Bab 25
Penginapan Terpencil Di Desa
Ilustrasi | Narasi |
---|---|
Huang Yaoshi terdiam, berpikir tentang putrinya tetapi menyembunyikan kesedihannya. Lu Guanying dan Cheng Yaojia mencuri pandang ke Huang Yaoshi dan mereka saling pandang, merasa bahagia tetapi juga sedih. Muka dan telinga mereka memerah. |
Huang Yaoshi tertawa dan berkata, “Guanying dan nona ini tetap tinggal.” Lu Guanying sadar bahwa kakek gurunya itu sudah tiba sejak tadi, tetapi ketika melihat Huang Yaoshi memakai topeng, ia kuatir bahwa kakek gurunya tidak ingin identitasnya diketahui, karena itu ia juga tidak berani terang-terangan menyapanya. Ia lalu memutuskan untuk kowtow empat kali untuk menyapa Huang Yaoshi.
Ketika Yin Zhiping melihat betapa dahsyatnya kungfu Huang Yaoshi, ia tahu bahwa status orang ini sangat tinggi dan ia membungkuk hormat sambil berkata, “Murid Changchun Zi dari Perguruan Quanzhen, Yin Zhiping, memberi hormat kepada Qianbei.”
Huang Yaoshi mendengus, “Semua orang sudah pergi dan aku tidak menyuruhmu tetap tinggal. Kenapa kau masih ada di sini? Kau sudah bosan hidup?”
Yin Zhiping kaget. “Wanbei murid Changchun Zi dari Quanzhen. Wanbei bukan penjahat.”
Huang Yaoshi menjawab, “Lalu kenapa kalau kau dari Quanzhen?” Sambil bicara begitu ia merenggut pinggiran meja dan melepaskan salah satu papan kayu, lalu melontarkannya seolah tanpa tenaga ke arah Yin Zhiping. Yin Zhiping buru-buru menggunakan kebutannya untuk mengangkat sekumpulan debu guna mengangkisnya, tetapi serpihan kayu kecil itu seolah-olah terbuat dari logam dan ia merasa sebuah gelombang tenaga raksasa menerjang ke arahnya. Ia tidak mampu menahan tenaga serangan itu, maka baik potongan kayu maupun kebutannya menampar mukanya. Yin Zhiping merasakan sakit yang tajam, dan rasanya ada sebuah benda masuk ke mulutnya. Ia buru-buru meludahkan benda itu ke telapak tangannya sebelum menyadari bahwa benda itu adalah salah satu giginya sendiri, yang sekarang tergeletak di genggamannya yang berdarah. Ia terperanjat dan ketakutan, dan tidak berani bersuara.
Huang yaoshi melanjutkan dengan dingin, “Akulah yang bernama Huang Yaoshi, Hei Yaoshi. Apa yang ingin ditunjukkan Perguruan Quanzhen?” Mendengar kalimat ini, Yin Zhiping dan Cheng Yaojia sangat terkejut.
Lu Guanying juga gemetar dan berpikir sendiri, “Kakek guru pasti sudah mendengar perdebatanku dengan pendeta Tao muda ini. Kalau dia juga mendengar apa yang kukatakan kepada Pangeran Zhao, maka… maka… kurasa ayahku juga akan…” ia berkeringat dingin. Yin Zhiping mengusap mukanya sambil berkata, “Kau seorang senior di dunia persilatan, tapi kau bertingkah sadis. Keenam Orang Aneh dari Jiangnan adalah patriot, kenapa kau harus memojokkan mereka semua? Kalau guruku tidak menyebarkan berita, bukankah mereka semua pasti tewas di tanganmu?”
Huang yaoshi sangat marah, “Tidak heran aku tidak bisa menemukan mereka. Jadi rupanya sekelompok bajingan ikut menceburkan hidungnya ke dalam masalah ini ya?”
Yin Zhiping gusar dan berteriak, “Kalau kau ingin membunuhku, silakan saja. Aku tidak takut kepadamu!”
Huang Yaoshi menjawab dengan dingin, “Kau sudah puas mengomel di belakangku?”
YinZhiping sama sekali tidak memikirkan keselamatannya sendiri dan berteriak, “Kalau begitu aku juga ingin mengomel di depanmu. Kau iblis, kau keparat!”
Sejak Huang Yaoshi terkenal, tak seorangpun, entah baik atau jahat, berani bersikap kurang ajar di hadapannya. Ia belum pernah bertemu orang yang begitu terus terang dan kurang ajar seperti Yin Zhiping. Anak muda itu sudah melihat betapa kejam caranya menghadapi Hou Tonghai barusan, dan meskipun begitu is tetap tidak takut. Huang Yaoshi terkejut, dan berpikir bahwa si pendeta cilik ini punya nyali dan sangat berani, sama seperti dirinya ketika masih muda. Tak tertahankan lagi, Huang Yaoshi membandingkan Yin Zhiping dengan dirinya sendiri ketika masih muda, sementara ia melangkah maju dan berkata dengan nada dingin, “Kalau memang berani, coba kutuk beberapa kali lagi.”
Yin Zhiping berkata, “Aku sedikitpun tidak takut kepadamu, dan ya, aku memang ingin memakimu, iblis keparat!”
Lu Guanying diam-diam berpikir, “Waduh, pendeta cilik ini tidak bakal bisa lolos dari maut.” Ia berteriak keras, “Bangsat nekad! Kau berani memaki kakek guruku?” Sambil bicara, ia menghunus goloknya dan menyerang bahu Yin Zhiping. Lu Guanying sebenarnya sedang berusaha menolong Yin Zhiping. Ia yakin bahwa Huang Yaoshi tidak akan berbelas kasihan setelah mendengar makiannya. Kalau Huang Yaoshi sudah menyerang, sepuluh orang Yin Zhiping sekalipun tidak bakalan bisa lolos dari maut. Lu Guanying berharap bahwa jika ia melukai Yin Zhiping, amarah kakek gurunya karena salah satu alasan akan mereda, lalu akan memaafkan pendeta muda itu.
Yin Zhiping mundur dua langkah untuk menghindari serangan itu dan mengerutkan keningnya dengan marah sebelum berteriak, “Aku tidak mau hidup lagi setelah hari ini, jadi aku akan terus mamaki samppai puas.” Lu Guanying sudah bertekad untuk melukainya demi menyelamatkan nyawanya, maka dari itu ia menyerang lagi dengan goloknya. Pada saat yang sama, Cheng Yaojia menghunus pedangnya dan berseru, “Aku juga murid Quanzhen. Kalau mau membunuh, sekalian bunuh kami berdua!”
Yin Zhiping sama sekali tidak menduga hal ini dan berseru, “Bagus, Cheng Shimei!” Keduanya berdiri bahu-membahu dan menatap Huang Yaoshi lekat-lekat. Lu Guanying tidak bisa menyerang lagi.
Huang Yaoshi tertawa keras-keras. “Bagus, kalian punya nyali. Aku, Huang Yaoshi, memanglah Iblis Sesat, kau tidak keliru memaki. Gurumu adalah angkatan di bawahku, mana mungkin aku berkelahi melawan pendeta kecil begini. Jadi pergilah!” Ia tiba-tiba mengulurkan tangannya dan mencengkeram dada Yin Zhiping, lalu melemparkannya keluar. Yin Zhiping tidak bisa mengendalikan tubuhnya dan melayang keluar dari pintu. Ia mengira pasti akan jatuh dengan parah, dan tidak mengira ternyata kedua kakinya mendarat di tanah dengan aman, ia masih berdiri dengan normal. Huang Yaoshi pasti mengangkatnya dan mendaratkannya dengan lembut di atas tanah. Yin Zhiping bingung sesaat, lalu berpikir, “Nyaris saja!” Seberapa besarpun nyalinya, ia juga tidak berani kembali ke kedai dan memaki Huang Yaoshi lagi. Ia mengusap pipinya yang bengkak dan berbalik untuk pergi.
Cheng Yaojia menyimpan pedangnya kembali ke sarungnya, dan bersiap untuk pergi ketika Huang Yaoshi berkata, “Tunggu!”
Ia mengulurkan tangan untuk membuka topeng yang dipakainya dan bertanya, “Kau bersedia menjadi istrinya?” Ia menunjuk ke arah Lu Guanying. Cheng Yaojia terkesiap, tapi mukanya yang seputih salju pelan-pelan merona.
Huang Yaoshi berkata, “Kakak seperguruanmu memaki dengan benar, Aku memang seorang sesat yang aneh. Siapa yang tidak kenal Si Sesat Timur Huang Yaoshi, pemilik Pulau Persik? Yang paling dibenci Huang Yaoshi seumur hidup adalah peraturan dan perjanjian, terutama sekali tentang orang suci dan soal tradisi. Itu semuanya omong kosong untuk menipu orang bodoh. Sungguh lucu semua orang secara membabi-buta menuruti semua aturan dan perjanjian itu sampai entah berapa generasi! Aku, Huang Yaoshi, sama sekali tidak mempercayainya. Semua orang bilang aku sesat, hm! Setidaknya sesat lebih baik daripada orang-orang brengsek yang terus omong kosong tentang aturan, moral dan prinsip, tapi membawa kematian bagi banyak orang!” Cheng Yaojia terdiam, tetapi hatinya berdebar-debar tak keruan. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan orang ini kepadanya.
Tapi ia hanya mendengarnya berkata, “Katakan terus terang. Kau ingin menikahi cucu muridku? Aku suka orang yang terus terang dan berani. Pendeta cilik itu memaki di belakangku. Kalau dia tidak berani memakiku terang-terangan, dan berlutut untuk minta ampun, kau kira aku akan mengampuninya? Hm, kau berani menolongnya meskipun tahu itu berbahaya, itu menunjukkan karaktermu baik, dan sangat cocok dengan cucu muridku. Ayo cepat jawab!”
Cheng Yaojia dengan sepenuh hati bersedia, tapi ia bahkan tidak berani memberitahu orang tuanya sendiri, apalagi orang luar. Lagipula, Lu Guanying sedang berdiri di sisinya. Huang Yaoshi melihat mukanya yang putih merona seperti mawar, sementara Lu Guanying juga menundukkan kepala. Ia tiba-tiba teringat putrinya sendiri. Ia mendesah dan berkata, “Kalau kalian berdua saling mencintai, aku akan memberikan restu. Ah, bahkan orang tua juga tidak bisa memutuskan perkawinan anak-anak mereka sendiri.”
Ia tahu seandainya saja ia merestui perkawinan putrinya dan Guo Jing, maka putrinya tercinta tidak akan mati tenggelam di laut. Ia menaikkan suaranya, “Guanying, berhentilah menebak-nebak, kau ingin dia jadi istrimu atau tidak?”
Lu Guanying terkejut dan buru-buru menjawab, “Kakek guru, aku takut tidak cukup layak untuk…” Huang Yaoshi memotong kalimatnya, “Cukup layak! Kau cucu muridku, kau vahkan cukup layak untuk mengawini putri kaisar!”
Lu Guanying melihat keinginan Huang Yaoshi dan tahu kalau ia terus-terusan ragu, maka situasinya akan berbalik menjadi buruk. Ia buru-buru menjawab, “Cucu muridmu bersedia.” Huang Yaoshi tersenyum dan berkata, “Bagus. Bagaimana dengan Nona?”
Cheng Yaojia merasakan sensasi manis di dalam hatinya ketika mendengar jawaban Lu Guanying, dan ketika mendengar pertanyaan Huang Yaoshi, ia menundukkan kepala dan berkata pelan, “Aku perlu bantuan ayah untuk memutuskan.”
Huang Yaoshi menjawab, “Apa itu keputusan orang tua? Semuanya itu omong kosong yang tidak masuk akal, aku mau menjadi orang yang membuat keputusan ini! Kalau ayahmu tidak setuju, suruh dia datang dan berduel denganku!”
Cheng Yaojia tersenyum. “Ayah hanya tahu cara menghitung uang dan menulis kaligrafi, ia tidak bisa ilmu silat.” Huang Yaoshi berpikir sejenak, “Kalau begitu kita akan berlomba soal hitungan! Hm, bicara soal hitung-menghitung, siapa yang bisa mengungguli aku? Ayo cepat jawab, kau mau atau tidak?”
Cheng Yaojia tetap diam, dan Huang Yaoshi berkata, “Baiklah, kalau kau tidak mau, itu terserah kepadamu. Kita jaga keputusan kita, dan Huang Laoxie tidak pernah membiarkan orang menyesali keputusannya.” Cheng Yaojia mencuri pandang ke arah Lu Guanying, dan melihat bahwa air mukanya berubah menjadi cemas. Ia berpikir sendiri, “Ayah paling menyayangi aku. Kalau aku minta bibi untuk bicara degan ayah dan kau minta seseorang datang melamarku, maka ayah akan setuju. Kenapa kau harus kuatir?”
Huang Yaoshi berdiri dan berseru, “Guanying, ikuti aku mencari Enam Orang Aneh dari Jiangnan! Kalau kau sampai bicara dengan nona ini lagi, aku akan memotong lidah kalian berdua!”
Lu Guanying terperanjat, dan tahu bahwa kakek gurunya memang bisa berbuat seperti itu. Ia berjalan ke arah Cheng Yaojia dan merangkapkan kedua tangannya untuk memberi salam sebelum berkata, “Nona, kungfu Lu Guanying tidak bagus dan juga kurang berbakat maupun terpelajar. Aku hidup berkelana dan tidak cukup baik untukmu. Tapi kupikir sudah takdir bahwa kita bisa bertemu hari ini…”
Cheng Yaojia menjawab dengan lembut, “Gongzi tidak usah merendahkan diri. Aku… aku tidak…” dan ia diam lagi. Jantung Lu Guanying berdebar-debar dan ia berpikir untuk membuatnya hanya menjawab dengan mengangguk atau menggelengkan kepalanya. “Nona, kalau kau beranggapan aku tidak cukup layak mendampingimu, silakan menggelengkan kepala.” Setelah mengatakan hal ini, jantungnya berdebar lebih keras ketika menatap wajahnya yang cantik, kuatir ia akan menggelengkan kepala.
Setelah beberapa saat, Cheng Yaojia masih tetap diam dan bahkan tidak menggerakkan satu jaripun. Lu Guanying senang sekali, ia berkata, “Karena Nona bersedia menikahi aku, tolong angukkan kepalamu.” Tetapi Cheng Yaojia tidak bergerak. Lu Guanying jadi gelisah dan Huang Yaoshi berkata dengan tidak sabar, “Kau tidak menggeleng, tapi juga tidak mengangguk. Apa artinya itu?”
Cheng Yaojia berkata lembut, “Kalau aku tidak menggeleng, berarti… berarti… berarti aku mengangguk…” Kalimat ini digumamkan dengan sangat pelan, sehingga hanya Huang Yaoshi yang punya tenaga dalam tingkat tinggi mamppu mendengarnya. Kalau ini terjadi beberapa tahun sebelumnya, ia juga tidak akan bisa mendengarnya, kecuali hanya bibirnya yang bergerak sedikit.
Huang Yaoshi tertawa keras-keras. “Wang Chongyang dari dulu memang selalu jadi pahlawan dan pemberani. Siapa sangka muridnya bisa sangat cerewet dan plin-plan? Sungguh lucu. Baiklah, aku akan menikahkan kalian hari ini.” Pasangan itu sangat kaget dan menatap Huang Yaoshi tanpa bisa bicara. Huang Yaoshi melanjutkan, “Mana anak perempuan bodoh itu? Aku mau tanya siapa gurunya.” Ketika mereka bertiga sedang bicara, Sha Gu menghilang entah kemana.
Huang Yaoshi melanjutkan, “Sudahlah, tak usah buru-buru mencarinya sekarang. Guanying, kau akan menikahi Nona Cheng hari ini juga kalau begitu.” Lu Guanying menjawab, “Cucu muridmu sangat berterima kasih untuk kasih sayang kakek guru, tapi kalau menikah di sini, rasanya agak terlalu sembrono…” Huang Yaoshi mendengus, “Kau ini cucu muridku dan juga murid Pulau Bunga Persik, apa kau masih ingin menuruti segala aturan itu juga? Ayo, ayo, kalian berdiri berdampingan sekarang. Dan cepat, memberi hormat ke langit!” Nada bicaranya sangat tegas dan serius, dan mereka tidak berani membantah. Cheng Yaojia sudah sampai ke tahap ini dan tahu bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa selain meneruskan dengan ritual perkawinan bersama Lu Guanying. Huang Yaoshi meneruskan, “Membungkuk kepada bumi…! Membungkuk kepada kakek gurumu, ah…! Bagus, bagus! Berbahagialah kalian! Sekarang kalian saling memberi hormat!”
Huang Rong dan Guo Jing menyaksikan bagaimana Huang Yaoshi meresmikan perkawinan itu dan mereka sangat terkejut bercampur senang. Mereka merasa itu semua sangat lucu, sementara Huang Yaoshi melanjutkan, “Luar biasa! Guanying, cepat ambil lilin untuk merayakan malam pengantin kalian!” Lu Guanying terkejut dan berkata, “Kakek guru!” Huang Yaoshi menjawab, “Kenapa? Setelah menyelesaikan ritual, ini saatnya malam pengantin kalian, kan? Kau dan istrimu sama-sama pendekar, kalian tidak perlu segala tetek-bengek ruangan indah atau selimut indah, kan? Kenapa tidak boleh ada malam pengantin di kedai rusak ini?” Lu Guanying tidak berani membantah, tapi ia bersemangat dan sekaligus senang. Ia mengikuti petunjuk kakek gurunya dan pergi ke desa untuk mencari sepasang lilin merah, arak dan juga ayam, dan menyiapkan makanan bersama dengan Cheng Yaojia di dapur, sebelum menghidangkannya bagi kakek guru mereka.
Setekah itu Huang Yaoshi diam dan mengangkat kepalanya, memikirkan putrinya tetapi menyembunyikan kesedihannya. Huang Rong melihat air mukanya dan tahu bahwa ayahnya sedang memikirkan dirinya. Ia merasa sangat tidak enak dan ingin berteriak memanggilnya, tetapi ia takut begitu Huang Yaoshi melihatnya, ia akan dibawa pulang ke Pulau Bunga Persik. Kalaupun ia tidak membunuh Guo Jing, tetapi Guo Jing juga tidak akan bertahan hidup. Ketika memikirkan hal ini, ia menarik kembali tangannya dari pintu. Lu Guanying dan Cheng Yaojia mencuri pandang ke arah Huang Yaoshi dan saling pandang, sementara mereka sangat berbahagia tapi sekaligus juga merasa tidak enak. Muka dan telinga mereka merah padam dan mereka tidak berani bersuara. Ouyang Ke berbaring di antara helaian jerami dan kayu, sambil mendengarkan baik-baik. Meskipun lapar, ia sama sekali tidak berani bersuara.
Langit perlahan-lahan menjadi gelap. Hati Cheng Yaojia berdebar makin keras. Ia mendengar suara Huang Yaoshi bicara sendiri, “Kenapa anak bodoh itu masih juga belum pulang? Hm, sebaiknya kumpula pengkhianat itu tidak menimbulkan kesulitan.” Ia berpaling kepada Lu Guanying sambil berkata, “Malam ini adalah malam pengantin kalian, kenapa tidak menyalakan lilin?”
“Ya!” jawab Lu Guanying. Ia mengambil api dari obor dan menyalakan lilin. Di bawah cahaya lilin, ia melihat rambut Cheng Da Xiaojie di pelipisnya seperti kabut, pipinya seputih salju, mukanya tersipu dan memperlihatkan keterkejutan, sungguh sulit dijelaskan dengan kata-kata. Di luar pintu kawanan serangga bersuara ramai, hembusan angin malam sepoi-sepoi meniup daun pohon bambu, ia merasa seperti sedang bermimpi.
Huang Yaoshi mengambil bangku kayu dan menaruhnya di pintu, lalu ia berbaring di atasnya. Tak lama kemudian ia mendengkur halus, kelihatannya ia tertidur pulas. Lu Guanying dan Cheng Yaojia masih tetap tidak berani bergerak. Setelah agak lama, lilin merah itu terbakar habis, apinya pelan-pelan padam dan ruangan itu menjadi gelap.
Pasangan Lu Guanying dan Cheng Yaojia saling berbicara dengan suara rendah. Huang Rong memiringkan kepalanya berusaha mendengarkan, tetapi ia tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Tiba-tiba ia merasa tubuh Guo Jin gemetar, nafasnya memburu. Tampaknya aliran tenaga dalamnya sudah bercabang, maka Huang Rong jadi sibuk membantunya mengatasi kesulitan. Setelah pernafasannya kembali normal, Huang Rong kembali memperhatikan apa yang terjadi di ruang sebelah sekali lagi. Ia melihat cahaya bulan masuk melalu jendela rusak di luar. Lu Guanying dan Cheng Yaojia masih duduk bersebelahan di bangku. Ia mendengar Cheng Yaojia bicara dengan suara rendah, “Kau tahu ini hari apa?”
“Ini hari yang paling bahagia untuk kita,” jawab Lu Guanying.
“Itu tidak perlu diucapkan lagi,” kata Cheng Yaojia. “Hari ini adalah hari kedua pada bulan ketujuh, hari ulang tahun bibi ketigaku.”
Huang Rong berpikir, “Istrimu anggota sebuah keluarga besar di Baoying, bibi-bibinya dari pihak ibu, dari pihak ayah, belum lagi para keponakan laki-laki dan perempuan, hari ulang tahun mereka semua akan susul-menyusul, tapi mana ada yang lebih penting dari ulang tahunmu, Pemimpin Besar dari keluarga Danau Tai?” Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Hari ini adalah hari kedua dari bulan ketujuh, Jing Gege harus bertahan sampai hari ke tujuh baru sembuh. Pertemuan Besar Kai Pang akan diadakan pada hari ke lima belas di kota Yueyang. Jadwal kita sangat ketat.”
Tiba-tiba terdengar suara siulan panjang di luar, diikuti suara tawa keras, mengguncang atap rumah, itu jelas sekali suara Zhou Botong. Ia berseru, “Racun Tua, kau sudah mengejarku dari Lin’an sampai Jiaxing, dan dari Jiaxing kembali ke Lin’an, sehari semalam, sepanjang jalan kau tidak bisa mengalahkan Lao Wantong. Siapa yang menang di antara kita sudah jelas. Kau masih ingin lomba apa lagi?”
Huang Rong terkejut, “Dari Lin’an ke Jiaxing dan kembali lagi adalah lebih dari lima ratus li, kaki kedua orang ini sungguh cepat.”
Terdengar suara Ouyang Feng menjawab, “Meskipun kau lari ke ujung dunia aku akan tetap mengejarmu.”
Zhou Botong tertawa, “Kita tidak akan makan, juga tidak akan tidur, kita bahkan tidak akan kencing atau berak, kita lihat siapa yang berlari paling jauh. Kau berani melawanku?”
“Kenapa tidak?” jawab Ouyang Feng. “Aku ingin tahu siapa yang akan tergeletak mati kehabisan nafas lebih dulu.”
“Racun Tua,” kata Zhou Botong. “Kau tidak akan bisa melawan aku kalau urusan tidak kencing dan tidak berak.”
Mereka berdua berhenti bicara dan sebaliknya tertawa terbahak-bahak, tetapi suara tawa itu sepertinya terdengar dari jarak lusinan zhang jauhnya, mereka sudah menjauh dari situ. Lu Guanying dan Cheng Yaojia tidak tahu orang macam apa mereka ini, yang datang dan pergi secepat angin di tengah malam. Mereka saling pandang dengan penuh kekaguman, lalu bergandengan tangan mereka berjalan ke pintu untuk melihat-lihat.
Huang Rong berpikir, “Kalau kedua orang itu mengadu kekuatan kaki, maka ayah pasti ingin menonton.” Bisa dipastikan, karena setelah itu ia mendengar suara kaget Lu Guanying, “Ah, betul juga, kemana perginya kakek guru?”
“Coba lihat itu,” kata Cheng yaojia. “Ada tiga bayangan, yang terakhir mirip kakek gurumu.”
“Betul juga,” kata Lu Guanying. “Ah, mereka sudah jauh. Entah pendekar besar macam apa kedua orang itu. Sayangnya kita tidak sempat berkenalan.”
Huang Rong berpikir, “Lao Wantong tidak apa-apa, tapi kau sebaiknya tidak ketemu Racun Tua.”
Setelah Huang Yaoshi pergi, Lu Guanying dan Cheng yaojia berpikir bahwa mereka hanya tinggal berdua di kedai itu, hati mereka mulai bergolak. Lu Guanying melingkarkan lengannya di pinggang istri yang baru dinikahinya, dan bertanya dengan suara rendah, “Meizi1, siapa nama panggilanmu?”
Cheng Yaojia berkata sambil tertawa, “Aku tidak akan bilang, kau tebak sendiri.”
Lu Guanying tersenyum, “Kalau bukan Xiao Mao2, pasti Xiao Gou3.”
Cheng Yaojia tertawa, “Salah semua. Yang benar, Mu Da Zhong4.”
“Ah!” kata Lu Guanying sambil tertawa. “Kalau begitu aku harus menangkapmu.”
Cheng Yaojia berkelit dan melompati meja. Lu Guanying tertawa dan mengejarnya. Yang seorang lari, yang lain mengejarnya, mereka berdua tertawa dan cekikikan, berlarian mengelilingi kedai. Cahaya bintang agak redup, Huang Rong tidak bisa melihat mereka dengan jelas, tapi ia bisa mendengar tawa mereka dengan jelas. Tiba-tiba Guo Jing berbisik ke telinganya, “Kau pikir dia bisa mengangkap Cheng Da Xiaojie?”
Sambil tertawa ringan Huang Rong menjawab, “Pasti.”
Guo Jing bertanya lagi, “Setelah ia menangkapnya, lalu apa?”
Hati Huang Rong tergetarm ia tidak tahu jawabannya. Ia mendengar Lu Guanying sudah berhasil menangkap Cheng Yaojia, pasangan itu kemudian duduk di bangku, saling berpelukan dan bicara dengan suara rendah.
Tangan kanan Huang Rong sedang memegang tangan kiri Guo Jing. Ia merasa tangannya semakin panas, sementara tubuhnya gemetar cepat. Ia ketakutan, dan buru-buru bertanya, “Jing Gege, ada apa?”
Setelah Guo Jing menderita cedera berat, tenaga dalamnya jauh berkurang, berlatih tenaga dalam mengikuti panduan dari Jiu Yin Zhen Jing memerlukan hati yang bersih, bebas dari pikiran buruk macam apapun. Saat itu ia mendengar Lu Guanying dan Cheng Yaojia sedang bicara dan tertawa dengan mesra, pada saat yang sama yang ada di dekatnya adalah gadis kesayangannya sendiri yang sangat cantik. Secara berangsur-angsur ia kehilangan kendali, darahnya bergolak. Ia berpaling dan mengulurkan tangan kanannya untuk memeluk bahu Huang Rong. Tapi ketika mendengar nafasnya yang memburu dan merasa telapak tangannya panas, Huang Rong ketakutan dan buru-buru berkata, “Jing Gege, hati-hati, cepat tenangkan hatimu.”
Hati Guo Jing terguncang, dengan cemas ia berkata, “Aku tidak bisa. Rong’er, aku… aku…” Ia ingin bangkit berdiri.
Huang Rong sangat cemas, “Kau tidak boleh bergerak!” katanya.
Guo Jing memaksa diri untuk duduk, ia berusaha keras mengendalikan pernafasannya, tetapi dadanya serasa mau meledak. “Rong’er, tolong aku,” ia memohon. Ia lagi-lagi ingin bangkit berdiri.
“Duduk!” seru Huang Rong memerintah. “Kalau tidak bisa, aku akan menotokmu.”
“Betul,” kata Guo Jing. “Cepat! Aku tidak tahan lagi.”
Huang Rong sadar bahwa jika jalan darahnya tertotok, berarti aliran tenaga dalamnya akan terhambat, berarti upaya mereka dua hari terakhir ini akan sia-sia, dan mereka harus mulai lagi dari awal. Tapi sekarang kondisinya sangat kritis, segera setelah ia bangkir berdiri, nyawanya dalam bahaya. Karena itu sambil menggigit giginya sendiri, ia membuat lingkaran dengan Lan Hua Fu Xue Shou ajaran ayahnya, dan menotok titik Zhang Men di ruas ke sebelas tulang di dada kirinya.
Jarinya tepat sasaran, tetapi di luar dugaan tenaga dalam Guo Jing begitu kuatnya, segera setelah tubuhnya bertemu dengan kekuatan dari luar, otot secara otomatis berkontraksi, dan membuat jarinya meleset. Huang Rong menotok dua kali berturut-turut, keduanya luput. Ia hendak menotok ketiga kalinya ketika mendadak Guo Jing memegang pergerangan tangan kirinya.
Ini sudah menjelang fajar. Huang Rong melihat matanya merah seolah terbakar, ia terkejut, tapi ia merasa bahwa Guo Jing menarik tangannya sambil mulutnya bergumam tak jelas, seolah-olah sedang mengigau. Dalam keputusasaan, Huang Rong menggerakkan sikunya dan dengan nekad membenturkan bahunya ke lengan Guo Jing. Ketika duri kulit landak menusuk lengannya, Guo Jing merasa sakit yang menyengat dan terkejut. Tepat pada saat itu mereka mendengar suara ayam berkokok dari desa. Suara itu mirip sambaran kilat yang membersihkan pikiran Guo Jing. Perlahan-lahan ia melepaskan pergelangan tangan Huang Rong, mukanya terlihat sangat malu.
Huang Rong melihat butiran keringat menetes di dahinya, mukanya pucat dan ia tampak sangat cemas. Tetapi ia tahu situasi kritis telah berlalu. Ia berkata dengan gembira, “Jing Gege, kita sudah melalui dua hari dua malam.”
‘Plak!’ Guo Jing menampar mukanya sendiri dan berkata, “Sangat berbahaya!” Ia mengangkat tangan untuk menampar lagi. Huang Rong tersenyum dan memegang tangannya. “Itu bukan apa-apa,” katanya. “Kau masih ingat Zhou Botong? Dengan kungfu semacam itu dia masih tidak bisa menahan suara seruling ayahku, apalagi kau, yang sedang terluka parah.”
Sementara mereka bersibuk, Guo Jing sibuk memerangi pikirannya sendiri, mereka lupa merendahkan suara mereka. Lu Guanying dan Cheng Yaojia hanya peduli tentang mereka berdua dan mengira mereka hanya sendirian di tempat itu, secara alamiah mereka mengabaikan hal-hal lain. Tetapi Ouyang Ke yang sedang berbaring di ruangan lain sepenuhnya terjaga, dengan pendengarannya yang tajam ia mendengar semuanya, ia bahkan mendengar suara Huang Rong. Ia terkejut dan juga senang. Ia berusaha mendengarkan lebih teliti, tetapi tak ada suara yang bisa didengarnya lagi. Kedua kakinya patah, ia tak bisa berjalan, tetapi ia bisa menggunakan tangannya sebagai kaki, dan bahkan bisa berdiri jungkir-balik. Ia keluar dari tempat persembunyiannya.
Lu Guanying dan pengantin barunya duduk bahu-membahu di sebuah bangku panjang, dengan tangan kirinya melingkar di bahu Cheng Yaojia. Tiba-tiba mereka mendengar suara gemerisik dari tumpukan kayu bakar. Keyika berpaling mereka melihat seorang pria berdiri di atas kedua tangannya keluar dari ruangan dalam. Mereka terkejut dan cepat-cepat menghunus senjata.
Cedera Ouyang Ke sangat berat, ditambah lagi ia sudah lama tidak makan apa-apa, karenanya ia sangat lemah, mendadak melihat kilau terang dari pedang ia merasa pusing dan jatuh ke lantai. Lu Guanying melihat mukanya yang tampak seperti orang sakit, ia segera maju untuk membantunya duduk di bangku dengan punggungnya bersandar di pinggiran meja.
“Ah!” seru Cheng Yaojia kaget, setelah mengenali bahwa orang ini adalah penjahat cabul yang menangkapnya di Baoying.
Lu Guanying melihat ekspresi ketakutannya dan berusaha menghibur, “Jangan takur, kakinya patah.”
“Dia orang jahat,” kata Cheng Yaojia. “Aku kenal dia.”
“Ah!” seru Lu Guanying.
Ouyang Ke pelan-pelan tersadar. “Tolong beri aku semangkuk nasi,” katanya. “Aku sangat lapar.” Cheng Youjia melihat pipinya yang tirus, matanya yang redup, ia bukan orang arogan yang sama, yang mencoba mengganggunya. Ia berhati lembut, ditambah lagi ia baru saja menikah, hatinya penuh kebahagiaan, karena itu ia segera ke dapur dan mengambil semangkuk nasi untuk Ouyang Ke.
Ouyang Ke makan semangkuk, ia minta semangkuk lagi. Setelah makan dua mangkuk penuh nasi, tenaganya pulih. Ia menatap Cheng Da Xiaojie dan pikiran cabulnya juga kambuh. Tapi ia masih teringat Huang Rong. “Mana Nona Huang?” tanyanya.
“Nona Huang yang mana?” tanya Lu Guanying.
“Anak Huang Yaoshi dari Pulau Bunga Persik,” jawab Ouyang Ke.
“Kau kenal Huang Shigu?” tanya Lu Guanying. “Kudengar dia sudah meninggal.”
Ouyang ke tertawa. “Jangan bohong,” katanya. “Jelas sekali aku baru mendengar suaranya.” Tangan kirinya mendorong meja, tubuhnya jungkir balik dan ia berjalan mengitari ruangan itu dengan tangannya. Ia ingat suara Huang Rong terdengar dari arah timur. Ia menimbang dengan cermat, dan menarik kesimpulan bahwa pasti ada suatu rahasia di dalam lemari. Ia segera menarik sebuah meja ke dekat lemari, lalu membalikkan tubuhnya untuk duduk di atas meja itu, dan membuka pintu lemari. Karena yakin bahwa ada rahasia di dalam lemari, ia kecewa melihat bagian dalam lemari itu sangat kotor, bahkan menjijikkan. Ia memeriksa dengan cermat dan menemukan beberapa sidik jari di sebuah mangkuk besi yang penuh debu. Hatinya tergerak. Ia mengulurkan untuk memegang mangkuk, berusaha mengangkatnya, tetapi mangkuk itu tidak bergerak. Ia memutarnya dan diiringi suara berderit pintu rahasia di dalam lemari itupun terbuka, menampakkan Huang Rong dan Guo Jing sedang duduk bersila di dalamnya.
Ia merasa sangat senang melihat Huang Rong, tetapi takut dan sekaligus cemburu melihat Guo Jing ada di sampingnya. Setelah menatap keduanya setengah harian, akhirnya ia bertanya, “Meizi, kau sedang berlatih silat di sini?”
Huang Rong sudah melihatnya melalui lubang kecil menggerakkan meja ke dekat lemari. Ia yakin mereka pasti akan ketahuan, jadi ia mulai memikirkan bagaimana cara membunuhnya. Ketika pintu mulai terbuka, ia berbisik ke telinga Guo Jing, “Aku akan memancingnya mendekat, kau bisa menghabisinya dengan salah satu Jurus Penakluk Naga.”
Guo Jing berkatam “Aku sama sekali tidak punya tenaga di telapak tanganku.”
Huang Rong hendak mengatakan hal lain, tetapi Ouyang ke keburu melihat mereka. Ia berpikir, “Bagaimana caraku menipunya supaya pergi sejauh mungkin dan membiarkan kami melewati lima hari lima malam dengan damai?”
Semula Ouyang ke agak takut kepada Guo Jing, tetapi ketika melihat mukanya yang pucat dan kurus, ia teringat pamannya
berkata bahwa di dalam Istana Kekaisaran ia melukai Guo Jing secara serius menggunakan Jurus Kodok, kalau tidak mati,
maka cederanya pasti teramat sangat berat. Ketika melihat raut muka mereka, ia tahu tebakannya tujuh puluh sampai
delapan puluh persen benar. Ia ingin menguji lagi, maka ia bertanya, “Meizi, kenapa tidak keluar? Di situ sangat sempit
dan pengap.” Ia mencoba menarik lengan jubah Huang Rong.
Huang Rong mengangkat tongkat bambunya dan dengan jurus Bang Da Gou Tou[^bang-da-gu-tou] ia memukul bagian atas kepalanya. Gerakannya sangat kejam, itu adalah salah satu jurus yang paling maut dari rangkaian teknik Tongkat Penggebuk Anjing. Tongkat itu membawa sera tiupan angin tajam, dan tenaga yang datang sangat cepat dan keras. Ouyang Ke buru-buru bergerak ke kiri untuk mengelak, tetapi tngkatnya mendadak menyapu secara horizontal. Ouyang Ke terkejut, ia bersalto di atas meja dan jatuh di belakangnya.
Kalau Huang Rong ingin meneruskan, ia bisa mengambil keuntungan dari situasi itu dan melancarkan Fan Jie Gou Tun[^fan-jie-gou-tun], sudah jelas ia akan bisa menghabisi Ouyang Ke. Tetapi ia sedang duduk bersila dan tidak boleh bergerak, maka ia berteriak dalam hati, “Sayang sekali!”
Lu Guanying dan Cheng Yaojia sangat terkejut tiba-tiba melihat ada orang di dalam lemari. Ketika mereka bisa melihat dengan jelas bahwa itu adalah Guo ing dan Huang Rong, Ouyang ke dan Huang Rong sudah terlibat perkelahian.
Saat Ouyang Ke jatuh, tangannya mendorong lantai dan ia melompat balik ke atas meja, lalu duduk kembali. Ia menggunakan teknik Qin Na untuk mencoba menangkap tangan Huang Rong dari pintu ruangan. Tongkat Penggebuk Anjing milik Huang Rong sangat dahsyat, tetapi ia tidak bisa bergerak, dan lagi ia harus memperhitungkan alran tenaga dalam Guo Jing, jadi ia tidak bisa menggunakan terlalu banyak tenaga. Sebetulnya kungfu Ouyang Ke beberapa kali lipat lebih baik ketimbang dia, maka setelah selusin jurus ia mulai terjebak dalam situasi berbahaya.
Lu Guanying dan istrinya menghunus golok dan pedang mereka untuk menyerang dari kedua sisi. Ouyang ke tertawa dan dengan nekad melancarkan serangan telapak tangan ke arah muka Guo Jing. Pada saat itu Guo Jing sama sekali tidak bisa mengeluarkan tenaga, jadi ia hanya memejamkan mata menunggu ajal.
Huang Rong terkejut, ia mengangkat tongkatnya untuk menangkis. Ouyang Ke membalikkan telapak tangannya dan memegang ujung tongkat, menariknya dari tangan Huang Rong. Huang Rong tidak bisa mengimbangi tenaganya, tubuhnya terhuyung ke depan. Ia takut telapak tangannya akan terpisah dari telapak tangan Guo Jing, jadi ia melepaskan tongkat itu. Dengan segera ia merogoh sakunya dan melontarkan sebuah jarum baja.
Kedua orang itu hanya terpisah beberapa kaki. Pada saat Ouyang Ke melihat kilatan cahaya, jarum baja itu sudah di depan mukanya. Ia cepat-cepat menekuk pinggangnya dan menarik kepalanya ke belakang, hampir sejajar dengan permukaan meja, dengan demikian ia terhindar dari jarum baja.
Lu Guanying melihat kondisi itu seolah-olah ia adalah daging persembahan di atas meja, goloknya menghujam turun ke leher Ouyang Ke. ouyang Ke berguling ke kanan, dan dengan suara keras goloknya menghantam permukaan meja. Tepat di saat itu, ia mendengar suara desingan jarum baja di atasnya dan mendadak punggungnya mati rasa, sebagian tubuhnya lumpuh. Ia ingin bergerak ke samping, tetapi tangan kanannya sudah dicekal lawan dari belakang.
Cheng Yaojia terkejut dan menerjang ke depan berusaha membantu. Ouyang Ke tertawa dan berkata, “Itu luar biasa!” Tangannya bergerak cepat dan meraih bagian atas jubah Cheng Yaojia. Cheng Yaojia buru-buru menggerakkan pedangnya ke bawah untuk membabat tangannya, sementara pada saat yang sama berusaha melompat mundur. ‘Brett!’ jubahnya robek. Ia ketakutan sampai pedangnya nyaris jatuh, mukanya pucat pasi dan ia tidak berani maju lagi.
Ouyang Ke duduk di atas meja. Ia memalingkan kepala dan melihat pintu ruang rahasia itu sudah kembali tertutup. Teringat bahaya yang baru saja ditemuinya dengan jarum baja, ia merasa ngeri. “Gadis cilik ini sungguh tidak mudah dihadapi,” pikirnya. “Aha! Aku tahu! Aku akan bermain-main dengan Cheng Da Xiaojie, biar bocah tengik marga Guo dan gadis cilik itu mendengarnya. Konsentrasi mereka akan buyar dan dengan begitu pengumpulan tenaga dalamnya akan terganggu. Aku ingin melihat saat itu dia mau atau tidak mendengar perintahku.” Berpikir sampai ke sini ia sangat senang. Ia menimbang lebih lanjut, “Gadis cilik dari keluarga Huang ini seperti malaikat, bagaimanapun juga aku harus membuatnya bersedia mengikutiku seumur hidup. Tidak asik kalau aku main paksa. Rasanya akan sangat menyenangkan. Tak bisa digambarkan dengan kata-kata!” Maka ia berpaling kepada Cheng Yaojia dan berkata, “Hei, Cheng Da Xiaojie, kau ingin dia hidup atau mati?”
Cheng Yaojia melihat suaminya jatuh ke tangan lawan, ia tidak bisa sembarangan melangkah. Ia buru-buru berkata, “Dia tidak pernah menyinggungmu, juga tidak pernah bermusuhan denganmu. Tolong bebaskan dia. Kau sangat lapar tadi. Bukankah aku memberimu makanan?”
Ouyang ke tertawa. “Bagaimana dua mangkuk nasi bisa dipakai untuk membayar nyawa manusia? Hei, hei, kau tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari nanti kalian para murid Quanzhen bisa saja minta tolong kepada orang lain ya?”
Cheng Yaojia berkata, “Dia… dia murid Pulau Bunga Persik, jangan lukai dia.”
Ouyang ke tertawa. “Siapa yang menyuruhnya memotongku dengan golok? Kalau aku tidak cukup cepat menghindar, kau pikir kepalaku masih melekat di leherku? Jangan pakai nama Pulau Bunga Persik untuk menakut-nakuti aku, Huang yaoshi adalah mertuaku.”
Cheng Yaojia tidak tahu ia berbohong atau mengatakan yang sebenarnya, ia buru-buru berkata, “Kalau begitu dia adalah bawahanmu. Pokoknya bebaskan dia, nanti dia akan minta maaf.”
“Haha…” Ouyang ke tertawa. “Mana ada hal semudah itu di dunia ini? Kau ingin aku membebaskan dia? Itu mudah saja, tapi kau harus melakukan perintahku.”
Cheng Yaojia melihat gelagat cabul di wajahnya, ia tahu orang ini pasi punya maksud tidak baik, karena itu ia menundukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa.
“Lihat aku!” bentak Ouyang ke. ‘Krekk!’ telapak tangannya menghantam pinggiran meja dan memotongnya dengan rapi, seolah-olah meja itu dipotong menggunakan kapak atau golok. Cheng Yaojia terkejut, ia berpikir, “Bahkan guruku tidak punya kemampuan seperti itu.” Ouyang ke sudah berlatih ilmu silat sejak kecil di bawah bimbingan pamannya, tidak heran kalau kungfunya melampaui Sun Bu’er yang mulai berlatih kungfu di usia dewasa.
Melihat mukanya yang ketakutan Ouyang Ke semakin mendesak. “Kau harus melakukan semua perintahku,” katanya. “Atau aku akan melakukan hal ini ke lehernya.” Lalu ia membuat gerakan memotong. Cheng Yaojia berkeringat dingin dan berseru cemas.
“Mau atau tidak?” tanya Ouyang Ke. Cheng Yaojia terpaksa menganggukkan kepala. Ouyang Ke berkata sambil tersenyum. “Bagus! Itu baru gadisku yang baik. Sekarang kau pergi untuk menutup pintu.” Chnge Yaojia ragu-ragu, ia sama sekali tidak bergerak.
“Kau tidak menurut!” bentak Ouyang Ke marah. Cheng Yaojia gemetar ketakutan, ia tidak punya pilihan lain kecuali berdiri dan menutup pintu.
Ouyang Ke berkata sambil tersenyum, “Kalian berdua menikah tadi malam, aku mendengarnya dengan jelas dari ruang sebelah. Ini malam pengantin kalian, tapi kau tidak membuka pakaianmu. Tidak ada hal seperti itu di dunia ini. Kau tida mengerti bagaimana menjadi pengantin, aku akan mengajarimu. Sekarang buka pakaianmu, Semuanya. Kalau sampai tersisa selembar sutrapun, aku akan mengirim suamimu kembali ke Surga, dan kau akan menjadi janda muda!”
Lu Guanying todak bisa menggerakkan tubuhnya, tapi ia bisa mendengar dengan jelas. Ia sangat marah sampai merasa bola matanya akan melompat keluar dari pelupuknya. Ia ingin memberitahu istrinya supaya lari dan mengabaikannya, tapi mulutnya tidak bisa digerakkan.
Ketika Ouyang Ke mencekal Lu Guanying, Huang Rong buru-buru menutup pintu ke ruang rahasia. Ia mengambil belatinya, menunggu serangan berikutnya. Tiba-tiba ia mendengarnya memerintahkan Cheng Yaojia untuk membuka baju, ia marah, tetapi juga merasa hal ini menarik. Ia masih kekanak-kanakan, karenanya meskipun ia membenci sifat licik Ouyang Ke, ia juga ingin tahu apakah gadis yang feminin dan pemalu seperti Cheng Da Xiaojie ini mau menuruti perintahnya atau tidak.
“Apa sih susahnya membuka pakaianmu?” kata Ouyang Ke sambil tertawa. “Waktu keluar dari perut ibumu, mmemangnya kau pakai baju? Kau lebih suka harga dirimu atau nyawanya?”
Cheng Yaojia ragu-ragu sejenak, lalu dengan suara sedih ia berkata, “Bunuh saja dia!”
Ouyang Ke sama sekali tidak mengira ia akan mengatakan hal semacam itu, ia agak terkejut, tetapi kemudian ia melihatnya mengangkat pedang secara horizontal ke lehernya sendiri. Buru-buru ia mengayunkan tangannya untuk melontarkan Tou Gu Ding, paku yang menjadi senjata rahasianya. ‘Trang!’ Pedang itu jatuh ke lantai.
Cheng Yaoujia hendak membungkuk untuk mengambil kembali pedangnya ketika tiba-tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu. “Pelayan, pelayan!” panggil orang itu. Suara perempuan. Cheng Yaojia sangat senang, “Ada orang datang, segalanya mungkin berubah,” pikirnya. Ia mengambi pedangnya dan melompat untuk membuka pintu.
Seorang wanita berpakaian putih sedang berdiri di luar pintu, dengan kerudung putih dan sebuah pisau tergantung di pinggangnya. Wajahnya kurus dan pucat, tetapi jelas sekali ia seorang wanita cantik. Cheng Yaojia tidak peduli orang macam apa yang baru datang ini, ia sudah menganggapnya sebagai seorang penolong. “Silakan masuk, Nona,” katanya buru-buru.
Wanita itu melihat pakaian mewah dan perhiasannya, wajahnya yang manis dan cantik, juga pedang di tangannya, ia tak pernah bermimpi akan bertemu seorang pelayan kedai seperti ini di tengah desa miskin dan terpencil. Ia terdiam sesaat. “Aku membawa dua peti mati di luar, bolehkah kubawa masuk?” tanyanya.
Kalau ini sebuah rumah biasa, peti mati itu tak mungkin dibawa masuk, tetapi sebuah kedai agak lain. Lagi pula, Cheng Yaojia berharap ia akan masuk secepatnya. Ia tidak peduli kalaupun ia membawa seratus, atau bahkan seribu peti mati, apalagi cuma dua. Ia cepat-cepat berkata, “Luar biasa, luar biasa!”
Wanita itu agak heran, ia berpikir, “Apa sih yang luar biasa tentang peti mati masuk ke kedai?” Ia berseru ke luar, dan delapan orang kuli datang mengangkat dua peti mati berwarna hitam ke dalam kedai.
Wanita itu berpaling dan sangat terkejut ketika melihat Ouyang Ke. Ia menghunus pisau yang bertengger di pinggangnya.
Ouyang Ke tertawa keras-keras dan berkata, “Surga memang menakdirkan kita bersama. Kau bisa lari, tapi kau tidak bisa menghindari takdir. Ini akan membawa berkat untuk kita, maka kita berbuat dosa kalau tidak menikmati berkat ini.”
Wanita ini ternyata adalah Mu Nianci yang pernah ditangkap oleh Ouyang Ke. Setelah berpisah dengan Yang Kang di Baoying, ia memotong rambutnya dalam duka, sungguh-sungguh putus asa. Lalu ia teringat masih ada satu urusan di muka bumi ini yang harus diselesaikannya, karena itu ia buru-buru kembali ke ibukota untuk mengambil jenazah suami-istri Yang Tiexin dan Bao Xiruo, lalu membawanya ke Selatan. Ia ingin menguburkan orang tua angkatnya di kampung halaman mereka sendiri, di Desa Niu di Lin’An, dan kemudian ia akan meninggalkan rumah untuk menjadi biksuni.
Saat itu tentara Mongolia sedang melancarkan serangan besar-besaran ke ibukota, mereka mengepung kota itu. Sebagai seorang wanita, pergi sendirian mengawal dua peti mati dalam keadaan kacau dan panik karena perang ini, ia mengalami berbagai penderitaan yang sulit diuraikan dengan kata-kata, hingga akhirnya ia tiba di kampung halaman kedua orang tuanya. Ia meninggalkan rumahnya sendiri sejak usia lima tahun, dan sama sekali tak pernah singgah di Desa Niu sebelumnya. Ketika melihat kedai Sha Gu ia berpikir untuk berhenti sejenak dan membeli makanan dan menanyakan arah, tapi tak terduga ia bertemu dengan Ouyang Ke di sini.
Saat itu ia tidak tahu apakah perempuan cantik yang mengenakan pakaian indah ini adalah anak buah Ouyang Ke atau bukan, ketika Cheng Yaojia ditawan oleh Ouyang Ke, Mu Nianci sudah disembunyikan di dalam peti mati. Keduanya belum pernah bertemu, karenanya Mu Nianci mengira Cheng Yaojia adalah salah satu selir Ouyang Ke. Ia menyerang Cheng Yaojia dengan belatinya, lalu berlari ke pintu berusaha melarikan diri. Ia mendengar suara kain bergerak, seseorang sedang melompat di atasnya. Mu Nianci mengangkat belatinya ke atas. Tubuh Ouyang Ke masih di udara, jari telunjuk dan ibu jari kanannya mencubit bagian belakang belatinya dan menariknya menjauh, sementara tangan kirinya memegang pergelangan tangan Mu Nianci. Mu Nianci terpaksa melepaskan belatinya, tubuhnya melompat ke atas dan kedua orang itu jatuh bersama di pintu keluar, setengah jalan di atas peti mati.
“Aiyo!” jerit empat kuli kesakitan. Peti mati itu jetuh ke lantai, menjepit kaki empat sampai lima dari delapan orang kuli yang sedangan mengangkatnya.
Tangan kiri Ouyang Ke mendekap Mu Nianci di dadanya, sementara tangan kanannya menikam secara acak ke arah punggung empat orang kuli. Para kuli itu menjerit ngeri dan dengan cemas berusaha menyingkirkan peti mati untuk melarikan diri. Empat kuli lainnya juga segera meletakkan dan langsung lari ke luar areal kedai, tanpa menanyakan bayaran mereka.
Lu Guanying terhuyung jatuh ketika ia terbebas dari tangan lawasn. Cheng Yaojia memburu maju membantunya bangkit. Ia sama sekali tidak mempedulikan apa yang sedang terjadi di sekitar mereka, pikirannya terus berputar mencari akal untuk melarikan diri dari lawan. Sambil memeluk Mu Nianci di tangan kirinya, Ouyang Ke mendorong peti mati dengan tangan kanan, ia lalu melompat kembali ke atas meja. Ia merenggut ikat pinggang Cheng Yaojia di sebelah kiri, dan dengan segera ia juga dipeluk di cekungan lengan kanannya. Ouyang ke menotok titik akupuntur kedua wanita itu dan duduk di atas bangku. Ia tertawa dan berseru, “Huang Meizi, kau harus keluar juga untuk bergabung!”
Ketika ia merasa keadaan sudah terkendali, sesosok bayangan berkelebat dari luar, seorang pemuda masuk, ternyata Yang Kang. Setelah merangkak di bawah kedua kaki Huang Yaoshi bersama Wanyan Honglie, Peng Lianhu, dan semua orang lain, mereka lari keluar dari Desa Niu. Semua orang merasa sangat marah atas penghinaan yang baru mereka terima, mereka menundukkan kepala dalam-dalam dan tak seorangpun bersuara. Yang Kang berpikir bahwa seandainya ia ingin membalas dendam, jalan terbaik adalah mencari Ouyang Feng, yang sampai saat itu masih juga belum kembali sejak mencuri buku warisan Wumu di Istana Kekaisaran. Karena itu ia minta ijin dari Wanyan Honglie dan kembali ke kedai sendirian, menunggu di hutan, di luar Desa Niu.
Malam itu Zhou Botong, Ouyang Feng dan Huang Yaoshi bertiga datang dan pergi dalam sekejap. Dengan kungfu Yang Kang saat itu, ia tidak dapat melihat mereka dengan jelas. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia melihat Mu Nianci membawa dua peti mati memasuki desa. Hatinya tergerak dan ia membuntutinya dari belakang. Ia melihat Mu Nianci memasuki kedai, dan ia juga melihat ketiga kuli melarikan diri, ia merasa sangat aneh, maka ia mengintip melalui lubang retakan kayu di pintu, dan tidak melihat kehadiran Huang Yaoshi, tetapi ia melihat Mu Nianci sedang dipeluk oleh Ouyang Ke secara kurang ajar.
Ouyang Ke melihatnya masuk dan memanggil, “Xiao Wangye, kau kembali!” Yang Kang mengangguk. Ouyang Ke melihat mukanya tampak tidak biasa, ia berusaha menghiburnya, “Di masa lalu, Han Xin juga harus mengalami penghinaan seperti itu, merangkak melalui selangkangan orang lain. Tapi pria sejati bisa ditekuk dan diulurkan. Itu bukan apa-apa. Tunggu saja pamanku, maka kau akan bisa membalas dendammu.”
Sekali lagi Yang Kang menganggukkan kepalanya. Tatapannya tertuju kepada Mu Nianci.
Ouyang Ke tersenyum dan berkata, “Xiao Wangye, bagaimana menurutmu kedua selirku ini?” Yang Kang mengangguk lagi. Ouyang Ke tidak hadir ketika Yang Kang dan Mu Nianci bertarung dalam perlombaan mencari jodoh di jalanan ibukota itu, karenanya ia tidak tahu bahwa mereka berdua punya hubungan sangat erat.
Mula-mula Yang Kang tidak terlalu memikirkan Mu Nianci, dan kemudian ia melihat sedalam apa cintanya, maka hatinya sungguh tergerak, sejak saat itu ia berjanji untuk menikahinya. Sekarang ia melihat Ouyang Ke sedang memeluknya, hatinya dipenuhi kebencian, tapi ia mempertahankan sikapnya.
“Tadi malam di sini ada acara perkawinan,” kata Ouyang ke sambil tersenyum. “Ada arak dan ayam di dapur. Xiao Wangye, aku harus merepotkanmu mengambil makanan dan minuman itu. Aku ingin minum beberapa cawan denganmu. Akan kusuruh dua wanita cantik ini menari sambil telanjang untuk menemanimu minum-minum.”
“Tidak ada lagi yang lebih menyenangkan dari itu,” jawab Yang Kang sambil tersenyum.
Melihat Yang Kang lagi adalah kejutan yang menyenangkan bagi Mu Nianci, tetapi ketika melihat Yang Kang sama sekali tidak mempedulikannya, ia marah. Sekarang ia melihat gayanya yang kurang ajar, sepertinya ia juga ingin bergabung dengan Ouyang Ke untuk mempermalukan dirinya, hatinya berbalik menjadi sedingin es. Ia bertekad setelah tangan dan kakinya terbebas dari totokan, ia akan menggorok lehernya sendiri di hadapan orang yang tak punya hati ini, lalu ia akan selamanya terbebas dari kekuatiran di dunia ini.
Ia mengawasinya berbalik untuk masuk ke dapur. Ia mengambil makanan dan minuman, lalu duduk bersama Ouyang Ke. Ouyang Ke menuang dua cawan arak dan memegangnya di depan mulut Mu Nianci dan Cheng Yaojia, dan berkata sambil tersenyum, “Minum arak ini dulu, akan membuat tarian kalian lebih menarik.” Kedua wanita itu sangat marah, tetapi mereka tertotok, mereka tidak bisa berpaling untuk menjauh dari cawan arak itu. Ouyang Ke berhasil memaksakan setengah cawan ke dalam mulut mereka.
“Ouyang Xiansheng,” kata Yang Kang. “Aku sangat mengagumi kungfumu. Mari kita bersulang secawan sebelum menikmati tarian mereka.”
Ouyang Ke mengambil cawan yang ditawarkan Yang Kang, ia meminum isinya dengan sekali teguk, lalu dengan santai membebaskan totokan kedua wanita itu, tetapi ia menaruh tangannya di titik akupuntur di punggung mereka. Ia tersenyum dan berkata, “Kalau kalian mendengarkan perintahku, bukan hanya kalian tidak akan terluka, tapi juga akan sangat berbahagia!” Ia berpaling kepada Yang Kang dan berkata, “Xiao Wangye, kau suka yang mana? Silakan pilih dulu!”
Yang Kang tersenyum tipis dan berkata, “Terima kasih banyak!”
Mu Nianci menunjuk ke arah kedua peti mati di pintu dan berkata, “Yang Kang! Kau tahu itu peti siapa?”
Yang Kang memalingkan kepalanya dan melihat di atas peti pertama ada kertas merah dengan sebaris kalimat yang berbunyi: ‘Da Song Yi Shi Yang Tiexin Ling Jiu’5. Hatinya terasa dingin, tetapi mukanya tidak menunjukkan perasaan apa-apa. Ia berkata, “Ouyang Xiansheng, bisa minta tolong memegangi mereka sebentar? Aku ingin mengukur siapa yang punya kaki lebih kecil. Aku akan memilihnya.”
Ouyang Ke tertawa dan berkata, “Xiao Wangye betul-betul pintar! Kurasa kaki yang ini lebih kecil.” Sambil bicara Ouyang Ke mengusap dagu Cheng Yaojia, lalu melanjutkan, “Aku punya keahlian khusus. Aku hanya perlu melihat wajah seorang wanita untuk tahu seperti apa bentuk tubuhnya, dari ujung kepala sampai ujung kaki.”
Yang Kang tertawa. “Luar biasa! Aku sangat terkesan! Bagaimana kalau aku membungkuk dan mengangkatmu menjadi guruku? Lalu kau mengajari aku cara unik itu.” Sambil berkata begitu ia membungkuk di bawah meja.
Mu Nianci dan Cheng Yaojia sudah memutuskan segera setelah ia menyentuh kaki mereka, mereka akan menendang titik akupuntur Tai Yang di pelipisnya. Yang Kang tersenyum dan berkata, “Ouyang Xiansheng, mari minum secawan lagi, akan kuberitahu dugaanmu benar atau salah.”
“Baik!” kata Ouyang Ke sambil tertawa dan mengambil cawan dengan kedua tangannya. Yang Kang melirik ke atas dari bawah meja, ia melihat Ouyang Ke sedang minum arak dengan kepala terdorong ke belakang, mendadak ia meengambil mata tombak yang rusak dari dalam saku bajunya. Ia menyalurkan tenaganya ke lengan, dari lengan ke pergelangan tangan, lalu menerjang ke depan, dan ‘Ceeppp!’ mata tombak itu tertancap sedalam lima sampai enam inci ke dalam perut Ouyang Ke. Ia buru-buru bersalto mundur ke belakang meja.
Itu sebuah perubahan yang sangat mendadak, sehingga Huang Rong, Mu Nianci, Lu Guanying dan Chen Yaojia semuanya tercengang. Mereka hanya tahu ada sesuatu yang berubah, tapi tak seorangpun melihat apa yang terjadi di bawah meja. Ouyang Ke mengangkat tangannya untuk mendorong Mu Nianci dan Cheng Yaojia, mereka jatuh ke bawah bangku, lalu ia melemparkan cawan arak di tangannya. Yang Kang berkelit menghindarinya dan ‘Prangg!’ cawan itu membentur lantai hingga pecah berkeping-keping, menandakan tenaga lemparan itu pasti sangat dahsyat.
Yang Kang berrguling di lantai, berusaha melarikan diri ke pintu. Sayangnya pintu itu tehalang oleh peti mati. Ia berpaling dan melihat Ouyang Ke berdiri dengan kedua tangannya di atas bangku, tubuhnya tertekuk ke depan, mukanya seolah sedang tersenyum meskipun ia tidak tersenyum. Matanya menatap Yang Kang lekat-lekat dengan sorot aneh. Yang Kang tanpa sadar bergidik. Ia sangat ingin melarikan diri, tetapi karena tatapan Ouyang Ke, tubuhnya kaku seperti mayat, ia tidak bisa bergerak.
Ouyang Ke memandang ke atas sambil tertawa dan berkata, “Aku, orang bermarga Ouyang, sudah berkelana di dunia ini selama setengah dari umurku, tak terduga aku harus mati di tangan bocah ini. Satu hal yang tak kupahami, Xiao Wangye, kenapa kau membunuhku?”
Yang Kang menggerakkan kakinya dan melompat, ia ingin lari keluar pintu sebelum menjawab pertanyaan itu. Ketika tubuhnya masih di udara, tiba-tiba ia merasa ada tiupan angin di belakangnya, bagian belakang lehernya dicengkeram oleh kait besi. Ia tidak bisa melanjutkan lompatannya dan terpaksa mendarat di atas peti matim tepat di sisi Ouyang Ke.
Titik akupuntur di belakang leher Yang Kang dicekal Ouyang Ke, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa lolos hidup-hidup, ia tertawa dingin dan berkata, “Baiklah, aku akan memberitahu. Kau tahu siapa dia?” Ia menunjuk ke arah Mu Nianci.
Ouyang Ke memalingkan kepalanya dan melihat Mu Nianci yang sedang memegang pisau, siap untuk menerjang maju untuk membantu, tapi ia takut melukai Yang Kang, air mukanya penuh kecemasan, tepat seperti yang diperlihatkan Cheng Yaojia terhadap Lu Guanying. Tiba-tiba Ouyang Ke mengerti. Ia tertawa dan berkata, “Dia… dia…” kalimatnya terpotong oleh batuk.
Yang Kang berkata, “Dia tunanganku, kau membuli dia dua kali! Mana mungkin aku melepaskanmu?”
Ouyang Ke berkata sambil tersenyum, “Jadi rupanya begitu. Kalau begitu mari kita sama-sama ke neraka!” Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, siap untuk menghantam bagian atas kepala Yang Kang.
Mu Nianci menjerit ngeri, ia menerjang maju untuk menyelamatkannya, tapi sudah terlambat. Yang Kang memejamkan mata menanti ajal, ia menunggu telapak tangan Ouyang Ke menghantam kepalanya. Tapi tak terduga, setelah menunggu beberapa saat tidak ada yang bergerak di atas kepalanya. Ia membuka mata dan melihat Ouyang Ke masih tersenyum, dengan tangannya terangkat tinggi di udara, tetapi tangan kirinya yang mencekal leher Yang Kang sebetulnya mengendur. Buru-buru Yang Kang meronta untuk membebaskan diri dan melompat menjauh. Ouyang Ke ambruk ke atas peti mati, nafasnya berhenti.
Setelah menatap kosong agak lama, Yang Kang dan Mu Nianci saling mendekat dan berpegangan tangan. Mereka menyimpan sejuta cerita, tapi tak seorangpun dari keduanya tahu harus mulai dari mana. Mereka menatap jenazah Ouyang Ke dan merasa ngeri.
Cheng Yaojia membantu Lu Guanying bangkit dan membebaskan totokannya. Lu Guanying tahu bahwa Yang Kang adalah pejabar Kekaisaran Jin. Meskipun ia membunuh Ouyang Ke, dan Lu Guanying berhutang budi, ia tidak bisa berteman dengan musuh, jadi ia hanya merangkapkan tangan untuk memberi hormat, tanpa mengatakan apa-apa ia memegang tangan Cheng Yaojia dan mereka pergi dari situ. Kedua orang ini baru saja mengalami saat-saat mencekam, lolos dari situasi hidup-mati, mereka sama sekali lupa bahwa mereka telah berjumpa dengan Guo Jing dan Huang Rong.
Huang Rong sangat bahagia melihat Yang Kang dan Mu Nianci bersatu kembali, ia juga sangat menghargai tindakan Yang Kang menyelamatkan Mu Nianci dari bencana besar. Guo Jing juga berharap adik angkatnya ini akan berubah menjadi baik. Ia bertukar pandang dengan Huang Rong, keduanya tersenyum.
Mereka mendengar Mu Nianci berkata, “Aku membawa pulang jenazah kedua orang tuamu.”
Yang Kang berkata, “Sebetulnya itu kewajibanku. Aku sudah sangat merepotkan Meizi.”
Mu Nianci tidak ingin membicarakan masa lalu, ia hanya mendiskusikan bagaimana caranya mereka menguburkan jenazah Yang Tiexin dan istrinya. Yang Kang mencabut mata tombak yang tertancap di tubuh Ouyang ke dan berkata, “Kita harus cepat-cepat menguburnya. Kalau pamannya tahu, meskipun dunia ini luas, tak mungkin ada tempat bagi kita untuk menyembunyikan diri.” Keduanya lalu menguburkan Ouyang ke di halaman belakang, lalu mereka pergi ke desa dan menyewa jasa beberapa orang untuk membantu mereka membawa peti mati dan menguburkannya di halaman belakang rumah keluarga Yang. Yang Tiexin sudah lama meninggalkan rumah, sampai-sampai semua orang yang dikenalnya sudah meninggal. Tak seorangpun menanyakan apa-apa kepada mereka.
Ketika semuanya selesai, langit sudah gelap. Malam itu Mu Nianci menginap di rumah salah satu penduduk desa, sementara Yang Kang menginap di kedai.
Pagi-pagi sekali Mu Nianci sudah kembali ke kedai, ia ingin menanyakan selanjutnya mereka harus bagaimana. Ia melihat Yang Kang mondar-mandir di dalam kedai, menghentakkan kaki sambil mengomel dengan nada pahit. Ia bertanya ada apa dan Yang kang berkata, “Aku sangat ceroboh membiarkan kedua orang itu pergi kemarin. Mustinya aku membunuh mereka untuk menutup mulut. Sekarang mereka sudah pergi, kemana kita harus mencari mereka?”
“Kenapa?” tanya Mu Nianci terkejut.
Yang Kang berkata, “Kalau berita tentang aku membunuh Ouyang Ke ini sampai bocor, itu bisa menjadi malapetaka besar!”
Mu Nianci mengerutkan keningnya tidak senang. “Pria sejati berani berbuat, berani bertanggung jawab,” katanya. “Kalau kau takut, seharusnya kau tidak membunuhnya kemarin!”
Yang Kang tidak menjawab, ia sibuk berpikir tentang cara mengejar dan membunuh Lu Guanying dan Cheng Yaojia untuk menutup mulut mereka.
Mu Nianci berkata, “Meskipun pamannya sangat hebat, kita bisa melarikan diri ke tempat yang jauh, dia tidak akan bisa menemukan kita.”
Yang kang berkata, “Meizi, aku punya pikiran lain, kungfu pamannya tak tertandingi, aku ingin belajar dari dia.”
“Ah!” seru Mu Nianci.
“Aku sudah agak lama memikirkan ini,” lanjut Yang Kang. “Tapi mereka punya aturan yang sangat ketat, mereka hanya menerima satu orang murid dalam satu generasi. Sekarang orang itu sudah mati, pamannya mungkin akan menerimaku menjadi murid!” Ia terdengar sangat bangga kepada dirinya sendiri.
Mendengar omongannya dan melihat raut mukanya, hati Mu Nianci tiba-tiba menjadi dingin. Dengan suara gemetar ia berkata, “Ternyata alasanmu membunuhnya kemarin sama sekali bukan untuk menyelamatkan aku, tapi kau sudah punya rencana lain.”
Yang Kang tertawa dan berkata, “Kau terlalu sinis, untukmu, meskipun tubuhku harus hancur jadi debu dan tulang-tulangku remuk berkeping-keping, aku tetap bersedia.”
“Kita bicara soal itu nanti,” kata Mu Nianci. “Sekarang ini, kau mau berbuat apa? Kau ingin menjadi pahlawan Negeri Song, atau kau masih ingin mencari harta karun dan kehormatan tak terhingga, dan mengakui musuh sebagai ayahmu?”
Menatap wajah cantik dan penampilannya yang cerdas, Yang Kang diam-diam sangat kagum, tapi kalau mendengar cara bicaranya yang terang-terangan membongkar isi hatinya, ia sama sekali tidak senang. “Kekayaan dan kehormatan? Hm,” katanya. “Kekayaan dan kehormatan apa? Ibukota Jin sudah jatuh ke tangan Mongolia. Pasukan Jin selalu kalah setiap kali mereka maju ke medan tempur. Kejatuhan Negeri Jin adalah bencana yang saat ini sedang kita hadapi.”
Semakin Mu Nianci mendengar ucapannya, ia semakin tak senang. “Kekalahan Negeri Jin justru adalah hal yang kita tunggu-tunggu,” katanya dengan suara tegas. “Tapi kau ternyata benar-benar merasa sedih untuk mereka. Hm! Memangnya kenapa kalau kejatuhan Negeri Jin adalah bencana saat ini? Memangnya Negeri Jin itu negerimu? Ini… ini…”
“Kenapa kita harus bicara tentang urusan orang lain sih?” potong Yang Kang. “Aku sudah sangat merindukanmu sejak kau meninggalkan aku.” Pelan-pelan ia melangkah untuk meraih tangan kanannya. Mu Nianci bisa mendengar kelembutan di dalam suaranya, hatinya melembut. Ia membiarkannya menarik tangannya dengan lembut, tanpa melawan ia mengikutinya, mukanya merona sedikit.
Lengan kiri Yang Kang hendak memeluk bahunya ketika mereka mendengar pekikan burung di udara, suaranya sangat nyaring dan jernih. Mereka menengadah dan melihat sepasang elang putih berukuran raksasa membentangkan sayap di langit. Yang Kang pernah melihat sepasang elang ini sebelumnya ketika Wanyan Honglie memimpin pasukan untuk mengejar dan membunuh Tolui, dan ia tahu bahwa di kemudian hari Huang Rong membawa kedua elang itu pergi. “Bagaimana kedua elang putih ini bisa datang di sini?” pikirnya. Ia menarik tangan Mu Nianci dan buru-buru berjalan keluar. Ia melihat pasangan elang itu terbang berputar-putar di atas kepala, sementara ada seorang gadis muda duduk di atas kuda di dekat pohon besar di luar. Ia sedang memandang ke kejauhan. Gadis itu mengenakan sepasang sepatu bot kulit, dengan cambuk kuda di tangannya. Ia memakai setelan gaya Mongolia, lengkap dengan sebuah busur panjang di punggungnya, dan sekantong penuh anak panah tergantung di pinggangnya.
Sepasang elang itu berputar-putar di atas sebentar, lalu mereka terbang sepanjang jalan. Sesaat kemudian mereka terbang kembali. Lalu terdengar suara derap kaki kuda datang dari jalan, sejumlah penunggang kuda datang dengan kecepatan tinggi.
Yang Kang berpikir, “Tampaknya sepasang elang ini adalah penunjuk jalan bagi orang-orang itu untuk bertemu dengan gadis Mongolia ini.” Ia melihat debu berhamburan di jalan dan ketiga penunggang kuda datang dengan cepat ke arah mereka. Terdengar suara desingan, dan sebuah anak panah ditembakkan ke udara, datang ke arah mereka. Gadis Mongolia itu mengambil sebuah anak panah dari kantongnya, ia menarik busurnya untuk menembakkan anak panah ke udara. Ketika tiga penunggang kuda itu mendengar suara anak panah, mereka memekik kegirangan, dan memacu kuda mereka lebih cepat lagi.
Gadis muda itu melecut kudanya maju untuk mendekati para penunggang lain. Ketika jarak di antara mereka kira-kira tiga zhang, gadis itu dan salah seorang penunggang kuda berseru dan melompat turun dari kuda mereka untuk saling menyambut. Tangan mereka bertemu di udara dan mereka bersama-sama mendarat di tanah.
Yang Kang diam-diam terkejut. “Orang-orang Mongolia sangat pandai menunggang kuda dan memanah, bahkan gadis muda ini punya kemampuan seperti itu. Tidak heran tentara Jin kalah.”
Di dalam ruang rahasia Guo Jing dan Huang Rong juga mendengar pekikan elang dan derap kaki kuda mendatangi tempat itu. Setelah beberapa saat mereka juga mendengar beberapa orang bicara dan berjalan memasuki kedai. Guo Jing terkejut sekaligus kegirangan, “Bagaimana dia bisa sampai ke sini? Ini sungguh luar biasa!” pikirnya.
Ternyata gadis Mongolia itu adalah tunangannya, Huazheng, dan tiga orang lainnya adalah Tolui, Jebe, dan Borchu. Huang Rong sama sekali tidak memahami apa yang dikatakan Huazheng dalam bahasa Mongolia, sementara itu muka Guo Jing berubah-ubah menjadi hijau dan pucat secara bergantian. Kegirangannya berubah menjadi kecemasan. “Hatiku sekarang adalah milik Rong’er, mana mungkin aku menikahi dia. Tapi dia datang ke sini mencariku. Bagaimana aku bisa melanggar janjiku? Aku harus bagaimana?” pikirnya dalam hati.
Dengan suara rendah Huang Rong bertanya, “Jing Gege, siapa gadis ini? Apa yang mereka katakan? Kau tidak apa-apa?”
Beberapa kali Guo Jing bermaksud menceritakan masalah ini kepada Huang Rong, diceritakan sekali dan untuk selamanya, meskipun sangat sulit. Tetapi setiap kali kalimat itu sudah siap di mulutnya, ia menelannya kembali. Sekarang Huang Rong yang menanyakan, ia tidak bisa lagi menyembunyikannya. “Dia adalah putri Khan Agung Mongolia, Genghis Khan. Dia tunanganku.”
Huang Rong terperanjat, air mata menitik di pelupuk matanya. “Kau… kau punya tunangan?” tanyanya. “Kenapa kau tidak pernah mengatakannya?”
Hari itu ketika Qiu Chuji dan Keenam Orang Aneh dari Jiangnan mendiskusikan pertunangan Guo Jing di sebuah kedai di ibukota, Enam Orang Aneh dari Jiangnan memang menyebutkan soal Genghis Khan menunangkan putrinya kesayangannya dengan Guo Jing, tetapi saat itu Huang Rong belum tiba di sana, maka dari itu ia belum pernah mendengar masalah ini, dan selama ini ia sama sekali tidak tahu tentang pertunangan ini.
Guo Jing berkata, “Aku berkali-kali ingin memberitahumu, tapi aku takut kau akan tidak senang. Dan kadang-kadang aku lupa.”
“Dia tunanganmu, bagaimana kau bisa lupa?” tanya Huang Rong.
Guo Jing agak tersesat. “Aku tidak tahu,” katanya. “Dalam hatiku, aku selalu menganggapnya adikku, kami memang seperti kakak-beradik. Aku tidak ingin menikahi dia.”
Huang Rong menaikkan alisnya dengan senang. “Kenapa?” tanyanya.
Guo Jing menjawab, “Khan Agung yang mengatur urusan ini untuk aku. Saat itu aku bukan tidak senang, tapi aku juga bukan senang. Aku hanya berpikir keputusan Khan Agung pastilah benar. Tapi sekarang, Rong’er, bagaimana aku bisa meninggalkanmu untuk menikah dengan orang lain?”
“Kalau begitu kita harus bagaimana?” tanya Huang Rong.
“Aku tidak tahu,” jawab Guo Jing.
Huang Rong menghela nafas dan berkata, “Selama di dalam hatimu kau selalu baik kepadaku, aku tidak peduli kau menikahinya.” Tapi sesaat kemudian ia berkata, “Tapi, kalau kau menikahinya, aku tidak suka wanita lain bersamamu sepanjang hari. Mungkin suatu saat nanti aku tidak bisa lagi mengendalikan kelakuanku dan membuat lubang di dadanya dengan pedang, dan kemudian kau akan membenciku selamanya. Cukuplah kita bicara soal ini, kenapa kau tidak mendengarkan, mereka sedang ngomong apa?”
Guo Jing menempelkan telinganya di lubang kecil itu dan mendengar Tolui dan Huazheng bicara tentang apa yang terjadi ketika mereka berpisah. Ternyata setelah Guo Jing dan Huang Rong terombang-ambing di tengah laut, kedua elang itu terbang berkeliling di tengah angin dan hujan untuk mencari majikan mereka. Tidak ada tempat di tengah laut untuk mereka berpijak, jadi mereka harus terbang kembali ke Dataran Tengah. Mereka masih ingat rumah mereka di Utara, maka mereka terbang untuk menemukan majikan mereka di situ.
Huazheng sangat terkejut melihat kedua elang itu kembali. Ia melihat secarik kain terikat di kaki elang, dengan tulisan dalam bahasa Han terukir di situ. Ia membawa kain itu kepada beberapa orang prajurit yang bisa menerjemahkan bahasa Han. Ternyata tulisan itu berbunyi ‘dalam bahaya’, dua karakter. Huazheng sangat kuatir, jadi ia pergi ke Selatan dengan segera untuk menyelidiki perkara ini. Saat itu Genghis Khan sangat sibuk mengurus ekspedisi melawan Jin, hari demi hari Mongolia berperang melawan Jin dalam pertempuran sengit di dalam dan di luar tembok besar, jadi tak seorangpun menvegahnya ketika ia mengutarakan niatnya untuk pergi ke Selatan.
Sepasang elang it memahami maksud majikannya, mereka terbang mendahului beberapa ratus li untuk mencari Guo Jing, lalu terbang kembali setiap malam. Ketika sedang melakukannya mereka tiba di Lin’an. Guo Jing masih belum ditemukan, sebaliknya mereka malah bertemu Tolui.
Tolui diutus ayahnya dalam sebuah misi diplomatik ke Lin’an, untuk menjalin kerja sama dengan Dinasti Song guna menyerang Negeri Jin bersama-sama. Tetapi para menteri Song dan para pejabatnya menikmati kedamaian dan kemakmuran di Tenggara, mereka takut kepada tentara Jin. Mereka malah berterima kasih kepada Langit dan Bumi bahwa tentara Jin tidak menyerang mereka, bagaimana mereka bisa ‘menarik kumis harimau’? Karena itu mereka acuh tak acuh menyambut Tolui, mereka menempatkannya di ruang tamu dan tidak memberi perhatian kepadanya lagi. Untungnya Wanyan Kang ditangkap oleh ayah dan anak keluarga Lu di Dananu Tai, kalau tidak maka Song akan menerima perintah dari Jin, dan Tolui akan tewas terbunuh.
Kemudian terdengar kabar bahwa tentara Mongolia bergerak cepat dan ibukota Jin, Yanjing, telah jatuh. Para menteri Kekaisaran Song dengan segera mengubah haluan politik mereka, sekarang mereka memperlakukan Tolui sebagai Pangeran Keempat ini, dan Pangeran Keempat anu, dan tak henti-hentinya menjilat. Lebih jauh lagi, mereka bahkan akhirnya setuju untuk beraliansi menyerang Jin. Mereka pikir, kalau ada kesempatan mendepak musuh tanpa banyak usaha, kenapa tidak?
Di luar ia melihat kedua elang putih itu, ia mengira Guo Jing pasti di sekitar sini, tapi siapa sangka ternyata ia malah bertemu adiknya sendiri. Huazheng bertanya, “Kau melihata Guo Jing?” Sebelum Tolui sempat menjawab, mereka mendengar suata dentingan ramai di luar, suara baju perang dan kuda. Ternyata para utusan Dinasti Song akhirnya bertemu dengan utusan dari Mongolia.
Yang Kang berdiri diam di luar pintu, ia melihat pasukan Song membawa spanduk dengan tulisan besar ‘Dengan Hormat Mengantar Pangeran Keempat Mongolia Kembali Ke Utara’. Ia tak bisa menahan rasa tak nyaman di hatinya, penyesalan yang mendalam. Hanya beberapa lusin hari sebelumnya ia sendiri juga masih pangeran, seorang utusan yang terhormat. Hari ini ia sendirian di dunia ini, dan tak seorangpun peduli tentang dia. Ia sudah merasakan nikmatnya kekayaan dan kehormatan dalam hidupnya, maka sangat sulit baginya membuang semua itu.
Mu Nianci menatapnya dengan dingin, ia memperhatikan air mukanya yang tidak biasa. Meskipun ia tidak tahu pasti apa yang sedang dipikirkannya, tapi mengingat bahwa Yang Kang tak pernah melupakan soal kehormatan dan pangkat dengan menjadi bagian dari musuh, ia merasa sangat sakit hati.
Kapten dari para pengawal dari Song memasuki kedai dan dengan penuh hormat menghadap Tolui. Ia bicara kepada Tolui beberapa saat sebelum kembali ke luar dan berteriak memberikan perintahnya, “Periksa semua rumah dan tanyakan apakah ada orang bermarga Guo, Guo Jing, Guo Guanren6 tinggal di tempat ini. Kalau ternyata tidak ada, tanyakan kemana dia pindah!”
Para prajurit itu menurut dengan suara bulat dan segera berpencar di luar. Tak terlalu lama kemudian dari segala penjuru desa itu terdengar suara ayam dan anjing ramai berlarian, suara laki-laki berteriak dan wanita menjerit-jerit, karena para prajurit itu tidak menemukan informasi yang mereka cari, lalu mereka dengan seenaknya merampas domba dan harta benda milik penduduk desa. Dengan itu mereka ‘menghukum’ para penduduk desa karena tidak memberikan informasi yang mereka inginkan.
Hati Yang Kang tergerak. “Kalau pasukan ini bisa mengambil kesempatan untuk merampok, kenapa aku tidak bisa mengambil kesempatan yang sama, dengan menjadi teman orang-orang Mongolia?” pikirnya. “Aku akan menemani mereka kembali ke Utara, dan di tengah jalan akan kubunuh mereka semua, itu tidak terlalu sulit. Khan Agung Mongolia akan mengira itu semua perbuatan orang-orang Dinasti Song, dengan begitu aliansi antara Song dan Mongolia akan bubar. Itu akan menjadi keuntungan besar bagi Jin.” Setelah memutuskan begitu, ia berkata kepada Mu Nianci, “Tunggu di sini sebentar.” Dan dengan langkah lebar ia memasuki kedai.
Kapten berusaha menghentikannya dengan seruan keras, merentangkan tangannya untuk menghalangi Yang Kang. Yang Kang mengangkat tangan kirinya untuk menyingkirkan si kapten. Kapten tiu jatuh terjengkang dan sampai setengah harian tidak bisa bangkit berdiri.
Tolui dan Huazheng terkejut. Saat itu, Yang Kang sudah tiba di tengah ruangan. Ia mengambil mata tombak yang rusak dari saku bajunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala. Lalu dengan penuh hormat meletakkannya di atas meja, kemudian ia berlutut di depan meja itu sambil meratap keras, “Guo Jing, Guo Xiongdi, kau tewas secara mengenaskan. Aku harus membalas dendammu, Guo Jing, Guo Xiongdi!”
Tolui bersaudara tidak bisa berbahasa Han, tetapi mereka mendengarnya memanggil nama Guo Jing berulang-ulang, mereka sangat terkejut. Saat itu Si Kapten sudah berhasil merangkak bangkit dengan susah payah, buru-buru mereka menyuruhnya menanyakan lebih lanjut.
Yang Kang menangis dan bicara, dengan air mata berlinang di pipinya, di tengah isak tangis ia berkata, “Aku saudara angkat Guo Jing, ada orang membunuh Guo Dage dengan senjata ini. Bangsat itu pejabat militer Dinasti Song. Kurasa dia menerima perintah dari Perdana Menteri Shi Miyuan.”
Ketika Tolui dan Huazheng mendengar terjemahan kapten itu tentang ucapan Yang Kang, seolah-olah mereka tersambar halilintar, mereka sama sekali terdiam. Jebe dan Borchu teringat persahabatan mereka yang sangat mendalam dengan Guo Jing, mereka berempat meratap dan memukul dada. Yang Kang juga mengangkat isu tentang bagaimana Guo Jing menghalau tentara Jin di Baoying untuk menyelamatkan Tolui dan lainnya, dengan begitu kecurigaan Tolui lenyap. Mereka bertanya kepada Yang Kang bagaimana Guo Jing bisa tewas, dan siapa yang membunuhnya. Yang Kang memberitahu mereka bahwa pembunuhnya adalah pejabat Dinasti Song yang bernama Duan Tiande, dan ia tahu di mana keberadaan orang ini, dan bahwa ia hendak mencarinya untuk membalas dendam. Sungguh sayang Yang Kang didak bisa melakukannya tanpa pertolongan orang lain, ia takut tugas ini tidak akan mudah dilaksanakan. Cerita itu meluncur begitu saja dari mulut Yang Kang, seolah-olah hal semacam itu sungguh terjadi.
Di ruangan lain, Guo Jing mendengar setiap kata yang diucapkannya dengan sangat jelas, dan ia sangat frustasi. Ketika Huazheng mendengar cerita itu, ia menghunus pisau dari pinggangnya dan hendak menggorok leher sendiri untuk bunuh diri. Tetapi kemudian ia berubah pikiran an menghujamkan belati itu ke meja terdekat. “Aku hukan manusia kalau tidak sanggup membalas dendam untuk Guo Jing Anda7!” katanya bersumpah.
Yang Kang sangat gembira melihat rencananya sudah setengah terwujud, ia menundukkan kepalanya untuk menangis lebih lama. Tiba-tiba ia melihat tongkat bambu yang direbut Ouyang Ke dari tangan Huang Rong tergeletak di lantai. Tongkat itu berwarna hijau tua dan sejernih kristal, sungguh sebuah benda langka, ia tahu ini tongkat yang istimewa, jadi ia pergi untuk memungutnya. Huang Rong mengaluh dalam hati, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membiarkannya diambil Yang Kang.
Pasukan datang dan mengantar makanan dan arak, tetapi Tolui dan lainnya sama sekali tidak berselera. Mereka mendesak Yang Kang untuk memimpin mereka menemukan pembunuh Guo Jing. Yang Kang menganggukkan kepalanya dengan patuh, ia mengambil tongkat bambu dan berjalan keluar pintu. Ia memalingkan kepalanya dan memanggil Mu Nianci untuk bergabung dengan mereka. Mu Nianci menggelengkan kepala perlahan. Yang Kang tidak ingin kehilangan kesempatan emas ini, hubungan pribadi mereka bisa menunggu nanti, jadi ia keluar dari kedai sendirian. Semua orag lain mengikutinya.
Guo Jing berkata dengan suara rendah, “Bukankah dia yang membunuh Duan Tiande di Rumah Awan, lama sebelum ini?”
Huang Rong menggelengkan kepalanya. “Aku juga tidak mengerti. Bukankah dia yang menikammu dengan pisau? Orang ini sangat licik, pikirannya tak terduga.”
Tiba-tiba dari luar terdengar suara seseorang sedang mengutip Kitab Suci dengan nyaring, “Menjelajah ke segala tempat, bebas tanpa batasan, hati bebas dari keserakahan, tubuh mulia bebas dari penghinaan… ah! Nona Mu, mengapa kau di sini?” Itu suara Changchun Zi, Qiu Chuji.
Sebelum Mu Nianci sempat menjawab, Yang Kang kebetulan berjalan keluar dari kedai. Ia melihat gurunya, dan hatinya berdebar-debar tak keruan, kali ini mereka bertemu muka, tak ada tempat bersembunyi, ia tak punya pilihan selain berlutut dan kowtow.
Di dekat Qiu Chuji berdiri beberapa orang, Danyang Zi8 Ma Yu, Yuyang Zi9 Wang Chuyi, Qingjing Sanren Sun Bu’er, dan juga murid Qiu Chuji, Yin Zhiping. Hari sebelumnya Yin Zhiping dikalahkan oleh Huang Yaoshi dan jatuh sampai setengah potong giginya copot. Ia buru-buru pergi ke Lin’an untuk melapor kepada gurunya. Qiu Chuji sangat terkejut dan marah, ia ingin segera pergi mencari Huang Yaoshi. Ma Yu dengan tegas memberi nasihat melawan keinginannya. Qiu Chuji berkata, “Huang Laoxie setingkat dengan almarhum guru kita. Di antara kita bertujuh, hanya Wang Shidi yang pernah melihat mukanya di Hua Shan. Xiaodi selalu mengagumi dia dan sudah lama ingin ketemu, mengapa Da Shige mencegahku?”
Ma Yu berkata, “Kudengar temperamen Huang Yaoshi sangat aneh, sementara temperamenmu sendiri meledak-ledak dan keras, kalau kalian bertemu, kemungkinannya adalah kita akan menghadapi situasi tidak menguntungkan. Dia mengampuni nyawa Zhiping, itu berarti dia masih memandang kita.” Tetapi bagaimanapun juga, Qiu Chuji bersikeras untuk pergi, dan Ma Yu tidak bisa mencegahnya. Ternyata Tujuh Pendekar Quanzhen semuanya sedang berada di sekitar Lin’an, maka dari itu mereka semua dipanggil, dan hari berikutnya mereka berangkat bersama-sama ke Desa Niu.
Tujuh Pendekar Quanzhen bergabung bersama akan menghasilkan kekuatan yang sangat besar, tetapi mereka menyadari kemampuan Huan Yaoshi, dan lagi masih belum jelas ia kawan atau lawan, karena itu mereka tidak berani lengah atau sembrono. Ma Yu, Qiu Chuji, Wang Chuyi, Sun Bu’er dan Yin Zhiping berlima memasuki desa, sementara Tan Chuduan, Liu Chuxuan dan Hao Datong menunggu di luar desa, siap membantu. Di luar dugaan mereka tidak bertemu dengan Huang Yaoshi, dan malah melihat Mu Nianci dan Yang Kang.
Qiu Chuji hanya mendengus melihat Yang Kang bersujud, dan sama sekali tidak mempedulikannya. Yin Zhiping berkata, “Shifu, Tao Hua Daozhu membuli dizi di kedai ini.” Semula ia menyebut Huang Yaoshi dengan nama Huang Laoxie, tetapi setelah diomeli Ma Yu dan yang lain, ia meralat sebutannya.
Dengan suara nyaring dan jernih Qiu Chuji memanggil, “Murid-murid Quanzhen Ma Yu dan lainnya memberi hormat kepada Huang Daozhu.”
“Tidak ada orang di dalam,” kata Yang Kang.
Qiu Chuji menghentakkan kaki dan berkata, “Sayang sekali, sayang sekali kita tidak bisa melihatnya!” Ia berpaling kepada Yang Kang dan bertanya, “Apa yang kau lakukan di sini?”
Yang Kang sudah ketakutan ketika melihat guru dan semua paman gurunya, jadi ia tidak tahu bagaimana harus menjawab.
Huazheng sudah lama mengamati Ma Yu, akhirnya ia memburu maju dan memanggilnya, “Ah, kau orang yang menolongku menangkap elang, kau Paman Tiga Konde. Lihat, elang-elang itu sekarang sudah besar.” Ia meniup peluit dan sepasang elang itu turun untuk kemudian hinggap di bahu kiri dan kanannya.
Ma Yu tersenyum tipis, ia menganggukkan kepala dan berkata, “Kau pergi ke Selatan untuk bermain-main?”
Huazheng menangis dan berkata, “Daozhang, ada orang membunuh Guo Jing Anda. Tolong balaskan dendamnya.”
Ma Yu terlompat saking kagetnya, ia segera menerjemahkan apa yang baru didengarnya ke dalam bahasa Han. Qiu Chuji dan Wang Chuyi terperanjat, buru-buru mereka menanyakan informasi lebih jauh. Huazheng menunjuk ke arah Yang Kang dan berkata, “Dia melihatnya dengan matanya sendiri, tanyakan kepadanya bagaimana itu terjadi.”
Waktu Yang Kang tahu bahwa Huazheng mengenal paman gurunya, ia takut kalau mereka terlalu lama bicara kecurigaan akan timbul, dan kemudian rencananya untuk membasmi orang-orang Mongolia ini tanpa usaha akan gagal. Tetapi ia tidak mungkin bicara tanpa alasan yang jelas kepada gurunya dan juga semua paman gurunya, maka ia berkata kepada Tolui dan Huazheng, “Silakan kalian jalan dulu, dan tunggu aku sebentar, aku harus bicara dengan pendeta-pendeta ini, nanti aku akan menyusul segera.” Tolui mendengarkan terjemahan dari kapten dan menganggukkan kepala, lalu memimpin semua orang untuk meninggalkan Desa Niu untuk menuju ke Utara.
“Siapa yang membunuh Gu Jing?” tanya Qiu Chuji dengan suara tegas. “Cepat katakan!”
Yang Kang memperhitungkan jawabannya dengan cermat, ia berpikir, “Guo Jing sudah jelas tewas di tanganku, siapa yang harus kutuduh?” Ia diam agak lama karena tidak bisa memutuskan, sebelum akhirnya ia teringat. “Sebaiknya aku menyebutkan orang dengan kungfu tingkat tinggi, biar Shifu mencarinya dan mengantar nyawanya sendiri, saat itu aku tidak akan punya masalah seperti ini lagi nantinya.” Karena itu ia berkata dengan nada penuh kebencian, “Itu Tao Hua Daozhu Huang Yaoshi!”
Ketujuh Pendekar Quanzhen sebelumnya sudah tahu bahwa Huang Yaoshi sedang mengejar Enam Orang Aneh dari Jiangnan untuk membunuh mereka, jadi sangat masuk akal bagi mereka kalau Guo Jing tewas di tangannya, mereka sama sekali tidak merasa curiga. Qiu Chuji mengutuk Huang Laoxie sebagai iblis, dan ia bersumpah tidak akan beristirahat sebelum berurusan dengannya. Ma Yu dan Wang Chuyi sangat terpukul, mereka berdua tidak bisa mengatakan apa-apa.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang tertawa, diikuti oleh suara orang yang mirip dengan simbal rusak, dan terakhir ada seorang lain yang berseru dengan suara halus, meskipun nadanya rendah, tetapi terdengar sangat jelas. Ketiga suara yang berbeda itu seperti berkeliling desa, lalu tiba-tiba terdengar seolah mereka datang dari kejauhan.
Bagai Ma Yu ini kejutan yang menyenangkan. “Suara tertawa itu kedengarannya mirip Zhou Shishu, dia masih hidup!” Ia mendengar tiga siulan dari arah timur desa itu, dan semakin menjauh.
“San Shige sudah mengejar mereka,” kata Sun Bu’er.
Wang Chuyi berkata, “Mendengar suara yang mirip simbal rusak itu, dan yang berteriak pelan, kelihatannya mereka sedang mengejar Zhou Shishu.”
Ma Yu kuatir. “Kungfu kedua orang itu tidak di bawah Zhou Shishu. Aku ingin tahu pendekar hebat dari mana mereka itu? Zhou Shoshu sedang menghadapi dua musuh, aku takut…” Ia menggelengkan kepalanya.
Empat pendekar Quanzhen itu memiringkan kepala untuk mendengarkan lebih cermat sampai suara-suara itu benar-benar hilang. Mereka tahu mereka bertiga sudah beberapa li dari situ, tidak ada gunanya dikejar.
Sun Bu’er berkata, “Kalau Tan Shige dan yang lain berhasil mengejar mereka dan membantu Zhou Shishu, maka tidak ada yang perlu dikuatirkan.”
“Aku takut mereka tidak akan mampu melawan,” kata Qiu Chuji. “Yang terbaik adalah Zhou Shishu tahu bahwa kita sedang ada di sini, dan lari ke desa ini.”
Huang Rong merasa dugaan asal-asalan mereka lucu, ia berpikir, “Ayahku dan Racun Tua sedang berlomba lari dengan Lao Wantong, mereka bukan sedang berkelahi. Kalau memang mereka berkelahi, dan kalian — komplotan Niubi10 bau ini — mau membantu, kalian pikir bisa menandingi ayahku dan Racun Tua?” Ia baru saja mendengar Qiu Chuji memaki ayahnya, dan ia tidak senang, sementara mendengar Yang Kang mengatakan tuduhan palsu bahwa ayahnya membunuh Guo Jing ia malah tidak terlalu peduli, karena Guo Jing baik-baik saja, dan sedang duduk di sebelahnya.
Ma Yu melambaikan tangannya dan semua orang masuk ke dalam kedai untuk duduk. Qiu Chuji berkata, “Hei, namamu sekarang Wanyan Kang atau Yang Kang?”
Yang Kang melihat mata gurunya bersinar terang, memandangnya dengan tatapan tajam menembus tulang, mukanya muram, ia tahu kalau ia sampai keliru sedikit saja menjawab, maka nyawanya akan melayang. Ia cepat-cepat menjawab, “Seandainya bukan karena petunjuk dari Shifu, Ma Shibo, dan Wang Shishu, dizi masih tetap akan tinggal dalam kegelapan sampai hari ini, dan memanggil musuh sebagai ayah. Sewajarnya dizi bermarga Yang. Semalam dizi dan Mu Meizi baru saja menguburkan jenazah almarhum ayah dan ibu dizi.”
Mendengar jawabannya, Qiu Chuji merasa senang, ia menganggukkan kepala dan mukanya berubah lembut. Semula Wang Chuyi menegur Yang kang karena berlomba melawan Mu Nianci tetapi tidak mau menikahinya, tetapi sekarang ia melihat keduanya bersama, ia mengira mereka berdua sudah menyelesaikan masalah itu, rasa tidak senangnya kepada Yang Kang lenyap.
Yang Kang mengeluarkan mata tombak rusak yang dipakainya untuk membunuh Ouyang Ke dan berkata, “Hanya ini peninggalan ayah, dizi selalu menyimpannya.”
Qiu Chuji mengambil mata tombak itu dan mengelusnya dengan lembut, hatinya dipenuhi duka. Ia menghela nafas panjang dan berkata, “Sembilan belas tahun yang lalu, aku bertemu dengan ayahmu dan pamanmu Guo. Dengan cepat lebih dari selusin tahun berlalu, dua orang sahabat lama itu sudah berpulang ke tanah kuning. Keduanya sudah meninggal, meninggalkan aku menderita di bumi ini. Aku tak punya cukup kekuatan untuk menyelamatkan kedua orang tuamu, ini adalah penyesalanku seumur hidup.”
Di ruangan lain Guo Jing mendengar Qiu Chuji mengenang ayahnya dengan penuh perasaan, ia merasa berduka. “Qiu Daozhang masih tetap mengingat persahabatannya dengan ayahku, tapi aku bahkan tak pernah melihat muka ayahku. Adik Yang masih sempat ketemu ayahnya, dia jauh lebih beruntung dari aku.”
Qiu Chuji kemudian bertanya bagaimana cara Huang Yaoshi membunuh Guo Jing, dan Yang kang membuka mulut untuk mengarang cerita. Qiu Chuji, Ma Yu dan Wang Chuyi sudah lama mengenal Guo Jing, mereka menghela nafas sedih. Setelah bicara panjang lebar, Yang Kang baru ingat bahwa ia harus bertemu dengan Tolui dan Huazheng, hatinya gelisah.
Wang Chuyi memandangnya, lalu memandang Mu Nianci. “Kalian berdua sudah menikah?” tanyanya.
“Belum,” jawab Yang Kang.
“Sebaiknya kalian segera menikah,” kata Wang Chuyi. “Qiu Shige, bagaimana kalau kau yang memutuskan perkawinan mereka? Menurutmu bagaimana cara menangani masalah ini?”
Huang Rong dan Guo Jing saling pandang, mereka berpikir, “Apa malam ini kita harus ikut menyaksikan sebuah pernikahan lagi?” Huang Rong berpikir lebih jauh, “Mu Jiejie berdarah panas, dia bukan seperti Cheng Da Xiaojie itu. Mungkin sebelum menyetujui perkawinan itu dia akan menantang bocah tengik bermarga Yang ini untuk berduel. Nah, itu baru tontonan menarik.”
Ia mendengar Yang Kang menjawab dengan penuh sukacita, “Aku mengandalkan Shifu untuk membuat keputusan.” Tapi dengan suara bening Mu Nianci berkata, “Aku punya satu syarat yang harus kau penuhi, kalau tidak maka aku tidak akan setuju!”
Qiu Chuji tersenyum tipis mendengarnya, ia berkata, “Baiklah, apa itu? Nona, coba katakan.”
Mu Nianci berkata, “Ayah angkatku tewas akibat ulah keparat Wanyan Honglie. Sebelum kami bisa menikah, dia harus membalas dendam ayahnya dulu.”
Qiu Chuji bertepuk tangan dan berseru, “Coba dengar, dengar! Nona Mu baru saja mengatakan apa yang ada di dalam hati Lao Dao. Kang’er, kau setuju?”
Yang Kang sangat ragu, ia berpikir keras bagaimana harus menjawab. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara serak yang lebih mirip bisikan orang bisu, menyanyikan Lian Hua Luo, dan kemudian suara bernada tinggi memanggil, “Tuan, Nyonya, kasihan, mohon belas kasihan, beri kami uang.”
Mu Nianci merasa suara ini sangat akrab di telinganya, ia berpaling dan melihat dua orang pengemis sedang berdiri di pintu, yang seorang gemuk, yang lain kurus dan pendek, begitu kecilnya sehingga yang gemuk itu tampak tiga kali lebih besar dari dirinya. Kedua sosok ini begitu istimewa sehingga meskipun beberapa tahun telah berlalu, Mu Nianci masih mengingatnya. Saat itu ia masih tiga belas tahun, ia merawat luka mereka. Hong Qigong sangat senang melihat kebaikan hatinya, itu alasannya ia menurunkan ilmu silat yang diajarkan selama tiga hari. Ia hendak keluar dan menyapa mereka, tetapi sejak keduanya masuk ke kedai, mata mereka tak pernah lepas dari tongkat di tangan Yang Kang. Mereka bertukar pandang dan menganggukkan kepala, lalu mereka berjalan ke arah Yang Kang, merangkapkan tangan di depan dada dan membungkuk hormat.
Ma Yu dan lainnya memperhatikan langkah dan gerak tubuh kedua pengemis itu, mereka tahu kungfu kedua orang ini tidak lemah, dan mereka juga melihat bahwa keduanya membawa delapan karung kasar di punggung mereka, karena itu kedua pengemis ini pastilah anggota Kai Pang Delapan Kantong, Posisi mereka sangat tinggi, tetapi mereka bersikap hormat kepada Yang Kang. Ma Yu dan lainnya tidak bisa memahaminya.
Si Pengemis Kurus berkata, “Kudengar ada berita bahwa beberapa orang di Lin’an melihat tongkat Bangzhu. Kami pergi ke segala tempat untuk menyelidiki, dan kami beruntung melihatnya di sini. Entah ke mana Bangzhu pergi mengemis?”
Meskipun Yang Kang memegang tongkat bambu, sebenarnya ia tidak mengerti asal-usul tongkat itu. Mendengar ucapan pengemis itu, ia tidak tahu bagaimana harus menjawab, jadi ia hanya mengeluarkan “Hmm”. Ada sebuah tradisi di Kai Pang bahwa melihat Tongkat Penggebuk Anjing adalah sama dengan melihat Ketua Kai Pang, maka meskipun Yang Kang tidak mempedulikan mereka, tetapi mereka masih tampak hormat dan berhati-hati.
Yang gemuk berkata, “Pertemuan di Yuezhou semakin dekat, dari Timur Tetua Lu dan Jian sudah menuju ke Barat tujuh hari yang lalu.”
Yang Kang menjadi makin bingung, ia mengeluarkan suara “Hmm” lagi. Pengemis yang kurus melanjutkan, “Untuk mencari tongkat Bangzhu, dizi sudah tertunda beberapa hari, jadi kami harus segera bergabung. Kalau Gongzi bermaksud berangkat hari ini, biar dizi yang menemani dan melayani Gongzi sepanjang jalan.”
Yang Kang dalam hati sangat girang, ia sudah sejak tadi berusaha mencari jalan untuk meninggalkan gurunya, tanpa mempedulikan apa yang dikatakan pengemis itu, ia ingin mengambil kesempatan ini. Karena itu ia memberi hormat kepada Ma Yu, Qiu Chuji dan yang lain dan berkata, “Dizi masih ada urusan penting yang harus diselesaikan, dizi tidak bisa menemani Shifu lebih lama lagi. Mohon maaf karena dizi harus pergi.”
Ma Yu dan yang lain berpikir bahwa Yang Kang pasti punya hubungan sangat penting dengan Kai Pang. Kai Pang adalah organisasi terbesar di dunia persilatan saat itu. Ketua Kai Pang Hong Qigong adalah ahli silat dengan reputasi yang sama dengan almarhum guru mereka, Wang Zhenren. Karena itu jelaslah mereka tidak bisa menahan Yang Kang. Untuk menghormati kedua pengemis itu, mereka juga merasa sangat tidak pantas kalau menanyakan lebih jauh apa urusannya, maka mereka hanya memberi hormat menurut aturan umum di dunia persilatan.
Kedua pengemis itu sudah mengagumi Tujuh Pendekar Quanzhen, setelah tahu bahwa mereka adalah para guru Yang Kang, mereka menjadi lebih merendah, selalu memanggil diri sebagai ‘wanbei’. Mu Nianci bicara tentang masa lalu, kedua pengemis itu menjadi lebih akrab. Karena ia sudah punya hubungan dengan Kai Pang, maka ia juga turut diundang ke Pertemuan Yuezhou. Mu Nianci sangat ingin bepergian dengan Yang Kang, jadi ia segera menganggukkan kepala.
Qiu Chuji awalnya sangat marah kepada Yang Kang, dan ingin membuatnya cacat sehingga semua kungfunya hilang, tetapi teringat kepada almarhum Yang Tiexin ia tidak tega berbuat begitu. Sekarang ini, mula-mula ia melihat Yang Kang memperlakukan Mu Nianci dengan sangat mesra, sehingga Lomba Mencari Jodoh karya Yang Tiexin yang sangat sederhana itu pada akhirnya menjadi kebaikan. Kedua, Yang Kang tampaknya sudah belajar baik-baik melalui pengalaman hidup, ia bersedia meninggalkan harta dan kehormatan, memakai marga Yang miliknya sendiri, maka kasih sayang yang dicurahkan Qiu Chuji di dalam mengajarkan dan memberinya pengarahan jadi tidak sia-sia. Ketiga, dua orang anggota Kai Pang berpangkat tinggi ini tampaknya sangat menghormati dia, sudah jelas hal itu akan membawa nama harum bagi Perguruan Quanzhen. Oleh karenanya, aarah di dalam hatinya dengan segera berbalik menjadi sukacita. Ia dengan tenang memelintir ujung kumisnya yang panjang sambil mengamati punggung Yang Kang dan Mu Nianci dengan senyum tersungging di wajahnya.
Sore itu juga Ma Yu dan lainnya menginap di kedai, menunggu kembalinya Tan Chuduan bertiga. Tetapi sepanjang hari berikutnya mereka tidak mendengar kabar apapun tentang mereka, sehingga mereka berempat mulai cemas. Menjelang tengah malam mereka mendengar suara siulan panjang dari luar desa. “Hao Shige sudah kembali!” kata Sun Bu’er. Ma Yu membalas siulan itu dengan siulan bernada rendah. Tak terlalu lama kemudian sesosok tubuh berkelebat di pintu, dan Hao Datong melayang masuk.
Huang Rong belum pernah melihat orang ini, ia menempelkan matanya di lubang kecil untuk melihat lebih jelas. Saat itu adalah hari kelima di bulan ketujuh, cahaya bulan menerobos masuk melalui jendela terbuka. Di bawah sinar bulan ia melihat perawakan orang ini tinggi besar, penampilannya mirip dengan pejabat pemerintah. Jubah pendetanya berlengan pendek, hanya sampai ke siku, tampak berbeda dengan yang dipakai Ma Yu dan lainnya. Ternyata sebelum menjadi pendeta ia adalah kepala distrik Ninghai di propinsi Shandong, dari keluarga kaya raya, berpendidikan tinggi, dan bahkan bisa menjual kemampuan meramalnya. Di kemudian hari ia membungkuk hormat kepada Wang Chongyang di Gua Yanxia11 dan berguru kepadanya. Wang Chongyang melepaskan jubahnya sendiri, memotong lengan jubah itu dan memberikannya kepada Hao Datong sambil berkata, “Jangan kuatir soal jubah ini tidak punya lengan, nantinya kau akan menyelesaikannya sendiri.”12 Hao Datong selalu mengingat kebaikan gurunya dengan baik, karena itu ia selalu memakai jubah pendeta berlengan pendek.
Qiu Chuji yang paling tidak sabaran dari mereka semua. “Bagaimana keadaan Zhou Shishu?” tanyanya. “Dia hanya main-main dengan mereka semua, ataukah dia berkelahi dengan mereka?”
Hao Datong meggelengkan kepalanya. “Aku malu,” katanya. “Kungfu Xiaodi tidak bagus, aku hanya bisa mengejar mereka sampai tujuh atau delapan li, sebelum jejak Zhou Shishu dan lainnya menghilang. Tan Shige dan Liu Shige masih di depan Xiaodi. Xiaodi tidak punya kekuatan. Aku berusaha mencari mereka sehari semalam tapi sama sekali tidak ada petunjuk sekecil apapun di mana mereka berada.”
Ma Yu menganggukkan kepalanya. “Hao Shidi lelah. Duduklah, istirahat saja.” Hao Datong duduk bersila. Ia mengatur pernafasannya dan menyelurkan Qi ke seluruh tubuhnya sekali, lalu ia berkata, “Dalam perjalanan pulang di Kuil Zhou Wang[^zhou-wang], Xiaodi melihat enam orang. Mereka kelihatan seperti yang diceritakan Qiu Shige tentang Enam Orang Aneh dari Jiangnan. Karena itu Xiaodi menyapa untuk bicara, dan ternyata memang mereka.”
Qiu Chuji sangat senang. “Enam Orang Aneh sangat berani,” katanya. “Secara tak terduga mereka ternyata pergi ke Pulau Bunga Persik, tidak heran kita tidak menemukan mereka.”
Hao Datong berkata, “Kepala Enam Orang Aneh, Ke Zhen’E, Ke Daxia bilang bahwa mereka bersepakat dengan Huang Yaoshi, karena itu mereka pergi ke Pulau Bunga Persik untuk memenuhi janji. Tapi ternyata Huang Yaoshi tidak ada di tempat. Mereka mendengar Xiaodi menyinggung bahwa Qiu Shixiong dan yang lain ada di sini, dan mereka bilang akan segera kemari untuk menemui kita sebentar lagi.”
Guo Jing mendengar bahwa keenam gurunya dalam keadaan baik, hatinya sangat terhibur. Sampai hari ini ia sudah berlatih selama lima hari lima malam, sebagian besar cederanya sudah sembuh.
Menjelang jam ke sembilan13 dari hari keenam, dari arah Timur desa terdengar suara siulan. “Liu Shidi sudah kembali,” kata Qiu Chuji. Tak lama kemudian mereka melihat Liu Chuxuan, ditemani seorang tua yang berambut dan berjenggot putih, berjalan ke arah kedai. Orang tua itu mengenakan jubah kuning pendek, kakinya memakai sepasang sepatu dari kain kasar, dan tangannya memegang kipas besar dari daun. Ia tersenyum sambil bicara ketika memasuki kedai. Ketika melihat Lima Pendekar Quanzhen ia hanya menganggukkan kepala sedikit, seolah ia tidak terlalu memandang tinggi mereka semua.
Liu Chuxuan berkata, “Ini adalah Tie Zhang Shui Shang Piao14, Qiu Lao Qianbei. Kita sungguh beruntung bisa melihatnya hari ini.”
Huang Rong mendengar semuanya dan hampir saja tertawa terbahak-bahak, ia menyenggol pelan siku Guo Jing. Guo Jing juga merasa hal ini lucu. Mereka berpikir, “Aku ingin lihat, entah cara apa lagi yang dipakai berandalan tua ini untuk menipu orang.”
Ma Yu, Qiu Chuji dan yan lain sudah mendengar popularitas Qiu Qianren sejak lama, mereka sangat menghormatinya, karena itu mereka bicara dengan penuh hormat dan hati-hati. Tetapi Qiu Qianren terus-terusan membanggakan diri dengan sembrono. Setelah bicara beberapa saat, Qiu Chuji bertanya apakah dia sempat ketemu paman guru mereka Zhou Botong. Qiu Qianren menjawab, “Lao Wantong? Dia sudah tewas dibunuh Huang Yaoshi.”
Semua orang terperanjat. Liu Chuxuan berkata, “Mana mungkin? Baru kemarin lusa wanbei melihat Zhou Shishu, hanya karena dia berlari begitu cepat aku tidak sanggup mengejarnya.” Qiu Qianren kaget, ia hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa, otaknya berputar mencari jawaban yang bagus.
Qiu Chuji menyela, “Liu Shidi, apa kau sudah melihat baikbaik, kedua orang yang mengejar Zhou Shishu itu orang macam apa?”
Liu Chuxuan berkata, “Yang satu memakai jubah putih, yang lain jubah hijau tua. Mereka berlari sangat cepat. Tapi aku masih bisa melihat jelas, yang memakai jubah hijau itu mukanya sangat aneh, hampir seperti muka mayat.”
Qiu Qianren sudah pernah melihat Huang Yaoshi di Rumah Awan, ia cepat-cepat buka mulut, “Betul sekali! Orang yang membunuh Lao Wantong itu memakai jubah panjang warna hijau, Huang Yaoshi. Kalau bukan dia, siapa lagi yang punya kemampuan seperti itu? Aku baru ingin menerjang masuk, tapi aku terlambat selangkah. Ah! Lao Wantong tewas secara mengenaskan.”
Tie Zhang Shui Shang Piao Qiu Qianren punya nama besar di dunia persilatan, ia seorang senior dengan kungfu tingkat tinggi. Keenam Pendekar Quanzhen itu mana tahu kalau ia suka membual? Mereka segera merasa sangat berduka dan terpukul. Qiu Chuji menampar meja begitu keras, menimbulkan suara yang menggetarkan bumi, ia lagi-lagi memaki Huang Yaoshi sebagai anjing dengan kepala berlumuran darah.
Huang Rong di ruangan lain sangat marah. Ia tidak menyalahkan Qiu Qianren karena menyebarkan berita palsu tentang ayahnya, tetapi ia menyalahkan Qiu Chuji yang memaki ayahnya berkali-kali.
Liu Chuxuan berkata, “Gerak kaki Tan Shige lebih baik dari aku, mungkin dia melihat bagaimana Shishu tewas terbunuh.”
Sun Bu’er berkata, “Tan Shige masih belum kembali sampai sekarang, mungkin dia juga celaka di tangan Maling Tua itu…” Bicara sampai di sini air mukanya menjadi murung, ia segera berhenti.
Qiu Chuji menghunus pedangnya dan berseru, “Ayo kita pergi secepatnya untuk menyelamatkan dan membalas dendam orang!”
Qiu Qianren takut kalau mereka akan bertemu dengan Zhou Botong, ia buru-buru berkata, “Huang Yaoshi tahu kalau kalian semua berkumpul di sini, dia bisa mencari kalian kapan saja. Huang Laoxie ini sangat kejam, Laofu15 tidak bisa membiarkan dia terus-terusan seperti ini. Aku akan mencarinya, kalian tunggu kabar dariku di sini.”
Semua orang menganggapnya senior, akan sangat tidak pantas kalau mereka membantahnya, dan lagi mereka takut kehilangan jejak Huang Yaoshi kalau mereka ikut keluar mencarinya, jadi terasa jauh lebih baik menunggu lawan yang mendatangi mereka di situ. Dengan begitu mereka juga bisa menghemat tenaga. Maka dari itu mereka akhirnya membungkuk hrmat dan mengantar Qiu Qianren sampai ke pintu.
Qiu Qianren melangkah keluar lalu berpaling untuk melambaikan tangan, “Kalian tidak perlu mengantarku terlalu jauh. Meskipun Huang Laoxie hebat, aku punya cara untuk mengatasi dia. Ia menghunus sebuah pedang mengkilat dari pinggangnya, dan menghujamkan pedang itu ke perutnya sendiri. “Hmm!” dengan sebuah erangan ia meneruskan tusukannya.
Semua orang menjerit ngeri, mereka lihat lebih dari sepertiga kaki batang pedang itu tertancap di perutnya. Qiu Qianren tersenyum dan berkata, “Senjata tajam apapun di dunia ini tidak akan melukai aku. Harap jangan panik. Kalau aku tidak ketemu Huang Laoxie, dan ia datang mencari kalian di sini, jangan melawannya, hindari cedera. Tunggu sampai aku yang menghadapinya.”
Qiu Chuji berkata, “Dendam Shishu, sangat mustahil wanbei tidak membalasnya.”
Qiu Qianren menghela nafas dan berkata, “Itu benar juga, ini takdir. Kalau kalian ingin membalas dendam, ada satu hal yang harus kalian ingat.”
Ma Yu berkata, “Tolong beri kami petunjuk, Qianbei.”
Muka Qiu Qianren berubah serius, ia berkata, “Begitu melihat Huang Laoxie, bunuh dia segera. Tidak usah banyak bicara, kalau tidak begitu selamanya akan sulit membalas dendam kalian. Penting! Sangat penting!” Selesai bicara ia memutar tubuh dengan pedang itu masih tertancap di perutnya.
Semua orang saling berpandangan dengan kagum. Ma Yu dan yang lain punya segudang pengalaman, tetapi mereka belum pernah melihat ada pedang masuk ke perut dan tidak terjadi apa-apa. Mereka pikir kungfu orang ini pasti sudah mencapai tingkat yang di luar ukuran. Mereka tidak tahu kalau itu semua adalah tipuan Qiu Qianren, pedang itu sebenarnya terdiri dari tiga bagian, segera setelah ujung pedang terdorong ringan, maka bagian pertama dan kedua akan secara otomatis masuk ke bagian ketiga, ujung pedang tekait pada ikat pinggang, dengan begitu bagi penonton dari jarak agak jauh tampaknya mata pedang itu menembus perut. Ia disewa oleh Wanyan Honglie untuk menciptakan permusuhan di antara para pendekar di dunia persilatan, jadi ketika tentara Jin menyerbu ke Selatan mereka tidak akan bersatu untuk melawan serbuan itu.
Sepanjang hari itu Enam Pendekar Quanzhen gelisah, mereka tidak bisa minum teh mereka atau makan nasi, mereka tetap terjaga hingga tengah malam hari ketujuh. Mereka mendengar suara siulan samar datang dari arah Utara desa, dua orang, yang seorang di depan, datang dengan cepat ke depan kedai. Keenam pendekar itu awalnya duduk bersila di atas jerami dan melatih pernafasan mereka. Karena kungfu Yin Zhiping lebih rendah, ia tidur. Mendengar suara itu mereka segera melompat bangkit. “Musuh sedang mengejar Tan Shidi,” kata Ma Yu. “Semuanya hati-hati!”
Malam itu adalah malam terakhir latihan Guo Jing untuk menyembuhkan lukanya. Selama tujuh hari tujuh malam tak hanya luka dalamnya berangsur-angsur sembuh, luka luarnya juga sudah tertutup. Tenaga dalam mereka berdua juga mengalami peningkatan pesat. Beberapa jam terakhir ini adalah saat yang paling penting dari keseluruhan proses penyembuhan. Mendengar ucapan Ma Yu, Huang Rong sangat cemas. “Kalau orang yang akan datang ini memang ayah, Tujuh Pendekar Quanzhen semuanya akan bertarung melawan dia. Aku tidak akan bisa keluar untuk memberitahu mereka apa yang sebenarnya terjadi.” pikirnya. “Aku takut Tujuh Pendekar Quanzhen ini semuanya akan terluka di tangan ayah. Aku tidak terlalu peduli, tapi Jing Gege punya hubungan erat dengan Ma Daozhang dan lainnya. Aku kenal betul sifatnya, akan sangat sulit baginya untuk tinggal diam dan tidak membantu mereka. Kalau dia nekad maju, bukan hanya keseluruhan latihan kita akan sia-sia, nyawanya juga dalam bahaya.” Karena itu ia berbisik di telinga Guo Jing, “Jing Gege, tolong janji, apapun juga yang terjadi, entah keributan macam apapun, kau pokoknya jangan keluar.”
“Tan Shige,” seru Qiu Chuji. “Formasi Bintang Utara!”16
Ketika mendengar istilah empat karakter ‘Tian Gang Bei Dou’, hati Guo Jing tergerak, ia berpikir, “Bei Dou Da Fa17 disinggung beberapa kali di dalam Jiu Yin Zhen Jing sebagai dasar dari latihan ilmu silat. Tapi penjelasan dari Bei Dou Da Fa itu sendiri sama sekali buram, sangat sulit dipahami. Aku ingin tahu apakah Tian Gang Bei Dou milik Ma Daozhang dan yang lain ini ada hubungannya dengan Bei Dou Da Fa. Ini pasti penting untuk diketahui.” Ia buru-buru menempelkan matanya di lubang kecil itu untuk mengintip keluar.
Matanya baru saja mencapai lubang itu ketika terdengan suara keras ‘Brakk!’ dari pintu yang tergetar, dan seorang pendeta Tao masuk. Tapi jubahnya terangkat, kaki kirinya sudah melangkah masuk, tiba-tiba ia terhuyung ke kembali keluar pintu. Ternyata musuh sudah tiba di belakangnya dan melancarkan serangan.
Qiu Chuji dan Wang Chuyi terbang serempak ke arah pintu, berdiri di pintu masuk lengan jubah mereka terangkat dan kedua telapak tangan bertemu. ‘Plakk!’ mereka bertabrakan dengan telapak tangan lawan. Qiu Chuji dan Wang Chuyi terpaksa mundur dua langkah, lawa juga mundur dua langkah. Tan Chuduan mengambil kesempatan ini untuk memasuki ruangan.
Di bawah sinar bulan rambutnya tampak acak-acakan, dengan dua tetes darah mengalir di mukanya. Pedang panjang di tangan kanannya tinggal setengah dari aslinya, secara keseluruhan penampilannya sangat kacau. Begitu memasuki ruangan tanpa mengatakan apa-apa ia langsung duduk bersila. Ma Yu dan yang lain juga segera duduk di posisi masing-masing.
Dari kegelapan di luar terdengar suara wanita yang bernada muram berseru, “Tan Laodao, kalau aku tidak memandang muka kakak seperguruanmu Ma Yu, Lao Nu18 pasti sudah mengirim nyawamu ke Surga sebelumnya. Kenapa kau mengajakku ke sini? Siapa yang barusan mengadu pukulan denganku? Cepat, katakan kepada Mei Chaofeng.”
Di kesunyian malam, mendengar suaranya yang mirip tangisan burung hantu, meskipun saat itu pertengahan musim panas, tetapi punggung semua orang jadi terasa dingin. Begitu ia selesai bicara, keheningan datang kembali, di luar pintu suara serangga terdengar jelas. Sesaat kemudian terdengar serangkaian bunyi retakan tulang. Guo Jing tahu bahwa suara itu datang dari persendian Mei Chaofeng, dalam hitungan detik ia akan mulai bergerak.
Saat berikutnya seseorang membaca kitab dengan suara lembut, “Sekali orang membuat tempat tinggal, ia bisa tinggal selama puluhan tahun.” Guo Jing mengenali suara Ma Yu, intonasinya sangat lembut dan menenangkan. Tan Chuduan melanjutkan, “Dengan rambut acak-acakan berjalan seharian seperti orang gila.” Suaranya sangat terus-terang dan heroik. Guo Jing mengintip ke luar dan mengamati pendekar kedua dari Tujuh Pendekar Quanzhen itu. Ia melihat wajah yang kokoh dengan alis tebal dan mata besar, tubuhnya juga tampak besar dan kokoh. Sebelum menjadi pendeta Tan Chuduan adalah seorang pandai besi di Shandong. Setelah bergabung dengan aliran Quanzhen, ia bergelar Changzhen Zi, atau Kebenaran Abadi.
Pendeta Tao ketiga kurus kecil, mukanya mirip monyet, ia adalah Changsheng19 Zi, Liu Chuxuan. Ia melanjutkan kutipan, “Chongyang Zi20 di bawah Hay Tang Ting21.” Orangnya mungkin saja kecil, tapi suaranya nyaring dan jernih.
Giliran Qiu Chuji membuka mulut membaca kutipannya. “Tai Yi Xian di daun teratai.” Lalu diikuti Wang Chuyi, “Tak ada yang bisa lolos dari kerang kosong.” Selanjutnya Guangning Zi22 Hao Datong mengutip, “Ada seseorang yang bisa mencapai pencerahan sebelum dilahirkan.” Dan terakhir Qingjing Sanren Sun Bu’er, “Meninggalkan rumah dengan senyuman tanpa gangguan.” Ma Yu menyimpulkan semuanya, “Awan di Danau Barat, bulan di langit!”
Mei Chaofeng mendengarkan ketujuh kutipan itu, setiap suara mengandung Qi yang kuat, menandakan kekuatan tenaga dalam mereka. Ia diam-diam kaget. “Apa Tujuh Pendekar Quanzhen kali ini sungguh hadir di sini? Tidak mungkin. Selain Ma Yu, suara yang lain-lainnya tidak sama.”
Di atas tebing terjal di Mongolia ia telah mendengar suara Ma Yu dan Enam Orang Aneh dari Jiangnan yang berpura-pura menjadi Tujuh Pendekar Quanzhen dan saling bicara keras-keras. Matanya buta, maka ia sangat mengandalkan pendengarannya yang istimewa, ingatannya juga sangat kuat, sekali ia mendengar apapun, ia tidak akan melupakannya. Ia tidak tahu bahwa saat itu Ma Yu telah menipunya.
“Ma Daozhang, kau pasti dalam kondisi luar biasa setelah pertemuan terakhir kita!” katanya dengan suara jernih. Ia tahu Ma Yu berbelas kasihan kepadanya ketika di tebing Mongolia. Meskipun ia sadis, ia bisa membedakan kebaikan dan kejahatan. Ketika Tan Chuduan tidak bisa mengimbangi langkah Zhou Botong ia memutuskan untuk kembali. Di perjalanan ia melihat Mei Chaofeng sedang menggunakan orang hidup sebagai sasaran untuk melatih kungfunya. Sebagai orang lurus dan gagah berani, ia maju untuk mencegah terjadinya kejahatan, tapi di luar dugaan ternyata ia bukan tandingan Mei Chaofeng. Untungnya Mei Chaofeng mengenalinya sebagai pendeta Tao dari Quanzhen. Karena rasa hormatnya kepada Ma Yu ia tidak membunuh Tan Chuduan, ia hanya melukainya dan mengejarnya.
Ma Yu berkata, “Aku sangat beruntung! Terima kasih! Tao Hua Dao sama sekali tidak punya dendam dengan Perguruan Quanzhen. Apa gurumu yang terhormat segera datang?”
Mei Chaofeng terkejut. “Kau menunggu guruku?” tanyanya.
Qiu Chuji berseru, “Iblis! Cepat bawa gurumu ke sini untuk mencicipi kungfu sejati Quanzhen!”
Mei Chaofeng marah. “Siapa kau?” bentaknya.
“Qiu Chuji!” kata Qiu Chuji. “Kau, iblis, belum pernah dengar namaku?”
Mei Chaofeng berseru nyaring, tubuhnya terbang ke arah suara Qiu Chuji. Telapak tangan kirinya melindungi diri, dan cakar tangan kanannya menghujam ke bawah.
Guo Jing tahu bahwa serangan Mei Chaofeng ini sangat cepat dan kejam, sangat sulit dibendung. Meskipun kungfu Qiu Chuji sangat bagus, tetapi ia tidak akan mampu membendungnya. Di luar dugaan ia ternyata masih tetap duduk bersila di lantai, sama sekali tidak menangkis atau mengelak.
“Celaka!” jerit Guo Jing dalam hati. “Kenapa Qiu Daozhang begitu berani?” Ia melihat Mei Chaofeng sudah hampir menyentuh bagian atas kepala Qiu Chuji, mendadak dua gelombang angin tajam datang dari kiri dan kanan, Liu Chuxuan dan Wang Chuyi menyerang serempak. Cakar kanan Mei Chaofeng terus menyerang, sementara tangan kirinya menyapu horizontal untuk membendung serangan Liu Chuxuan dan Wang Chuyi. Tak disangka ternyata kedua telapak tangan itu saling mendukung, yang satu mengandung tenaga Yin dan yang lain mengandung tenaga Yang, dan di luar perkiraan Mei Chaofeng, kekuatan gabungan itu jauh melampaui gabungan tenaga dalam dua orang.
Mei Chaofeng merasakan desakan tenaga ini di tengah udara, mirip terjangan batu besar dari ketapel raksasa yang mendorongnya ke atas. Buru-buru ia mengubah cakar kanannya menjadi telapak tangan, menghantam ke bawah kemudian memutar tubuhnya ke belakang dan mendarat di ambang pintu. Ia tak bisa menahan kaget, berpikir bahwa kungfu kedua orang itu sangat dahsyat, sudah pasti di atas Tujuh Pendekar Quanzhen. “Apakah Hong Qigong dan Kaisar Duan di sini?” serunya.
Qiu Chuji berkata sambil tersenyum, “Kami Tujuh Pendekar Quanzhen. Hong Qigong dan Kaisar Duan yang mana maksudmu?”
Mei Chaofeng bingung. “Tan Laodao bukan tandinganku, mana mungkin ada ahli silat setingkat ini di antara saudaranya? Masa bisa sebesar itu perbedaan kungfu di antara mereka, meskipun datang dari aliran yang sama?”
Guo Jing di ruangan lain juga bingung, ia berpikir meskipun kungfu Liu Chuxuan dan Wang Chuyi lebih tinggi, mereka setidaknya berimbang dengan Mei Chaofeng atau Chen Xuanfeng. Sekalipun mereka berdua menggabungkan tenaga, mereka tetap tidak mungkin dengan santainya mendesak Mei Chaofeng seperti itu. Hanya Zhou Botong, Hong Qigong, Huang Yaoshi, Ouyang Feng, dan orang sekaliber mereka yang bisa melakukannya, bagaimana Tujuh Pendekar Quanzhen bisa melakukannya?”
Mei Chaofeng sangat berani, selain gurunya sendiri, ia tidak takut kepada siapapun di dunia ini. Semakin ia kalah, ia akan bertindak lebih nekad. Ketika berhadapan di atas tebing itu ma Yu berbicara dengan sabar, memperlakukannya dengan baik dan membebaskannya tanpa memberikan kesulitan. Tetapi hari ini Qiu Chuji mempercayai kebohongan Qiu Qianren bahwa Zhou Botong telah dibunuh oleh Huang Yaoshi, ia juga percaya bahwa Huang Yaoshi membunuh Guo Jing. Kebenciannya terhadap Pulau Bunga Persik telah merasuk tulang, ia terus-terusan menyebut Mei Chaofeng ‘Yaofu’[^yaoufu]. Mei Chaofeng sadar betul bahwa ia bukan tandingan lawan-lawannya, tetapi ia tidak mau menyerah. Ia ragu sejenak sebelum menarik cambuk perak dari pinggangnya. “Ma Daozhang!” serunya. “Hari ini aku harus menyinggungmu!”
Ma Yu menjawab, “Kau menyanjungku!”
Mei Chaofeng berkata, “Aku akan memakai senjataku. Hunus pedangmu!”
Wang Chuyi berkata, “Kami bertujuh, sementara kau sendirian, ditambah lagi kau tidak bisa melihat. Kalaupun Tujuh Pendekar Quanzhen tidak layak, kami tidak bisa menggunakan senjata melawanmu. Kami akan tetap duduk dan tidak bergerak, kau mulailah!”
Mei Chaofeng berkata dengan dingin, “Kau mau menghadapi cambuk perakku dengan duduk tak bergerak?”
Qiu Chuji membentak, “Yaofu, malam ini nyawamu akan lenyap, kau masih ingin ngomong apa?”
“Hm,” dengus Mei Chaofeng. Tangan kanannya menyentil, cambuk panjang yang penuh kait di tangannya bergerak pelan seperti ular python besar, langsung ke arah Sun Bu’er.
Di ruangan lain Huang Rong mendengarkan percakapan mereka, ia tahu betapa dahsyatnya cambuk perak Mei Chaofeng, Tujuh Pendekar Quanzhen berani menantangnya sambil duduk tak bergerak dan dengan tangan kosong, ia jadi ingin tahu bagaimana mereka akan mengatasinya. Ia menarik Guo Jing dari lubang itu dan memberitahunya bahwa ia ingin melihat.
Ia melihat Tujuh Pendekar Quanzhen duduk dalam formasi di dalam ruangan, tiba-tiba ia sadar, “Ini Beidou17! Hmm, benar! Qiu Daozhang tadi bilang Beidou!” Huang Yaoshi mahir dalam astronomi dan mempelajari perhitungan kalender. Ketika Huang Rong masih kecil, ia sering duduk di pangkuan ayahnya di malam yang cerah, melihat gugusan bintang langit, karena itu ia segera mengenali posisi ketujuh pendeta Tao itu.
Ma Yu mengambil posisi Tian Shu, Tan Chuduan mengambil posisi Tian Xuan, Liu Chuxuan Tian Ji, Qiu Chuji Tian Quan. Keempat orang ini membentuk kepala konstelasi. Wang Chuyi mengambil Yu Heng, Hao Datong Kai Yang, dan terakhir, Sun Bu’er mengambil posisi Yao Guang. Ketiganya adalah gagang sendok.23
Di antara Tujuh Bintang Utara, cahaya Tian Quan adalah yang paling redup, tetapi bintang itu adalah penghubung kepala dengan gagangnya. Itu adalah posisi yang paling penting, karenanya diduduki oleh yang terkuat di antara Tujuh Pendekar Quanzhen, Qiu Chuji. Di antara pegangannya, Yu Heng adalah yang paling penting, karenanya diambil oleh Wang Chuyi terkuat kedua di antara tujuh bersaudara itu.
Cambuk Naga Perak Mei Chaofeng bergerak menuju dada Sun Bu’er. Kelihatannya lambat tapi sangat ganas, tapi tak disangka
Daogu itu masih duduk tak bergerak. Huang Rong mengikuti gerakan ujung cambuk dan melihat ada tengkorak yang tersulam di
jubah Tao Sun Bu’er, ia diam-diam kagum. “Aliran Quanzhen punya reputasi sebagai perguruan ortodoks Tao, kenapa pakaiannya
mirip sesuatu dari aliran Mei Shijie?” Ia tidak tahu bahwa ketika Wang Chongyang mengambil Sun Bu’er sebagai muridnya, ia
menggambar tengkorak dan memberikannya kepada Sun Bu’er. Maknanya adalah bahwa hidup seseorang pendek, kematian bisa segera
datang, dan orang itu akan berubah menjadi tengkorak, jadi ia harus mengembangkan jalan yang benar dan layak dikenang.
Untuk mengenang almarhum gurunya, Sun Bu’er menyulam tengkorak ini di jubahnya.
Cambuk perak itu sepertinya bergerak lambat, namun membawa hembusan angin tajam. Ujung cambuk itu hanya berjarak sekitar beberapa inci dari sulaman tengkorak di jubahnya, tiba-tiba dengan gerakan mendadak cambuk perak itu terbang ke belakang, persis seperti ular python yang kepalanya dipotong dengan pisau, atau seperti panah yang terbang lurus, kembali ke Mei Chaofeng. Itu sangat aneh dan cepat, Mei Chaofeng hanya merasa tangannya sedikit terguncang dan angin sudah membelai wajahnya. Dengan cepat ia merunduk dan cambuk perak menyapu rambutnya. “Berbahaya!” ia berteriak dalam hati saat menarik cambuknya kembali, lalu mencoba menyerang lagi. Kali ini cambuk itu ditujukan ke arah Ma Yu dan Qiu Chuji yang masih duduk tak bergerak. Tan Chuduan dan Wang Chuyi mengangkat telapak tangan mereka dan menangkis cambuk itu.
Setelah mereka bertukar beberapa posisi, Huang Rong dapat melihat dengan jelas bahwa Tujuh Pendekar Quanzhen selalu menangkis serangan yang masuk dengan satu telapak tangan, sementara telapak tangan lainnya memegang bahu orang yang duduk tepat di sebelah mereka. Huang Rong merenung dalam-dalam dan ia sadar, “Ternyata mereka menggunakan metode yang sama yang kugunakan untuk membantu menyembuhkan luka Jing Gege. Mereka menggabungkan kekuatan tujuh orang menjadi satu, bagaimana Mei Shijie bisa melawannya?”
Formasi Tujuh Bintang Utara adalah seni bela diri tertinggi dan paling misterius dari Aliran Quanzhen, yang dikembangkan oleh Wang Chongyang dengan sangat teliti. Prinsip utamanya adalah menggabungkan kekuatan dalam pertempuran dengan berbagai variasi, bahkan mungkin digunakan di medan perang. Saat musuh menyerang, orang yang langsung menanggung beban tidak perlu mengerahkan tenaga untuk melawan, rekan-rekan di sayapnya yang akan melancarkan serangan balik. Seolah-olah satu orang dengan kungfu beberapa orang, kekuatannya benar-benar tak tertahankan.
Beberapa gerakan kemudian Mei Chaofeng menjadi semakin panik, karena ia menyadari bahwa musuh tidak lagi menangkis dan mengibaskannya, tetapi ia merasa cambuk itu ditarik dan dialihkan sehingga lingkaran gerakan cambuk itu berkurang, semakin kecil dan kecil lagi. Sesaat kemudian ketika cambuk perak sepanjang beberapa zhang itu bergerak setengah jalan ke arah musuh, ia tidak bisa menariknya lagi. Jika saat ini ia melepaskan cambuk dan melompat mundur, ia mungkin lolos tanpa cedera, tetapi ia telah menghabiskan banyak upaya yang melelahkan dalam pelatihan dengan cambuk panjang ini, bagaimana mungkin ia hanya duduk diam ketika musuh mencoba merebut cambuk itu dari tangannya?
Ia ragu-ragu hanya sesaat tetapi kesempatannya untuk melarikan diri telah hilang. Begitu Formasi Bintang mulai bergerak, ketujuh orang itu bergerak dengan cepat seolah-olah mereka adalah satu orang, tak terbendung kecuali oleh orang yang menempati posisi Tian Quan. Pada saat Mei Chaofeng menyadari situasi gentingnya, sudah terlambat baginya untuk mundur. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah menggertakkan giginya, melepaskan gagang cambuk dan mempertaruhkan semuanya.
Telapak tangan Liu Chuxuan melakukan gerakan menarik, dan ‘braakk!’ cambuk yang keras itu terbang dan menabrak dinding, mengguncang seluruh bangunan, genteng bergemerincing keras dan debu serta puing-puing dari atap berjatuhan ke tanah. Mei Chaofeng terhuyung, ia tidak bisa menahan gaya tarikan ini dan tertarik selangkah ke depan.
Meski satu langkah ini hanya sekitar dua kaki, tetapi sangat penting dalam menentukan kemenangan atau kekalahan. Jika Mei Chaofeng melepaskan cambuknya lebih cepat, ia tidak akan ditarik ke depan dan ia bisa berbalik dan kabur keluar pintu. Tujuh Pendekar Quanzhen mungkin belum tentu mengejarnya, karena meskipun mereka melakukannya, mereka belum tentu dapat menyusulnya. Tapi sekarang setelah ia bergerak maju selangkah, ia tahu situasinya tidak menguntungkan baginya, ia mengayunkan telapak tangannya ke kiri dan ke kanan, dan mereka kebetulan bertemu dengan telapak tangan Sun Bu’er dan Wang Chuyi. Saat ia sedikit menambahkan tenaga ke telapak tangannya, telapak tangan Ma Yu dan Hao Datong menyerang dari belakang. Ia tahu betul bahwa jika ia bergerak selangkah lagi, situasinya akan menjadi lebih berbahaya, tetapi dalam keadaan itu, ia tidak punya pilihan lain, sehingga kaki kirinya melangkah setengah langkah ke depan. Di saat yang sama dengan teriakan keras kaki kanannya melayang dan berturut-turut menendang tangan Ma Yu dan Hao Datong.
“Kungfu yang bagus!” Qiu Chuji dan Liu Chuxuan bersorak bersama, sementara secara bersamaan telapak tangan mereka menyerang, satu dari depan, yang lain dari belakang, untuk mencegahnya melanjutkan serangannya. Bahkan sebelum kaki kanannya mendarat, kaki kiri Mei Chaofeng melayang dan seperti kilat menendang telapak tangan Qiu Chuji dan Liu Chuxuan, tetapi saat kaki kanannya mendarat, ia maju satu langkah lagi. Dengan cara ini ia masuk lebih dalam ke Formasi Bintang, ia tidak akan bisa melarikan diri kecuali berhasil menggulingkan satu dari tujuh orang itu.
Saat menyaksikan pertempuran, hati Huang Rong diam-diam gelisah. Di bawah sinar bulan kuning pucat ia melihat rambut panjang Mei Chaofeng berkibar di udara saat ia melompat-lompat dan telapak tangannya memukul, kakinya menendang. Setiap tangan dan setiap kaki membawa angin sepoi-sepoi, seperti harimau yang melompat atau macan tutul yang terbang ke mana-mana.
Tujuh Pendekar Quanzhen masih duduk bersila, saat kepala dipukul ekor merespon, saat ekor diserang kepala merespon, saat tengah dipukul kepala dan ekor merespon, sambil terus menjaganya tetap kokoh di dalam formasi.
Mei Chaofeng berturut-turut menggunakan Cakar Tengkorak Putih Sembilan Bulan dan Cui Xin Zhang mencoba berlari keluar dari kepungan ketat, tetapi setiap kali ia dipaksa untuk kembali oleh kekuatan telapak tangan tujuh pendekar itu. Dalam kegelisahannya ia mengeluarkan teriakan ‘wah, wah’ yang aneh.
Pada saat ini jika Tujuh Pendekar Quanzhen ingin mengambil nyawanya, mereka akan dapat melakukannya tanpa terlalu banyak usaha, tetapi selama ini mereka tidak pernah melancarkan serangan maut. Huang Rong mengamati selama setengah harian sebelum menyadari apa yang sedang terjadi, “Ah, benar! Mereka meminjam Mei Shijie untuk melatih formasi ini. Tidak mudah menemukan lawan dengan kungfu tingkat tinggi. Kupikir mereka akan membuatnya lelah sampai mati sebelum berhenti.” Sebenarnya tebakannya hanya setengah benar, mereka meminjam Mei Chaofeng untuk melatih formasi mereka dengan baik, tetapi Taoisme tidak mentolerir pembunuhan dengan mudah, oleh karena itu mereka tidak pernah punya niat untuk membunuhnya.
Huang Rong tidak punya kesan yang baik terhadap Mei Chaofeng, tetapi melihat Tujuh Pendekar itu mempermalukannya seperti ini, Huang Rong mendidih karena marah, jadi setelah menonton lebih lama ia tidak ingin menonton lagi dan mengembalikan lubang itu ke Guo Jing. Namun, ia masih mendengar hembusan angin di ruangan lain yang terkadang meningkat dan terkadang melambat, pertanda pertempuran masih berkecamuk.
Awalnya Guo Jing bingung melihat pertarungan itu, ia tidak mengerti mengapa Tujuh Pendekar melawan Mei Chaofeng dengan duduk dalam formasi tidak teratur di tanah. Huang Rong berbisik di telinganya, “Mereka duduk menurut susunan Bintang Utara, tenaga dalam tujuh orang saling terkait. Kau melihatnya?”
Ucapan ini seperti pengingat bagi Guo Jing, ia ingat bagian kedua dari Jiu Yin Zhen Jing cukup sering menyebutkan Beidou. Ia telah menghafal bagian ini dengan hati, namun ia tidak mengerti artinya. Melihat Tujuh Pendekar Quanzhen meluncurkan serangan telapak tangan sambil duduk dalam formasi tiba-tiba ia mengerti apa yang dimaksud. Semakin menonton, ia semakin senang, akhirnya ia tidak bisa menahan kegembiraannya dan berdiri…
Huang Rong terkejut dan dengan cepat menariknya kembali. Guo Jing menggigil ketakutan dan segera duduk. Ia menempelkan matanya ke lubang dan menyaksikan pertarungan itu lagi. Kali ini ia kurang lebih memahami esensi dari Formasi Bintang. Meskipun tidak tahu bagaimana menggunakannya, setiap gerakan dan setiap jurus yang digunakan oleh Tujuh Pendekar itu seperti menunjukkan kepadanya makna dari istilah yang disebutkan dalam Jiu Yin Zhen Jing.
Jiu Yin Zhen Jing adalah hasil dari pemahaman ahli kungfu senior atas kanon Tao kuno. Wang Chongyang mengembangkan formasi ini sebelum ia melihat isi kitab itu. Tetapi pelajaran kungfu dalam Taoisme berasal dari akar yang sama. Esensi dasarnya awalnya tidak jauh berbeda, oleh karena itu variasi dalam formasi tidak jauh dari isi dasar Jiu Yin Zhen Jing.
Di lain waktu di Pulau Bunga Persik, Guo Jing menyaksikan Hong Qigong melawan Ouyang Feng dan ia mendapat keuntungan yang luar biasa. Namun ia lambat, ditambah lagi kungfu Pengemis Utara dan Racun Barat tidak berdasarkan Jiu Yin Zhen Jing, oleh karena itu pemahamannya agak terbatas. Kali ini kungfu Tujuh Pendekar Quanzhen dan posisi yang mereka ambil didasarkan pada esensi Taoisme yang sama dengan Jiu Yin Zhen Jing, semuanya tampak pas dan kali ini ia benar-benar mendapat keuntungan besar.
Ia melihat Mei Chaofeng berada dalam situasi yang sulit, tetapi tenaga telapak tangan Tujuh Pendekar itu juga berangsur-angsur melemah. Tiba-tiba ia mendengar seseorang di ambang pintu berbicara, “Yao Xiong, kau akan bertindak lebih dulu, atau kau ingin Laofu yang mencoba dulu?”
Guo Jing terkejut, itu suara Ouyang Feng, ia tidak tahu kapan ia masuk. Tujuh Pendekar juga terkejut mendengar suaranya, mereka menoleh ke arah pintu dan melihat dua orang berdiri berdampingan di ambang pintu, yang satu mengenakan jubah panjang berwarna hijau tua, yang lainnya berpakaian putih. Mereka adalah dua orang yang mengejar Zhou Botong malam itu.
Tujuh Pendekar Quanzhen bersiul pelan, berhenti berkelahi, dan berdiri. Huang Yaoshi berkata, “Sungguh pemandangan yang bagus! Tujuh rambut campur aduk24 bergabung melawan satu-satunya muridku. Feng Xiong, aku memberi mereka beberapa pelajaran, kau juga akan bilang aku menggertak orang yang lebih muda?”
Ouyang Feng berkata sambil tersenyum, “Mereka bersikap kasar dulu, kalau kau tidak menunjukkan kungfumu, orang-orang ini tidak akan tahu kekuatan Tao Hua Daozhu!”
Wang Chuyi telah melihat Si Sesat Timur dan Racun Barat di Hua Shan, ia akan melangkah maju untuk memberi hormat kepada mereka ketika tiba-tiba bayangan Huang Yaoshi melintas dan menyerang dengan punggung telapak tangannya. Wang Chuyi mundur untuk menghindar, tapi ia terlalu lambat. ‘Plakk!’ pipinya terpukul telak. Ia terhuyung-huyung dan jatuh.
Qiu Chuji terkejut, “Cepat kembali ke posisi!” serunya. Tapi ‘Plak, plak, plak plak!’ Tan Chuduan, Liu Chuxuan, Hao Datong dan Sun Bu’er semuanya ditampar dengan keras. Qiu Chuji hanya melihat bayangan hijau gelap melintas, sebuah telapak tangan diretas tepat di depannya, bayangan telapak tangan itu tiba-tiba berkibar. Qiu Chuji tidak tahu dari mana datangnya serangan itu, dengan putus asa ia mengangkat lengan bajunya, menyerang ke arah dada Huang Yaoshi.
Kungfu Qiu Chuji adalah yang paling kuat di antara Tujuh Pendekar Quanzhen, tangkisan ini bukan sembarangan. Huang Yaoshi terlalu meremehkannya, tiba-tiba ia dipukul oleh lengan baju Qiu Chuji, dan ia merasa dadanya sakit. Buru-buru ia menarik tangan untuk melindungi dadanya, tangan kirinya terangkat dan meraih lengan baju, tangan kanannya bergerak cepat ke arah mata Qiu Chuji. Qiu Chuji berjuang sekuat tenaga dan merobek lengan bajunya. Pada saat yang sama telapak tangan Ma Yu dan Wang Chuyi datang untuk menyelamatkannya. Huang Yaoshi bergerak sangat cepat, segera setelah serangannya ke Qiu Chuji gagal, ia melompat ke belakang punggung Hao Datong dan mengangkat kaki kirinya. ‘Buk!’ ia menendang Hao Datong, membuatnya berguling-guling di lantai.
Kali ini Guo Jing membiarkan Huang Rong melihat melalui lubang kecil itu. Ia melihat ayahnya memamerkan kungfunya yang hebat, ia sangat senang. Kalau saja ia tidak ingat bahwa Guo Jing masih membutuhkan dua sampai empat jam untuk pulih, ia pasti sudah melompat dan bersorak.
Ouyang Feng tertawa terbahak-bahak dan berseru, “Wang Chongyang menerima kelompok ember nasi ini sebagai muridnya!”
Sejak Qiu Chuji mulai belajar kungfu, ia tidak pernah mengalami kekalahan seperti itu. “Kembali ke posisi!” ia berulang kali berteriak. Tapi Huang Yaoshi melintas kesana-kemari, dan dalam waktu singkat melancarkan tujuh delapan serangan maut. Semua orang mengalami kesulitan untuk menangkis, bagaimana mereka bisa kembali ke formasi mereka? Beberapa kali suara ‘trekk!’ terdengar, Huang Yaoshi mematahkan pedang Ma Yu dan Tan Chuduan, lalu melemparkannya ke tanah.
Sepasang pedang Qiu Chuji dan Wang Chuyi terus bergerak ke atas dengan teknik pedang variasi halus aliran Quanzhen. Saat sepasang pedang menyerang bersama, kekuatan mereka meningkat secara eksponensial. Huang Yaoshi tidak berani lengah, dengan sepenuh perhatian ia meluncurkan beberapa serangan balik. Sementara itu Ma Yu mengambil kesempatan ini untuk kembali ke posisi Tian Shu sambil melancarkan serangan telapak tangan pada saat yang sama, memberikan kesempatan kepada Tan Chuduan, Liu Chuxuan dan yang lainnya untuk kembali ke posisi masing-masing.
Segera setelah Formasi Bintang Utara ini terbentuk, situasi pertempuran berubah. Tian Quan dan Yu Heng menghadapi lawan dari depan, Tian Ji dan Kai Yang mengirimkan serangan telapak tangan dari kedua sisi, Yao Guang dan Tian Xuan dari belakang berputar ke depan.
Dengan empat suara mendesing, Huang Yaoshi mengirimkan empat serangan telapak tangan ke arah empat orang. “Feng Xiong,” katanya sambil tertawa. “Aku tidak tahu Wang Chongyang meninggalkan kungfu semacam ini!” Suaranya terdengar ringan saat tangannya menangkis setiap serangan telapak tangan lawan, masing-masing secara substansial berbeda satu sama lain. Masing-masing dari serangan tujuh orang ini mengandung tenaga yang sangat besar, itu tidak ada bandingannya dengan ketika mereka bertarung secara individu. Segera Huang Yaoshi menggunakan Luo Ying Shen Jian Zhang Fa, tubuhnya bergerak dengan cepat seolah-olah sedang berselancar secara acak, sementara telapak tangannya terbang seolah-olah ada di mana-mana.
Huang Rong berpikir, “Ketika Ayah mengajariku jurus ini, aku hanya mengetahui lima rongga satu padat, atau tujuh rongga satu padat, dengan kekosongan untuk mengalihkan perhatian musuh. Tetapi aku tidak tahu bahwa lima rongga dan tujuh rongga ini bisa diubah menjadi benda padat. Pertarungan yang luar biasa ini tentunya tidak sama dengan saat Tujuh Pendekar itu melawan Mei Chaofeng sebelumnya. Tidak hanya Huang Rong menyaksikan pertarungan itu sambil menahan nafas, Ouyang Feng dengan ilmu tingkat tingginya juga terkejut.
Mei Chaofeng berdiri di samping, mendengarkan angin yang ditimbulkan oleh pertempuran itu. Dalam hati ia gembira sekaligus ketakutan. Tiba-tiba ia mendengar ‘Ah!’ diikuti dengan ‘buk!’, ternyata Yin Zhiping yang sedang menonton pertarungan delapan orang itu menjadi pusing seolah-olah dunia berputar di sekelilingnya, ia melihat banyak Huang Yaoshi bergerak di depannya, pandangannya kabur dan ia jatuh ke terjengkang, pingsan.
Tujuh Pendekar Quanzhen dengan teguh mempertahankan posisi mereka, melakukan semua yang mereka bisa untuk melawan musuh, mereka tahu hanya dengan melakukan satu kesalahan kecil saja, maka mereka bertujuh tidak akan hidup untuk melihat hari esok. Seiring dengan kematian mereka, Perguruan Quanzhen akan hancur. Huang Yaoshi juga mengerang dalam hati. Jika saja ia meluncurkan serangan maut beberapa saat yang lalu, ia bisa membunuh satu atau dua musuh, maka Formasi Bintang Utara ini akan hancur. Tetapi karena ia bersikap terlalu lunak, maka sekarang tidak mudah meraih kemenangan, sementara ia tidak boleh kalah. Kedua belah pihak seperti menunggangi punggung harimau, mereka tidak bisa mundur dengan mudah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah bertarung dengan seluruh kekuatan mereka.
Dalam waktu kurang dari dua jam, Huang Yaoshi telah menggunakan tiga belas kungfu yang berbeda hanya untuk menyamakan kedudukan dengan lawan. Delapan orang itu tak terpisahkan sampai fajar tiba, ayam jantan berkokok dan matahari mulai memancarkan cahayanya ke dalam ruangan. Saat ini Guo Jing telah menyelesaikan pelatihan tujuh hari tujuh malamnya. Meskipun pertarungan di ruangan lain mengguncang langit dan membalikkan bumi, pikirannya sangat damai, matanya tertutup, aliran tenaga dalamnya menghangatkan seluruh tubuhnya, mulai dari Wei Lu menuju ke Shen Guan, dari tulang punggungnya melalui kedua lintasan itu naik ke Tian Zhu dan Yu Zhen, akhirnya ke Ni Wan Gong, di bagian atas otaknya, berhenti sejenak dan kemudian mendorong lidahnya ke rahangnya. Pernafasannya turun dari mukanya, Shen Ting, ke Que Qiao, dan kembali lagi sampai tiba di Huang Ting, Qi Xue dan perlahan-lahan turun ke Dan Tian.
Huang Rong melihat wajahnya merona kemerahan dan bersinar terang, hatinya sangat gembira. Ia menempelkan matanya ke lubang kecil itu lagi untuk melihat ke luar dan ia terkejut. Ia melihat langkah ayahnya lamban, ia bergerak menurut Ba Gua sambil perlahan meluncurkan serangan demi serang menggunakan telapak tangan. Ia tahu ayahnya tidak akan dengan mudah menggunakan teknik gerak kaki tertinggi ini. Ia tahu bahwa ini adalah detik-detik yang sangat menentukan dalam pertarungan itu.
Tujuh Pendekar Quanzhen juga bertarung dengan sekuat tenaga sambil meneriakkan semangat satu sama lain. Bagian atas kepala mereka memancarkan kabut yang mengepul, jubah mereka menempel di tubuh mereka yang berkeringat. Kondisi mereka sama sekali berbeda dengan saat mereka dengan santai melawan Mei Chaofeng tadi.
Ouyang Feng berdiri di samping dengan lengan baju ke bawah, menatap tajam ke Formasi Tujuh Bintang Utara. Ia berharap Huang Yaoshi akan kelelahan dan menderita cedera serius, sehingga pada pertandingan kedua di Hua Shan, ia akan kehilangan seorang lawan tangguh. Tapi secara tak terduga kungfu Huang Yaoshi muncul satu per satu, meskipun Tujuh Pendekar tidak kalah, jelas bahwa mereka juga tidak akan menang dengan mudah. “Huang Laoxie benar-benar bagus!” pikirnya. Ia melihat kedua belah pihak bergerak semakin lambat, pertanda bahwa situasinya menjadi lebih kritis dari sebelumnya, dalam waktu kurang dari waktu untuk minum teh, pertempuran ini akan mencapai kesimpulannya.
Huang Yaoshi mengirimkan dua serangan telapak tangan ke arah Sun Bu’er dan Tan Chuduan. Mereka mengangkat tangan untuk menangkis, sementara Liu Chuxuan dan Ma Yu datang untuk menyelamatkan mereka. Ouyang Feng bersiul panjang dan berseru, “Yao Xiong, biarkan aku membantumu.” Ia berjongkok dan mendorong kedua telapak tangannya dengan dahsyat ke punggung Tan Chuduan. Tan Chuduan menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan Huang Yaoshi. Tiba-tiba ia merasakan tenaga yang seolah menggetarkan bumi datang dari arah belakang dengan kecepatan kilat. Tidak hanya saudara-saudaranya yang tidak punya waktu untuk menyelamatkan, ia sendiri juga tidak punya waktu untuk menghindar. ‘Bukk!’ seluruh tubuhnya terlempar ke depan.
“Siapa yang minta bantuanmu?” bentak Huang Yaoshi dengan marah. Tepat pada saat itu telapak tangan Qiu Chuji dan Wang Chuyi tiba bersamaan. Ia mengibaskan lengan bajunya untuk menetralkan serangan itu, sementara telapak tangan kanannya memblokir telapak tangan Ma Yu dan Hao Datong.
Ouyang Feng tertawa dan berkata, “Baiklah, biarkan aku membantu mereka!” Tiba-tiba telapak tangannya menghantam punggung Huang Yaoshi. Ketika menyerang Tan Chuduan, ia hanya menggunakan tiga puluh persen kekuatannya, tapi sekarang ia menggunakan seluruh tenaga dalam yang sudah dilatihnya seumur hidup, mengambil kesempatan sementara Huang Yaoshi sibuk memblokir serangan empat orang pendekar Quanzhen. Ia ingin menjatuhkan Huang Yaoshi dalam satu pukulan. Ia telah merencanakannya dengan cermat, ia akan membunuh salah satu dari Tujuh Pendekar, dan kemudian membunuh Huang Yaoshi. Begitu Formasi Bintang Utara mereka rusak, ia tidak akan takut akan balas dendam mereka. Rencana jahatnya ini sempurna, sekalipun kungfu Huang Yaoshi lebih tinggi lagi, ia juga tidak akan mampu melawan empat pendekar Quanzhen dan seorang Racun Barat di punggungnya sekaligus.
“Tamatlah riwayatku!” pikir Huang Yaoshi sambil mengeluh dalam hati, ia tidak punya pilihan selain memusatkan Qi di punggungnya, mempertaruhkan segalanya untuk menerima beban serangan Jurus Kodok Ouyang Feng. Dorongan Ouyang Feng diiringi tenaga dalam yang sangat besar, tetapi kecepatannya lebih lambat. Ia yakin rencananya akan sukses, ia diam-diam senang. Tiba-tiba bayangan gelap melintas. Seseorang dari samping terbang ke arah punggung Huang Yaoshi, menerima pukulan itu dengan teriakan keras.
Huang Yaoshi, Ma Yu dan yang lainnya segera berhenti berkelahi dan melompat mundur. Mereka melihat bahwa orang yang mempertaruhkan nyawa untuk melindungi Huang Yaoshi adalah Mei Chaofeng. Huang Yaoshi menoleh dan dengan dingin tertawa, “Lao Du benar-benar beracun, kau benar-benar sesuai dengan julukanmu!”
Saat serangannya secara tidak sengaja mengenai orang lain, Ouyang Feng berteriak di dalam hatinya, “Sayang sekali!” Ia sadar bahwa jika Huang Yaoshi bergandengan tangan dengan Tujuh Pendekar Quanzhen, nyawanya akan sulit diselamatkan. Dengan tertawa keras ia terbang keluar melalui pintu dan lari.
Ma Yu membungkuk untuk menahan Tan Chuduan dan ia terkejut. Tubuh Tan Chuduan miring, kepalanya terkulai ke samping. Ternyata serangan Ouyang Feng yang satu ini telah mematahkan tulang rusuk di punggung dan tulang punggungnya. Melihat hidup adik seperguruannya akan segera berakhir, air mata Ma Yu mengalir seperti hujan.
Qiu Chuji mengejar dengan pedang di tangannya, hanya untuk mendengar Ouyang Feng memanggil dari jauh, “Huang Laoxie, aku membantumu menghancurkan formasi Wang Chongyang, aku juga menghukum murid murtad Pulau Bunga Persik atas namamu. Enam rambut yang tersisa bisa kau urus sendiri. Kita akan bertemu lagi nanti!”
“Huh!” dengus Huang Yaoshi. Ia tahu Ouyang Feng menyebarkan racunnya lagi, mencoba memicu ketegangan antara dirinya dengan Perguruan Quanzhen dengan menyalahkannya atas tewasnya Tan Chuduan, dengan begitu orang-orang Quanzhen akan membalas dendam kepadanya. Ia sangat memahami niat buruk Ouyang Feng, namun ia tidak mau menjelaskan apa pun kepada Tujuh Pendekar Quanzhen. Perlahan ia mengangkat Mei Chaofeng, ia melihat darah menyembur keluar mulutnya ke tanah, ia tahu muridnya tidak akan bertahan hidup.
Qiu Chuji mengejar sampai puluhan zhang, tetapi ia tidak bisa melihat ke arah mana Ouyang Feng pergi. Ma Yu takut jika ia mengejarnya sendiri ia juga akan jatuh ke tangan Ouyang Feng, jadi Ma Yu berteriak, “Qiu Shi Di! Kembali!”
Mata Qiu Chuji terbakar, ia kembali dengan langkah besar, menudingkan jarinya kepada Huang Yaoshi dan memakinya, “Dendam apa yang kau miliki dengan Quanzhen? Kau setan keparat! Pertama kau membunuh Zhou Shishu kami, sekarang kau melukai Tan Shige kami. Mengapa kau datang ke sini?”
Huang Yaoshi terkejut. “Zhou Botong?” tanyanya, “Aku membunuhnya?”
“Kau masih tidak mau mengakuinya?” kata Qiu Chuji, balas bertanya.
Sebenarnya Huang Yaoshi sedang berlomba lari dengan Zhou Botong dan Ouyang Feng. Mereka telah berlari ratusan ‘li dan tidak dapat dipisahkan, tidak ada yang mau menyerah. Saat mereka berlari, Zhou Botong tiba-tiba teringat ia meninggalkan Hong Qigong sendirian di istana kekaisaran. Hong Qigong telah kehilangan kungfunya, kalau dia sampai kepergok pengawal istana, nyawanya akan berada dalam bahaya. Jadi ia berkata, “Lao Wantong punya urusan penting. Aku tidak ingin balapan lagi!” Begitu ia bilang tidak mau balapan, ia memang tidak mau balapan. Huang Yaoshi dan Ouyang Feng tidak bisa memaksanya dan terpaksa melepaskannya. Huang Yaoshi ingin menanyakan kabar tentang putri kesayangannya kepada Zhou Botong, tetapi selama ini ia tidak punya kesempatan untuk melakukannya.
Tan Chuduan dan yang lainnya mengejar di belakang, tetapi dengan segera mereka kehilangan jejak ketiganya. Namun Huang Yaoshi dan dua orang lainnya bisa melihat mereka dengan jelas. Jadi ketika Lao Wantong pergi, ia dan Racun Barat memutuskan untuk kembali ke Desa Niu tanpa menduga sedikitpun apa yang menunggu mereka di sana.
Saat Qiu Chuji menghentakkan kakinya dengan marah, Sun Bu’er menangis sambil memegangi tubuh Tan Chuduan. Semua orang ingin mempertaruhkan segalanya untuk melawan Huang Yaoshi. Huang Yaoshi tahu ada kesalahpahaman di sini, tetapi karena kebanggaan dirinya, ia hanya tertawa dingin tanpa berkata apa-apa.
Tan Chuduan membuka matanya perlahan dan dengan suara rendah berkata, “Aku akan pergi.” Qiu Chuji dan yang lainnya dengan cepat berkumpul di sekelilingnya, duduk bersila di tanah. Mereka mendengar Tan Chuduan dengan lembut melafalkan, “Berpegangan tangan, jiwa yang telah meninggal, seperti untaian mutiara, memaksa dirinya untuk pergi. Hati terbuka untuk suara alam, tidak seperti seruling yang ditiup.” Saat selesai membaca, ia menutup matanya dan meninggal.
Enam Pendekar Quanzhen lainnya menundukkan kepala untuk berdoa. Selesai berdoa, Ma Yu menggendong tubuh tak bernyawa Tan Chuduan di pelukannya. Qiu Chuji, Yin Zhiping dan yang lainnya mengikuti di belakang tanpa menoleh ke belakang. Pada saat ini Qiu Chuji, Sun Bu’er dan yang lainnya menyadari bahwa dengan kematian Tan Chuduan, Formasi Bintang Utara telah rusak. Jika mereka terus melawan Huang Yaoshi, mereka hanya akan mengantarkan enam nyawa lagi. Soal balas dendam harus menunggu lain kali.
Footnotes
-
Adik perempuan, sama seperti Mei Mei, hanya saja tambahan Zi itu adalah pertanda ini panggilan mesra. ↩
-
Xiao Mao = Kucing kecil. ↩
-
Xiao Gou = Anjing kecil. ↩
-
Mu Da Zhong kira-kira adalah ‘Ibu Kutu Besar’. ↩
-
Da Song Yi Shi Yang Tiexin Ling Jiu, kurang lebih berarti ‘Papan Peringatan untuk Yang Tiexin, Pahlawan Negeri Song Agung’. ↩
-
Guan Ren (官人), secara literal berarti pejabat pemerintah lokal. ↩
-
Anda adalah panggilan dalam bahasa Mongolia yang berarti ‘Saudara Angkat’. ↩
-
Danyang Zi (丹陽子), secara literal berarti ‘Matahari Merah’. ↩
-
Yuyang Zi (玉陽子), secara literal berarti ‘Matahari Giok’ atau ‘Matahari Hijau’. ↩
-
Istilah Niu Bi (牛鼻) ini seringkali diterjemahkan menjadi ‘Hidung Sapi’ atau ‘Hidung Kerbau’. Yang jelas ini adalah salah satu ejekan yang cukup populer bagi seorang pendeta Tao, tetapi ada kemungkinan ini bukan hanya ditujukan bagi para pendeta Tao. Di jaman modern ini kedua karakter tersebut hanya dipakai untuk menyamarkan karakter lain yang pengucapannya mirip, tetapi bermakna sangat lain. Kalau kita sengaja mencari makna istilah ini di internet, yang ada hanyalah uraian-uraian membingungkan, dan masing-masing terlihat masuk akal, tetapi tidak ada yang secara tegas menyebutkan apa tepatnya makna tersebut. Biasanya ini pertanda bahwa istilah tersebut adalah kata-kata yang tak senonoh sehingga bisa terkena filter oleh salah satu Web App atau Search Engine. ↩
-
Yan Xia Dong bisa diterjemahkan menjadi ‘Gua Awan Merah Berasap’, demi estetika dan juga supaya tidak terlalu panjang, lebih baik kalau ditulis Gua Yanxia. ↩
-
Karakter Xiu, yang berarti lengan jubah mirip dengan karakter Shou yang berarti ‘mengajar/mengarahkan/menganugerahi/memberi’. Makna dari ajaran Wang Chongyang adalah sebanyak apapun arahan yang diberikan guru, akan selalu ada pelajaran yang masih harus dipelajari. Si murid mendapat pencerahan atau tidak, itu tergantung pada pemahamannya sendiri. ↩
-
Jam ke sembilan kira-kira jam 3 sampai jam 5 sore. ↩
-
Julukan Qiu Qianren, Tie Zhang Shui Shang Piao (鐵掌水上飄), yang artinya Telapak Besi Mengapung Di Atas Air. ↩
-
Laufu (老夫), bisa diterjemahkan menjadi ‘Orang tua ini’, sebutan untuk diri sendiri dalam konteks sopan-santun umum. ↩
-
Tian Gang Bei Dou (天罡北斗), secara literal per karakter Tian Gang Bei Tou adalah ‘Langit, Bintang, Utara’. Karakter keempat Dou (斗) sebagai kata benda bisa dijelaskan sebagai ‘sebuah objek yang berbentuk mirip sekop/sendok’. Untuk alasan estetika di sini diterjemahkan menjadi ‘Formasi Bintang Utara’. Tian Gang (天罡) itu sendiri banyak digunakan dalam Taoisme, dan semua ini tampaknya berkaitan erat dengan perbintangan, khususnya karakter Gang (罡) yang memang berkaitan erat dengan Taoisme. Sedangkan istilah Bei Dou (北斗) adalah istilah yang sering dipakai di dalam astronomi. Bahkan di jaman modern ini sistem navigasi satelit juga dinamai Bei Dou Wei Xing Dao Hang Xi Dong (北斗卫星导航系统). ↩
-
Bei Dou Da Fa (北斗大法) bisa diartikan ‘Ilmu Agung Gugus Bintang Utara’, dalam terjemahan bahasa Inggris ternyata ditulis ‘Big Dipper Great Method’, yang membuatnya berkaitan erat dengan astronomi. Beidou (北斗) adalah gugus bintang yang populer dengan istilah The Big Dipper atau Ursa Major, terdiri dari tujuh bintang. Dalam persenjataan Tiongkok kuno, Beidou sudah sangat umum ditemukan di mata tombak, pisau, pedang, atau golok. Biasanya diukir di bilahnya dalam bentuk tujuh ukiran kecil yang tersusun menurut gugusan bintang itu. Bahkan tak hanya dalam senjata Tiongkok kuno, juga biasa terdapat di senjata-senjata Vietnam dan Korea. Di kalangan kolektor barang antik, pedang seperti ini sudah umum dikenal sebagai Pedang 7 Bintang, atau Qixing Jian (七星剑) Baca artikel terkait ↩ ↩2
-
Lao Nu (老女), secara literal berarti ‘Perempuan Tua ini’, sebutan untuk diri sendiri sebagai orang ketiga tunggal. ↩
-
Changsheng Zi (長生子), sewajarnya bisa diartikan ‘Panjang Umur’. ↩
-
Chongyang Zi (重阳子) diambil dari nama Wang Chongyang, pendiri Quanzhen. ↩
-
Hay Tang Ting (海棠亭), secara literal adalah Paviliun Lautan Apel. Gabungan karakter Hay Tang (海棠) adalah nama sejenis apel dari genus Malus, bunganya berwarna putih, dan buahnya merah sampai kuning. ↩
-
Guangning Zi (广宁子, atau 廣寧子), tak ada penjelasan dari novel apa makna gelar ini dalam konteksnya. Guangning adalah nama sebuah daerah di propinsi Guangdong. Ditambah karakter Zi (子) bisa berarti ‘Putra Daerah’ tersebut. ↩
-
Untuk lebih jelasnya silakan membaca uraian tentang Formasi 7 Bintang Utara yang ditulis di halaman terpisah, dan ada gambar yang menjelaskannya. ↩
-
Selain Niubi, ini adalah salah satu istilah yang sering dipakai untuk mengejek pendeta Tao. ↩
All Posts
- Daftar Titik Akupuntur
- Matematika Tiongkok Kuno
- Insiden Di Tengah Badai Salju
- Bab 10
- Bab 11
- Bab 12
- Bab 13
- Bab 14
- Bab 15
- Bab 16
- Bab 17
- Bab 18
- Bab 19
- Tujuh Orang Aneh Dari Jiangnan
- Bab 20
- Bab 20
- Bab 22
- Bab 23
- Bab 24
- Bab 26
- Bab 27
- Bab 28
- Bab 29
- Kehidupan Di Padang Rumput
- Bab 30
- Bab 31
- Bab 32
- Bab 33
- Bab 34
- Bab 35
- Bab 36
- Bab 37
- Bab 38
- Bab 39
- Bab 4
- Bab 40
- Bab 5
- Bab 6
- Bab 7
- Bab 8
- Bab 9
- Daftar Istilah
- Dao De Jing
- Memanah Rajawali - Prolog
- Daftar Tokoh Memanah Rajawali
- Daftar Panggilan Bahasa Mandarin
- Referensi Karakter Bahasa Mandarin
- Referensi Unit
- Kutipan Kitab Perubahan