyan Honglie, berusaha melindunginya. Ia melihat tubuh Lingzhi Shangren meluncur dengan cepat, dan jika ia memukul dengan telapak tangannya, ia mungkin akan melukai biksu itu. Mengikuti contoh Ouyang Feng dan Zhou Botong sebelumnya, ia ingin mencengkeram leher biksu itu, membalikkannya ke atas, dan kemudian membaringkannya dengan lembut. Tetapi ia melupakan satu detail penting, ilmunya jauh di bawah kedua orang itu. Ia telah melihat Ouyang Feng dan Zhou Botong, tampaknya tanpa usaha, meraih dan melempar tubuh berat Lingzhi Shangren. Oleh karena itu ia melompat untuk mencegat Lingzhi, merentangkan tangannya untuk mencengkeram lehernya. Saat ia menyentuh leher Lingzhi Shangren, tiba-tiba ia merasakan sensasi terbakar diikuti oleh gelombang tenaga kuat yang menyerang telapak dan pergelangan tangannya. Ia tahu jika ia tidak menahan serangan ini, pergelangan tangannya akan segera patah. Pada saat kritis ini ia dengan cepat menarik tangan kanannya, sementara tangan kirinya meluncurkan Po Jia Zhui.

Apa yang terjadi adalah ketika Lingzhi Shangren terlempar bolak-balik antara Ouyang Feng dan Zhou Botong, darahnya mengalir deras, kepalanya pusing sementara hatinya terbakar oleh amarah. Ia mendengar Zhou Botong memanggil orang lain untuk menerima tubuhnya, yang ia tahu adalah orang itu pasti musuh, jadi saat masih di udara ia sudah mengerahkan tenaganya dalam kemarahan. Segera setelah tangan Sha Tongtian menyentuh lehernya, Da Shou Yin milik Lingzhi Shangren menebasnya.

Dalam hal kekuatan, keduanya cukup setara, Sha Tongtian memiliki keuntungan berdiri tegak, tetapi Lingzhi Shangren telah mempersiapkan serangannya sebelumnya, dan dengan demikian membuatnya lengah. Dua kekuatan yang sama bertabrakan, Sha Tongtian terdorong mundur tiga langkah, tetapi Lingzhi Shangren, yang juga terguncang oleh benturan itu, jatuh tersungkur di geladak. Ia segera berdiri dan melihat bahwa orang yang dikira sedang menyerangnya ternyata adalah Sha Tongtian, ia berpikir, “Bahkan kau, bajingan tengik, juga ingin mengambil keuntungan dari aku!” Dengan raungan keras ia menerkam ke depan.

Peng Lianhu tahu ia salah memahami situasinya, dan buru-buru melangkah di antara dua orang itu sambil berseru, “Shangren, tolong jangan marah, Sha Xiong hanya berniat baik.”

Sementara itu perahu kecil telah diturunkan. Zhou Botong meraih tongkat di dalam mulut hiu, ia mengangkat dan melemparkan hiu besar itu ke laut sambil mengerahkan tenaganya, dan mematahkan tongkat itu menjadi dua bagian. Saat tercebur ke laut, hiu merasa tongkat di mulutnya telah patah dan sangat senang. Ia menyelam jauh ke dalam air untuk berburu ikan.

Huang Rong tersenyum, “Jing Gege, nanti kita berdua dan Kakak Zhou bisa naik hiu bersama, dan kita bisa berlomba.” Guo Jing tidak menjawab, tetapi Zhou Botong bertepuk tangan dan bersorak. Ia berkata, “Kita bisa minta Pengemis Tua menjadi wasit kita.”

Setelah melihat Zhou Botong dan yang lainnya pergi dengan perahu kecil, Wanyan Honglie mulai berpikir. Dengan kungfunya, Ouyang Feng akan memberikan bantuan yang berharga dalam rencananya untuk mencuri buku itu. Ia meraih tangan Lingzhi Shangren dan berjalan menuju Ouyang Feng. “Semua orang di sini adalah teman baik, dan aku harap Xiansheng tidak tersinggung. Aku yakin Shangren tidak serius. Aku berharap kalian berdua memberi muka kepada Xiao Wang dan menganggap semuanya sebagai lelucon,” katanya.

Ouyang Feng tersenyum dan mengulurkan tangannya. Sebaliknya Lingzhi Shangren masih kesal. Ia berpikir, “Kau hanya menggunakan teknik qin na dan membuatku lengah. Aku berlatih dengan susah payah selama puluhan tahun untuk mengembangkan Da Shou Yin, menurutmu aku lebih rendah darimu?” Kemudian ia juga mengulurkan tangannya sambil mengirimkan tenaga ke telapak tangannya dengan maksud mencengkeram keras telapak tangan Ouyang Feng. Saat ia hendak mengerahkan kekuatannya, ia tiba-tiba melompat menjauh. Ia merasa seolah-olah sedang menyentuh baja panas membara, dan tangannya sangat kesakitan sehingga ia buru-buru menariknya. Ouyang Feng tidak ingin melanjutkan masalah ini, jadi ia hanya tersenyum tipis. Lingzhi Shangren memeriksa tangannya, dan tidak melihat sesuatu yang aneh, ia berpikir, “Sialan, bajingan tua ini pasti punya semacam ilmu setan.”

Ouyang Feng memperhatikan Liang Ziweng masih terbaring di geladak, tidak bergerak. Ia datang untuk memeriksanya. Ouyang Feng tahu bahwa Liang Ziweng didorong ke laut oleh Guo Jing dan dicegat oleh Zhou Botong, yang menotok jalan darahnya dan melemparkannya kembali ke perahu. Ia membuka totokan Liang Ziweng, sejak itu Ouyang Feng menjadi pemimpin kelompok ahli silat ini.

Wanyan Honglie segera memesan perjamuan untuk menyambut Ouyang Feng dan keponakannya. Sambil meminum arak, Wanyan Honglie menjelaskan kepada Ouyang Feng rencananya untuk pergi ke Lin’an dan mencuri buku warisan Wumu, sekaligus meminta kesediaannya untuk membantu. Ouyang Feng sebenarnya telah mendengar tentang masalah ini dari keponakannya, tetapi kali ini hatinya tergerak. Tiba-tiba sebuah pikiran muncul di benaknya, “Menurutmu, orang seperti apa aku, Ouyang Feng ini? Masa aku harus tunduk di hadapanmu? Tapi kudengar tidak hanya kemampuan militer Yue Fei yang hebat, kungfunya juga luar biasa. Aku juga dengar kungfu Keluarga Yue telah hilang dari dunia persilatan. Barangkali dalam buku warisannya ada buku pedoman silat selain strategi kemiliteran. Aku akan setuju untuk membantunya mendapatkan buku itu, dan kalau aku mau… masa aku tidak bisa mendapatkannya?”

Ini persoalan “kau curang dan aku licik…” semua orang punya kepentingan sendiri. Wanyan Honglie dengan sepenuh hati ingin buku itu membantunya mengalahkan Kekaisaran Song. Ada pepatah mengatakan bahwa ‘Si Belalang menipu jangkrik, tanpa menyadari bahaya di belakangnya’14. Ouyang Feng punya ide berbeda di atas idenya. Oleh karena itu, sementara yang seorang menumpuk kata-kata sanjungan, mulut yang lain penuh dengan kepatuhan. Selain itu, Liang Ziweng melakukan yang terbaik untuk menjadi tuan rumah, dan meja perjamuan dipenuhi dengan arak. Para tamu dan tuan rumah bersenang-senang. Hanya Ouyang Ke yang masih kesakitan karena lukanya tidak minum apapun, hanya makan beberapa piring. Kemudian minta para pelayan membantunya ke kabin belakang untuk beristirahat.

Saat mereka makan dan minum dengan meriah, wajah Ouyang Feng tiba-tiba berubah. Cawan arak berhenti di mulutnya dan ia tidak minum. Semua orang terkejut, tidak ada yang tahu apa yang telah menyinggung perasaannya. Wanyan Honglie hendak bertanya ketika Ouyang Feng berkata, “Dengar!”

Semua orang memiringkan kepala untuk mendengarkan, tetapi selain angin dan ombak laut, mereka tidak mendengar apapun. Sesaat kemudian Ouyang Feng bertanya lagi, “Kalian sudah dengar sekarang? Itu suara seruling.” Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian, dan sekarang mereka bisa mendengar, di antara suara ombak suara samar seruling bambu, terkadang pecah, terkadang terus menerus. Tidak ada yang akan mendengarnya jika Ouyang Feng tidak menunjukkannya.

Ouyang Feng berjalan ke haluan, di sana ia mengeluarkan peluit panjang dan suaranya menyebar jauh. Sekarang semua orang telah tiba di haluan. Mereka melihat di kejauhan sebuah perahu ringan dengan tiga layar hijau, membelah ombak dan datang dengan cepat menuju ke arah mereka. Mereka heran dalam hati, “Ada suara seruling berasal dari perahu itu? Itu sangat jauh… bagaimana suaranya bisa sampai ke sini?”

Ouyang Feng memerintahkan para pelaut untuk memutar kemudi untuk mencegat perahu cepat itu. Dua kapal itu secara bertahap saling mendekat. Di haluan kapal cepat itu berdiri seorang laki-laki berjubah panjang berwarna hijau tua, dan di tangannya memang ada seruling. Ia memanggil dengan keras, “Feng Xiong, kau melihat putriku?”

“Putrimu punya temperamen keras, masa aku berani memprovokasi dia?” jawab Ouyang Feng.

Dua perahu terpisah beberapa zhang dan tidak ada yang melihat orang itu menggerakkan tubuhnya dan melompat, namun mereka melihat bayangan kabur, dan orang itu sudah berdiri di geladak kapal besar.

Saat Wanyan Honglie melihat keahliannya yang luar biasa dan keinginannya untuk merekrut prajurit muncul, ia melangkah maju untuk menyambut tamu itu, berkata, “Siapa nama Xiansheng? Aku sangat beruntung menerima kunjungan Xiansheng.” Mempertimbangkan posisinya yang tinggi sebagai Pangeran Jin Agung, ia jadi terlihat sangat rendah hati. Setelah melihat ia mengenakan kostum pejabat Jin, orang itu hanya memberinya tatapan kosong, tampaknya tidak memperhatikannya.

Melihat sang pangeran tidak mendapatkan perhatian yang pantas, Ouyang Feng berkata, “Yao Xiong, ijinkan aku memperkenalkan Pangeran Keenam dari Jin Agung, Pangeran Zhao.” Kepada Wanyan Honglie ia berkata, “Ini adalah Huang Daozhu dari Tao Hua Dao, kungfunya nomor satu di dunia, pengetahuannya tak tertandingi.”

Peng Lianhu dan yang lainnya sangat terkejut, sehingga mereka tanpa sadar mundur beberapa langkah. Mereka tahu sejak awal bahwa ayah Huang Rong adalah iblis yang sangat ganas, dan Sepasang Iblis Angin Hitam yang adalah murid murtadnya mampu mengguncang Jianghu dengan kekuatan mereka. Wajah orang-orang di dunia persilatan akan berubah warna setiap kali nama mereka disebutkan. Jika murid-muridnya saja sudah begitu dahsyatnya, apalagi guru mereka? Ia pasti muncul di sini untuk membuat masalah, pikir mereka. Semua orang ingat bahwa mereka telah menyinggung putrinya. Oleh karena itu, hati setiap orang dipenuhi rasa takut dan tidak ada yang berani bersuara.

Saat putrinya melarikan diri, Huang Yaoshi tahu ia pasti sedang mencari Guo Jing. Awalnya ia marah dan mengabaikannya. Namun beberapa hari kemudian ia menjadi kuatir, ia takut putrinya akan menemukan Guo Jing di kapal khusus yang dibuatnya, dan mereka akan tenggelam ke dasar laut bersama. Ia kuatir setengah mati untuk putrinya, jadi ia memutuskan untuk pergi ke laut dan mencarinya.

Mengetahui mereka kembali ke daratan, ia memutuskan untuk pergi ke arah barat. Tapi mencari perahu di laut yang tak terbatas benar-benar lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Meskipun Huang Yaoshi memiliki kecerdasan yang luar biasa, setelah mencari bolak-balik ia tidak menemukan jejaknya. Pada hari ini, didukung oleh tenaga dalamnya yang kuat, ia memainkan serulingnya di haluan perahunya, dengan harapan putrinya akan mendengar dan menanggapi. Tanpa diduga ternyata Ouyang Feng yang menganggapinya.

Huang Yaoshi, Peng Lianhu dan yang lainnya tidak saling mengenal. Mendengar Ouyang Feng mengatakan bahwa orang ini adalah Pangeran Kekaisaran Jin, ia tidak ingin tinggal lebih lama lagi, ia merangkapkan tangan di dadanya dan berkata kepada Ouyang Feng, “Aku harus melanjutkan perjalananku mencari putriku. Aku minta maaf karena tidak bisa menemanimu lebih lama.” Kemudian ia berbalik untuk pergi.

Lingzhi Shangren sebelumnya telah dibuat marah oleh Ouyang Feng dan Zhou Botong, dan sekarang orang lain yang sangat arogan dan tidak sopan telah bergabung. Ia mendengar apa yang dikatakan Ouyang Feng, tetapi ia berpikir, “Masa ada begitu banyak orang yang sangat hebat di dunia ini? Kemungkinan besar orang-orang ini punya beberapa macam ilmu sihir, dan menipu orang lain dengan kemampuan iblis mereka. Biarkan aku mencoba, dan mungkin aku bisa menipu dia juga.” Melihat Huang Yaoshi hendak pergi, ia berkata dengan suara nyaring, “Apakah kau mencari wanita muda berusia lima belas atau enam belas tahun?”

Huang Yaoshi berhenti dan berbalik dengan muka senang, “Ya, Dashi melihatnya?”

Lingzhi Shangren dengan dingin menjawab, “Aku memang melihat seorang wanita muda, tetapi yang kulihat adalah yang mati, bukan yang hidup.”

Hati Huang Yaoshi menjadi dingin, “Apa?” tanyanya cepat, suaranya bergetar.

Lingzhi menjawab, “Sekitar tiga hari yang lalu, aku melihat tubuh seorang gadis muda mengambang di permukaan laut. Dia mengenakan pakaian putih dan sebuah cincin emas di rambutnya, awalnya wajahnya pasti sangat cantik. Ah! Sayang sekali, sayang sekali! Sayang sekali tubuhnya bengkak oleh air laut.” Ia secara akurat menggambarkan pakaian dan perhiasan Huang Rong.

Pikiran Huang Yaoshi sangat kacau, tubuhnya bergetar dan wajahnya menjadi pucat. Sesaat kemudian ia bertanya, “Kau mengatakan hal yang sebenarnya?”

Semua orang dengan jelas melihat Huang Rong menaiki perahu kecil beberapa menit yang lalu, sekarang mereka mendengar Lingzhi menipu orang ini dan menikmati kemalangan orang lain. Bahkan saat mereka melihat wajah berduka Huang Yaoshi, tidak ada yang bersuara.

Lingzhi dengan dingin melanjutkan, “Di samping tubuh wanita muda itu, aku melihat tiga mayat lainnya, satu adalah seorang pemuda dengan alis tebal dan mata besar, yang lainnya adalah seorang pengemis tua dengan labu arak merah di punggungnya, dan yang terakhir adalah seorang lelaki tua berambut putih. Ia menggambarkan Guo Jing, Hong Qigong dan Zhou Botong.

Mencapai titik ini, keraguan Huang Yaoshi benar-benar hilang. Ia menyipitkan mata ke arah Ouyang Feng, berpikir, “Kau tahu tentang putriku, jadi mengapa kau tidak memberitahu aku lebih awal?”

Ouyang Feng memperhatikan tatapannya dan menyadari kesedihannya telah mencapai puncaknya, sehingga ia mulai punya niat membunuh. Meskipun ia sendiri tidak akan rugi apa-apa, kekuatan yang datang tidak akan mudah dilawan. Ia cepat-cepat berkata, “Aku baru naik kapal ini hari ini, dan ini pertama kalinya aku bertemu orang-orang ini. Waktu biksu ini melihat beberapa mayat mengambang, putrimu belum tentu ada di antara mereka.” Sambil mendesah, ia melanjutkan, “Putri kesayanganmu itu anak yang baik, sangat disesalkan kalau dia benar-benar meninggal di usia yang begitu muda. Kalau keponakanku tahu, dia akan mati karena patah hati.” Ucapan ini mengalihkan kesalahan dari pundaknya, tetapi jelas tidak menyinggung kedua belah pihak.

Setelah mendengarkan Ouyang Feng, Huang Yaoshi sangat terkejut, hatinya tenggelam dalam sekejap. Ia tipe orang yang suka melampiaskan amarahnya kepada orang lain, kalau tidak ketika Hei Feng Shuang Sha mencuri kitabnya, ia tentu tidak akan mematahkan kaki Lu Chengfeng dan murid-muridnya yang tidak bersalah, dan mengusir mereka dari pulaunya? Dadanya terasa sedingin es, tapi darahnya mendidih, seperti ketika istri tercintanya meninggal beberapa tahun lalu. Tangannya gemetar dan wajahnya berubah dari seputih salju menjadi merah tua secara bergantian.

Semua orang memandangnya dalam diam, dan hati mereka dipenuhi ketakutan yang tak terkatakan. Bahkan Ouyang Feng merasa cemas, ia diam-diam memusatkan tenaga dalamnya, seluruh tubuhnya waspada, siap untuk menerima serangan apa pun. Seluruh kapal sangat sunyi. Tiba-tiba Huang Yaoshi tertawa panjang, terdengar seperti raungan naga yang tidak pernah berakhir.

Perkembangan terbaru ini mengejutkan semua orang dan mereka terkejut. Mereka melihatnya menghadap ke langit, tertawa liar dan semakin keras. Tawanya membuat udara terasa dingin, mereka yang mendengarkannya merasa semakin sengsara. Lambat laun tawa itu berubah menjadi tangisan, tangisan yang sangat sedih. Orang-orang tidak tahan lagi, mereka merasa seperti berbagi kesedihannya dan akan meneteskan air mata juga.

Ouyang Feng adalah satu-satunya orang yang mengetahui temperamennya dengan baik, dan tahu bahwa ia biasa bernyanyi dan menangis tanpa alasan tertentu, maka ia tidak terpengaruh. Tetapi mendengarkannya menangis dengan sangat sedih, ia lalu berpikir, “Kalau dia terus menangis seperti ini, Huang Laoxie pasti akan melukai dirinya sendiri. Di hari-hari sebelumnya Ruan Ji berduka atas kematian ibunya dan dengan demikian memuntahkan banyak darah. Huang Laoxie bisa mengalami nasib yang sama seperti orang dari masa lalu. Sayang sitar besiku hilang saat kapalku tenggelam, kalau tidak aku bisa memainkannya dan membuat tangisannya lebih menarik. Orang ini memiliki karakter yang tidak biasa, begitu melepaskan emosinya yang tidak terkendali, kemungkinan besar dia akan menderita luka dalam yang serius. Pada saat pertandingan yang kedua di Hua Shan, aku pasti akan merindukan lawan yang layak dan tangguh seperti dia. Ah! Sungguh kerugian besar! Sayang sekali, sayang sekali!”

Setelah menangis sebentar, Huang Yaoshi mengangkat seruling gioknya dan memukul pagar perahu sambil bernyanyi, “Mengapa Tuhan membuat hidup seseorang begitu singkat? Mengapa ada yang meninggal ketika semua rambut di kepalanya memutih, sedangkan yang lain meninggal karena bencana atau melahirkan anak. Malapetaka sebelumnya belum juga berlalu, ketika musibah baru telah datang. Pagi baru saja merekah, tapi sore sudah datang, embun datang bersama fajar dan langsung menguap. Yang meninggal tidak bisa dikejar, emosi tiba-tiba gagal. Surga yang tinggi tidak punya anak tangga, kepada siapa aku harus mencurahkan keluhanku?”

Dengan suara ‘kreekk!’, seruling batu giok itu pecah menjadi dua. Tanpa menoleh, Huang Yaoshi berjalan ke haluan. Lingzhi Shangren berlari ke depan untuk menghalanginya dan dengan dingin berkata, “Kau menangis dan tertawa seperti orang gila, menurutmu apa yang kau lakukan?”

“Shangren, jangan…” seru Wanyan Honglie, tetapi sebelum ia selesai bicara, tangan kanan Huang Yaoshi terulur dan mencengkeram leher Lingzhi Shangren. Memutarnya di udara sampai kakinya menghadap ke atas, Huang Yaoshi melemparkannya ke bawah dan kepala botaknya yang gemuk menembus geladak hingga ke bahunya.

Tampaknya dalam kungfu yang dilatih Lingzhi, lehernya adalah titik terlemahnya. Begitu ia bergerak, seorang ahli silat yang hebat seperti Ouyang Feng, Zhou Botong dan Huang Yaoshi dapat segera melihat kelemahan ini, dan menyerang titik terlemahnya.

Huang Yaoshi terus bernyanyi, “Langit abadi, bumi tidak berubah, berapa lama manusia akan hidup? Masa lalu, masa depan, semuanya berlalu tanpa disadari, ada waktu untuk segala sesuatu.” Bayangan hijau gelap melintas, dan ia sudah pindah ke perahunya sendiri, memutar kemudi dan berlayar pergi.

Orang-orang di kapal akan menyelamatkan Lingzhi Shangren yang tetap tidak bergerak, mereka tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah mati. Kemudian tiba-tiba mereka mendengar suara mendengus, palka geladak terbuka dan keluarlah seorang pemuda. Ia tampan, dengan bibir merah dan gigi putih, dan wajah seperti giok mahkota, itu adalah putra Wanyan Honglie, Yang Kang, yang sebelumnya bernama Wanyan Kang.

Setelah berselisih dengan Mu Nianci, ia terus mengingat kata-kata Wanyan Honglie, ‘kekayaan dan kehormatan tak terbatas’, segera setelah menghubungi kantor pemerintah Jin di utara untuk mendapatkan informasi tentang dia. Tidak lama kemudian, ia menemukan ayahnya dan menemaninya ke selatan. Ketika Guo Jing dan Huang Rong naik, ia melihat mereka sekilas dan segera bersembunyi di dalam kabin, tidak berani keluar. Ia hanya mengintip melalui celah di pintu kabin dan dari sana ia dengan jelas melihat semua yang terjadi di geladak. Ketika orang-orang sedang makan dan minum, ia takut Ouyang Feng adalah kaki tangan Guo Jing. Ia bersembunyi di palka kapal dan menguping percakapan di meja perjamuan, mencoba mencari tahu niat sebenarnya dari Ouyang Feng. Hanya setelah Huang Yaoshi pergi, ia akhirnya menyimpulkankan bahwa ia tidak perlu kuatir, jadi ia membuka penutup palka dan keluar.

Jatuhnya Lingzhi Shangren benar-benar parah. Untungnya karena latihan kerasnya, kepalanya kuat. Ia membuat lubang di geladak, tapi kepalanya tidak terluka, dan ia juga hanya sedikit pusing. Ia menenangkan diri dan mendorong dengan kedua tangan di geladak untuk mengangkat tubuhnya dan berdiri.

Orang-orang melihat ke lubang bundar di geladak dan kemudian saling memandang dengan takjub. Mereka pikir itu lucu, tetapi merasa tidak pantas untuk tertawa, jadi mereka menjaga wajah mereka tetap lurus, tetapi terlihat sangat canggung.

Wanyan Honglie memecah kesunyian dengan berkata, “Kang’er, temui Ouyang Xiansheng.”

Yang Kang segera berlutut di depan Ouyang Feng, dan bersujud kepadanya empat kali. Ini adalah kehormatan yang sangat besar, mengejutkan semua orang. Di Istana Zhao, Yang Kang sangat mengagumi Lingzhi Shangren, tetapi hari ini ia telah melihat Ouyang Feng, Zhou Botong dan Huang Yaoshi, satu per satu mencengkeram lehernya dan melemparkannya bolak-balik seperti bayi. Baru pada saat itulah ia menyadari bahwa ada langit di atas langit, dan ada manusia di atas manusia lain. Ia mengingat nasib buruknya ketika disekap di Rumah Awan, di Danau Tai, saat ia takut dan kehilangan keberanian untuk melawan Guo Jing dan Huang Rong di aula leluhur Liu di Baoying… semua karena keahliannya lebih rendah dari yang lain. Sekarang ada seseorang dengan kungfu yang sangat tinggi di depannya, dan ia ingin menjadikannya sebagai gurunya. Setelah memberi hormat kepada Ouyang Feng, ia menoleh ke Wanyan Honglie dan berkata, “Ayah, putramu ingin mengangkat orang ini sebagai guru.”

Wanyan Honglie sangat senang, dengan cepat ia melangkah maju, dan membungkuk hormat pada Ouyang Feng sambil berkata, “Anakku suka belajar kungfu, hanya saja dia belum bertemu dengan guru yang cocok. Kalau Xiansheng tidak menolak permintaan ini, dan bersedia memberikan petunjuk, Xiao Wang dan putranya akan berterima kasih selamanya.”

Semua orang lain berpikir bahwa menjadi guru pangeran muda adalah keinginan mereka semua, tak terduga Ouyang Feng hanya membalas sapaan itu dan berkata, “Selalu ada aturan di perguruan Orang Tua ini, bahwa pengetahuan kami akan diberikan hanya kepada seorang murid, dan tidak kepada orang lain. Orang Tua ini sudah mengambil keponakanku sendiri sebagai murid. Aku tidak bisa mengambil yang lain. Untuk ini aku mohon maaf kepada Pangeran.”

Melihat bahwa Ouyang Feng tidak mengabulkan permintaannya, Wanyan Honglie tidak mempermasalahkannya. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan lebih banyak makanan dan arak. Yang Kang, di sisi lain, cukup kecewa.

Ouyang Feng tersenyum dan berkata, “Aku tidak layak menjadi guru pangeran muda, tetapi tidak akan sulit bagi Orang Tua ini untuk memberimu beberapa petunjuk tentang ilmu silat. Kita akan membicarakannya lagi nanti.”

Yang Kang telah melihat banyak selir Ouyang Ke, dan mereka menerima ajaran ilmu silat dari dia, tetapi karena mereka bukan muridnya, ilmu mereka bukan sesuatu yang luar biasa. Mendengar ucapan Ouyang Feng, ia sama sekali tidak antusias, tetapi mulutnya terpaksa mengucapkan beberapa kata terima kasih. Ia tidak menyadari bahwa kemampuan Ouyang Feng tidak dapat dibandingkan dengan keponakannya, menerima satu atau dua instruksi tentang ilmu silat dari seorang ahli sekaliber Ouyang Feng akan memberinya cukup bekal guna meningkatkan kekuatan dan prestasinya di antara para pendekar dunia persilatan.

Ouyang Feng memperhatikan ekspresinya dan menyadari niatnya untuk memberikan instruksi tidak diterima dengan baik, ia tidak pernah mengangkat masalah ini lagi.

Selama perjamuan mereka bicara tentang kesombongan dan kekasaran Huang Yaoshi, mereka memuji Lingzhi Shangren karena telah membodohinya dengan sangat baik. Hou Tonghai berkata, “Ilmu silat orang itu sangat tinggi, dan ternyata gadis tengik itu adalah putrinya, tidak heran caranya licik.” Sambil mengatakannya, ia mengalihkan perhatiannya ke kepala botak Lingzhi Shangren. Setelah menatap sebentar ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah leher gemuk Lingzhi, dan kemudian menggunakan tangan kanannya untuk mencengkeram lehernya sendiri. “Hei, hei,” ejeknya sambil bertanya, “Shige, teknik apa yang dipakai ketiga orang itu untuk mencekal?”

“Jangan omong kosong!” tegur Sha Tongtian.

Lingzhi Shangren tidak bisa menahan emosinya lagi, ia mengulurkan tangan kirinya untuk memegang tiga bisul di dahi Hou Tonghai. Hou Tonghai dengan cepat mengecilkan tubuhnya dan meluncur di bawah meja. Semua orang tertawa dan bersorak.

Hou Tonghai muncul kembali di kursinya dan berkata kepada Ouyang Feng, “Ouyang Xiansheng, kungfumu memang sangat tinggi! Bagaimana kalau kau mengajari aku cara memegang leher gemuk seseorang?” Ouyang Feng tersenyum tetapi tidak menjawab. Lingzhi Shangren memelototi Hou Tonghai.

Hou Tonghai menoleh dan bertanya lagi, “Shige, Huang Yaoshi menangis dan menyanyi, sebetulnya dia bilang apa?”

Sha Tongtian memelototinya, tidak tahu bagaimana menjawabnya. “Siapa yang peduli dengan ocehan orang gila?” katanya.

Yang Kang menjelaskan, “Dia menyanyikan sebuah syair yang ditulis oleh Cao Zijian dari periode Tiga Kerajaan15. Cao Zijian menyusun dua bait ratapan karena kematian putrinya. Dalam puisi itu dia mengatakan bagaimana beberapa orang hidup sampai rambut di kepala mereka benar-benar putih, sementara beberapa anak meninggal sebelum waktunya. Dia mempertanyakan mengapa Tuhan begitu tidak adil? Dia membenci kenyataan bahwa Surga begitu tinggi dan tanpa tangga, sehingga dia tidak bisa naik ke tahta Tuhan untuk meneriakkan keluhannya. Dia akhirnya mengatakan bahwa kesedihannya begitu dalam, sehingga hari dia akan mengikutinya ke kuburan tidak akan lama lagi.”

Para prajurit segera memberinya pujian, dan berkata, “Xiao Wangye benar-benar seorang sarjana dan berpendidikan tinggi. Kami orang-orang kasar, bagaimana kami bisa tahu?”

Hati Huang Yaoshi dipenuhi dengan kesedihan dan kemarahan. Ia mengarahkan jarinya ke langit dan memarahi Surga, mengutuk hantu dan menyalahkan dewa karena memperlakukannya dengan tidak adil, atas semua kesedihan dan nasibnya yang tidak adil. Ia mengarahkan perahunya menuju daratan. Begitu berada di darat, amarahnya berkobar lagi. Ia melihat ke langit dan berteriak, “Siapa yang membunuh Rong’er-ku? Siapa yang membunuh Rong’er-ku?”

Tiba-tiba sebuah pikiran muncul di benaknya, “Bocah bermarga Guo itu. Benar, itu pasti dia! Kalau bukan karena dia, mengapa Rong’er naik ke kapal itu? Tapi bocah itu mati di samping Rong’er, kepada siapa aku harus melampiaskan kemarahanku?”

Begitu ia memikirkan hal ini, ia teringat kepada guru Guo Jing, Jiangnan Qi Guai. “Keenam orang itu adalah yang paling bersalah karena membunuh Rong’er-ku! Kalau mereka tidak mengajari bocah Guo itu, bagaimana dia bisa bertemu dengan Rong’er? Aku tidak akan tenang sampai aku memotong tangan dan kaki mereka satu per satu.”

Saat amarahnya meningkat, kesedihannya agak berkurang. Ia tiba di sebuah kota kecil dan berhenti untuk makan, sambil masih memikirkan secara mendalam tentang bagaimana ia akan mengejar Enam Orang Aneh dari Jiangnan. “Kungfu mereka tidak tinggi, tapi reputasi mereka tidak rendah. Mungkin mereka punya sesuatu yang membedakan mereka di atas orang lain, atau mungkin mereka hanya menggunakan akal bulus. Kalau aku pergi ke kampung mereka dan bertanya, kemungkinan besar aku tidak akan menemukan mereka. Aku harus pergi di tengah malam dan masuk ke rumah mereka. Kemudian aku akan menghabisi mereka dan keluarga mereka, tua dan muda.” Kemudian ia melangkah lebar, berjalan ke utara menuju Jiaxing.

Footnotes

  1. Kong meng dong song, feng tong rong meng, chong qiong zhong nong, tong yong gong chong. sebetulnya semua itu adalah deretan kalimat nyaris tanpa makna, atau sama sekali sulit dicari artinya. Kemungkinan besar terjemahan itu tidak tepat.

  2. Kong Dong (空洞) berarti ‘Lubang kosong’. Ini adalah permainan kata dari Hong Qigong, ia memakai kata Tonh Nong Gu Long, yang seirama dengan apapun juga yang dikatakan Guo Jing.

  3. Za Zhong (杂种), kata-kata makian. Bisa diartikan ‘Jahanam’, ‘Keparat’, ‘Haram Jadah’, ‘Bajingan’, atau ‘Bangsat’.

  4. Pulau Penghancur Hantu = Ya Gui Dao (压鬼岛). Ya (压) bisa bermakna menangkap/menekan/menindas atau menimpa sampai hancur.

  5. Makan adalah Chi (吃), sedangkan ‘kencing’ atau air seni sebenarnya adalah ‘niao’ (尿), dan pulau tentunya adalah Dao (岛). Tetapi terjemahan bahasa Inggris oleh fans menyebutnya ‘chi sui dao’, yang gagal saya pahami, kecuali kalau karakter kedua adalah Shui (水), yang berarti ‘air’, tetapi ini tidak berarti air seni.

  6. Sekali lagi, terjemahan bahasa Inggris menyebutkan Ming Xia Dao, tetapi saya tidak menemukan karakter Xia yang sesuai untuk konteks ini, kecuali kalau yang dimaksud adalah Xiao (霄), yang bisa bermakna ‘langit/awan/Surga’. Dengan demikian Ming Xiao Dao 明霄岛, artinya adalah Pulau Langit Cerah.

  7. Yu Yue Yu Yuan (鱼跃鱼渊),

  8. Dataran tinggi yang terletak di propinsi yang menjadi asal suku Jurchen, yaitu Jilin.

  9. Ling (灵) = waspada atau ‘alert’.

  10. Shan (闪) = menghindar atau mengelak.

  11. Pu (扑) = menerkam.

  12. Die (跌) = jatuh.

  13. Zhong Jiu Jie (中秋节), atau lebih populer dengan sebutan Tiong Chiu Chue di Indonesia, adalah perayaan tradisional masyarakat Tionghoa, yang biasa ditandai dengan saling berbagi kue bulan (Tiong Chiu Pia).

  14. Tanglang Bu Chan Huang Que Zai Hou (螳螂捕蝉黄雀在后). Secara literal kira-kira adalah ‘Sang Belalang menangkap jangkrik, tetapi Si Burung Kepondang ada di belakangnya’. Huang Que (黄雀) adalah Burung Kepodang kuduk-hitam. Pepatah ini secara umum bermakna ‘Mengejar keuntungan tipis dan mengabaikan bahaya besar’.

  15. Cao Zhi (曹植) adalah putra kedua dari Cao Cao (曹操), dan adalah adik kandung Cao Pi (曹丕) yang akhirnya mendirikan Dinasti Wei untuk menggantikan Dinasti Han. Dalam masyarakat Tionghoa jaman dulu, seorang anak yang baru lahir akan diberikan sebuah nama, di samping nama keluarganya. Bagi Cao Zhi nama ini adalah Zhi (植). Di samping itu. setelah anak tersebut beranjak dewasa, ia akan diberikan sebuah nama panggilan lagi, yang akan disandangnya seumur hidup. Bagi Cao Zhi nama ini adalah Zijian (子建), sedangkan bagi Cao Pi adalah Zihuan (子桓). Cara Yang Kang menyebutkan namanya, Cao Zijian, memang bisa dibenarkan, meskipun dalam literatur maupun drama kita lebih sering membaca atau mendengar nama Cao Pi dan Cao Zhi. Beberapa drama memang menggambarkan cara Cao Cao memanggil anaknya dengan sebutan Zihuan dan Zijian setelah keduanya dewasa. Cao Zhi adalah anak Cao Cao yang mewarisi kepandaian Cao Cao di dalam sastra.